05

61 4 1
                                    

Hyemi duduk di ujung kasur dengan dua gumpalan tisu di kedua lubang hidungnya, laki-laki rambut pirang itu masih disana, sedang duduk di bangku sebelah ranjang sambil meletakkan tangannya di matras tipis. Senyuman cerah miliknya tidak pernah pudar sejak mereka sampai di UKS. Hyemi melihatnya dengan bingung. Dia sudah lelah; hidungnya sangat sakit dan kepalanya pusing.

"Park Junhee..." Suaranya menghilang lalu dia bermain dengan jari-jarinya, menjalinnya lagi dan lagi.

Hyemi tidak tau bagaimana rasanya. Momen saat laki-laki yang ia ketahui sebagai Park Jimin, mengenalkan dirinya sendiri sebagai Park Junhee, dia langsung kaget atas pernyataannya.

"Hmmm? Apa yang menganggu pikiranmu?" Dia bertanya dengan lembut. Giginya yang sedikit bengkok muncul saat dia tertawa kecil.

Dengan sendirinya, dia membawa bangku plastik lebih dekat ke ranjang, mengacak-ngacak rambut Hyemi setelahnya.

"Siapa kau sebenarnya?" Hyemi menelan benjolan di bagian belakang tenggorokannya. Dalam keadaan seperti ini, dia siap untuk jawaban apapun. Dia hanya ingin membuang rasa penasarannya.

Senyuman di wajahnya tidak pudar meskipun jelas bahwa pertanyaan yang dilontarkan kepadanya sedikit personal. "Jung Hyemi, Aku adalah orang yang menolongmu. Kenapa sepertinya kau tau namaku."

"Park Jun- tidak maksudku, Park Jimin. Oke lihat. Jadi beritahu aku, omong kosong apa yang sedang kau bicarakan, Jimin?" Dia meninggikan suaranya. "Jimin, aku tau kau tidak menyukaiku tapi... tolong hentikan. Aku tau menurutmu, Aku hanya seorang perempuan menyedihkan yang tidak bisa menangkap sebuah bola dengan baik tapi tolong, hentikan semua candaanmu itu! Kau tau, candaanmu sangat tidak lucu."

Hyemi bangkit dari ranjangnya dan mengambil tas miliknya. Ketika dia sedang mencari ponselnya, dia bisa merasakan tatapan dari laki-laki berambut pirang itu. Dia, akan tetapi, mengabaikan tatapannya.

Hyemi sudah lelah. Dia tidak ingin dibodohi olehnya walaupun ia menyadari betapa tidak berdayanya dia saat ini.

"Jung Hye-"

"Jimin, hentikan. Berhenti berakting sangat baik ketika kau tidak bersungguh-sungguh." Dia mulai untuk berjalan pergi. "Dan satu hal lagi, kau bilang padaku Junhee sudah meninggal tapi sekarang lihat dirimu, memberitahuku bahwa kau adalah Junhee dan hal lainnya. Apa yang kau rencanakan selanjutnya? Apa kau ingin bilang roh Junhee masuk ke dalam tubuhmu? Atau mungkin kau dirasuki oleh Junhee?"

Desahan berat terdengar saat kata itu keluar dari mulutnya. Dia memijat dahinya dan membasahi bibir bawahnya. "Baik. Jika kau tidak percaya padaku, maka tidak ada yang bisa aku lakukan tentang itu." Dia berbicara dengan lembut.

"Bagus kalau akhirnya kau menyadarinya. Hanya karena kau terlihat benar-benar mirip dengan Junhee, tidak berarti aku percaya akan perkataanmu." Suaranya yang gemetar menggema di ruangan putih itu. Puji Tuhan tidak ada orang lain di dalam ruangan itu selain mereka. "Jimin, ingat apa yang aku katakan padamu waktu itu. Berhenti berakting seperti kau mengetahui segalanya. Aku lelah berpura-pura seperti semuanya baik-baik saja."

Laki-laki berambut pirang itu menutup matanya dan bangkit berdiri dari kursinya. Dia memasukkan tangannya kedalam kantong sebelum dia mendekati Hyemi yang cemberut. Bahkan setelah diperlakukan kasar oleh gadis itu, senyuman di wajahnya masih disana.

Tinggi mereka hampir sama, jadi mata mereka berada pada tinggi yang sama. Laki-laki rambut pirang itu menatap matanya dalam dan entah kenapa, tindakannya membuatnya lengah.

"Dan kemudian ada aku yang sibuk menolong orang lain ketika aku tidak bisa menolong diriku sendiri." Dia terkekeh gugup. Kata-katanya sangat menusuk Hyemi dan itu ketika air mata yang ia tahan akhirnya keluar.

"Hentikan. Aku tidak mau mendengarkan apa-"

Kata-katanya terpotong ketika dia menghapus air mata Hyemi dengan ibu jarinya sebelum dia menatap matanya untuk yang kesekian kalinya. Tatapannya entah kenapa mengingatkannya pada Park Junhee. Jimin tidak akan pernah menatapnya seperti yang Junhee lakukan. Tatapan Junhee dan tindakannya; mereka sangat hangat dan lembut. Cukup hangat untuk membuat hatinya meleleh. Cukup lembut untuk membuat perutnya diisi dengan kupu-kupu.

Tatapannya entah kenapa berbicara ribuan kata. Itu bukan hanya tatapan kosong.

"A- apa? Ji- Jimin?"

Dia mengangkat tangannya dan mengacak-ngacak rambut Hyemi. "Beritahu Jimin untuk menjagamu dengan baik. Dia memang kasar kadang-kadang tapi percaya padaku, dia adalah laki-laki baik."

"Tapi kau adalah Jimin!"

"Ketika kau menemuinya, beritahu dia ini. 'Junhee memintamu untuk menjagaku dengan baik.'" Dia mendekat dan berbisik pada telinga Hyemi. Sesaat ketika kata-kata itu keluar dari mulutnya, Hyemi mencoba untuk meraih lengannya; dia ingin bertanya lebih tapi laki-laki yang berkata bahwa dirinya adalah Junhee cukup cepat untuk membuat jalan keluar dari UKS.

Matanya mengamati sekeliling untuk mengalihkan perhatiannya. Dia tidak sedang didalam mood untuk memikirkan tentang apapun. Semakin dia memikirkan tentang mereka, semakin cepat air mata di matanya keluar. Dia merasa tidak berguna. Dia dibodohi dan hanya Tuhan yang tau berapa kali, tapi dia sudah terlalu lelah untuk menangis.

"Oh, apakah dia meninggalkan dompetnya?" Dia mengambil objek hitam yang berada di meja sampingnya.

Dia cukup yakin bahwa itu adalah milik Jimin tapi pada akhirnya, dia menemukan dirinya membuka dompet itu. Dia bukan tipe orang yang suka mengetahui privasi orang lain tapi dia tidak bisa berhenti untuk bertanya-tanya tentang apapun ketika dia melihat sebuah kartu yang dimasukkan ke salah satu kompartemen.

"Psikiater Choi? Kenapa dia menemui seorang psikiater?"

---

Note : I'm gonna update this story and the other depends on my mood.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Smile / pjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang