Bab 1

12.4K 527 17
                                    

Pemandangan kota Jakarta, menjadi pemandangan wajib yang dilihat seorang Bara setiap harinya. Kantornya yang berada di lantai 50, membuat dirinya mampu memandangi aktivitas kendaraan-kendaraan yang begitu banyak melintasi jalan di bawahnya.

Suara ketukan dari pintu ruangan, membuat Bara mengalihkan pandangannya dari jendela.

"Masuk." ucapnya mengijinkan siapapun itu untuk memasuki ruangannya.

Vian, sekretaris Bara membuka pintu dan segera melangkah mendekati meja sang atasan.

"Saya sudah menyeleksi arsitek-arsitek terbaik di sini, Pak." ujarnya seraya menyodorkan sebuah map yang berisikan data yang dikatakannya tadi.

Bara menerima map tersebut seraya menduduki kursinya.

"Kandidat terkuatnya ?" tanya Bara setelah membuka beberapa halaman dari berkas itu.

"Ada di halaman terakhir, Pak. Arsitek itu baru saja menang penghargaan best design untuk pembangunan salah satu hotel milik Putra Grup."

Bara menaikkan alisnya sejenak saat mendengar nama perusahaan salah satu sahabatnya disebut. Tangannya segera membuka halaman terakhir yang dimaksud Vian. Dan langsung membaca informasi yang tersaji mengenai kandidat terkuat yang disebut sekretarisnya itu.

Andromeda Aneila Putra, nama arsitek itu.

Bara tersenyum sekilas karena dia menyadari jika arsitek yang dimaksud adalah adik dari sahabatnya sendiri. Wanita itu masih duduk di bangku SD saat dirinya pertama kali mengunjungi rumah Dafa. Tidak disangka, sekarang bocah itu sudah menjadi seseorang yang berprestasi.

"Sepertinya, kalau mau mendapatkan kerja sama dengan arsitek itu, kita harus bertindak cepat, Pak. Banyak perusahaan yang sudah mendatangi beliau untuk bekerja sama."

Bara mendongakkan kepalanya untuk menghadap Vian dan berkata, "Tenang. Saya punya jalur khusus buat dapetin arsitek ini."

"Kamu tahu kantornya dimana ?"

"Nah, ini salah satu keuntungan buat kita, Pak. Kantor beliau ada di gedung kita, lantai 30." jawab Vian memberikan informasi.

"Ok. Kalau gitu, urus berkas pengajuan untuk design bangunan kita. Biar saya temui dulu jalur khususnya."

"Baik, Pak. Saya permisi." pamit Vian yang dibalas dengan anggukan singkat sang atasan.

Begitu pintu tertutup, Bara segera mengambil ponselnya dan mencari nama Dafa di daftar kontaknya.

Setelah menemukannya, tanpa ragu Bara langsung menekan tombol panggilan.

'Masih idup juga lo, Bar.' sapa Dafa begitu mengangkat telfon.

Bara terkekeh pelan lalu menjawab, 'Kalo gue udah mati, sekarang lo lagi ngobrol sama setan, dong.'

'Gampang, gue tinggal bacain ayat kursi entar. Kenapa ?'

'Lo dimana sekarang ?'

'Duh, kok lo jadi posesif sih tanya tanya gue dimana.'

'Astaga. Gue kirim santet lama lama ke lo.'

'Mending kirim sate aja dari pada santet.'

'Serius woi, lo lagi dimana ? Gue ada perlu, nih.'

'Hoooo serius ternyata. Berucaplah dari tadi kalo begitu.'

Bara hanya bisa menggelengkan kepala dan mengelus dadanya saat mendengar jawaban nyeleneh sang sahabat.

'Gue lagi di kantor. Tapi bentar lagi mau makan di daerah kantor lo.'

'Sama siapa ?'

'Tuh kan, posesif lagi.'

My Forever Always - PINDAH KE DREAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang