Part 1 - Pertemuan Pertama

8.2K 398 16
                                    

Alarm jam membuat pagi pria yang tengah pulas dalam pelukan selimut menggeliat malas. Namun seketika dia tersentak dan keluar dari kain putih itu segera menuju kamar mandi. Sejak tadi juga ponselnya berteriak memintanya menerima panggilan, tapi sepertinya dia terlalu pulas dalam dunia mimpi.

"Sorry, aku baru bangun. Lima belas menit lagi sampai." Dia santai menyemprotkan minyak wangi ke tubuh atletisnya. Lalu mengusap rambutnya dengan gel, tak lupa memeriksa bulu-bulu halus di dekat pipi dan telinganya kalau-kalau telah kian lebat.

Setelah memakai kemeja putih lalu celana bahan serta ikat pinggang, dia hanya menyabet roti tawar tanpa selai dari lemari pendingin. Lalu meraih ponsel dan menghubungi rekannya.

"Ka, aku belum sarapan dan minum. Pesankan teh atau kopi ya," ujarnya seenaknya. Hingga mendapat makian dari seberang telepon.

Namanya Daveen, seorang karyawan perusahaan jasa periklanan sebagai kepala bagian tim kreatif. Karena itu sering mengerjakan tugasnya malam hari, kemudian bangun kesiangan. Meski begitu, kedua rekannya yang bekerja dengannya sangat sabar.

Mereka adalah Aksa yang bertugas sebagai Media Planer, sedangkan Tania sebagai eksekutor dari dua pekerjaan temannya. Keduanya menunggu Daveen di kantin, padahal meeting dengan big boss mereka akan dimulai lima belas menit lagi.

Hingga lima belas menit berikutnya, pria bertubuh atletis dan kharismatik itu belum juga muncul. Tania sudah sangat kesal dibuatnya, sementara Aksa menghubungi atasannya untuk minta tambahan waktu.

"Biasa, Sir. Daveen kesiangan. Masih di perjalanan," rengek Aksa pada tuannya.

"Sorry, semalam beru selesai jam satu malam." Daveen melepas jaket dan segera mengganti dengan jas hitam di hadapan kedua rekannya. Kemudian menyambar kopi dari hadapan Aksa, dan roti bakar milik Tania.

"Kan aku bilang juga jangan suka undur waktu, jadilah begini," omel wanita berambut ikal itu dengan delikkan mata kesal.

"Sorry sweety," balas Daveen hanya melemparkan ciuman jarak jauh pada sahabat wanitanya itu.

Selanjutnya ketiganya pergi ke ruang meeting di lantai sembilan. Disana sang big boss sudah duduk di singgasananya, menanti tiga serangkai yang selalu tidak tepat waktu.

"Kapan tidak terlambat, Dave?" big boss mereka yang usianya tak jauh beda dengan ketiga karyawannya itu menatap sambil memebetulkan kacamata di hidungnya.

"Sorry, Sir. Semalam sedikit blank, jadi ... yah cari hiburan dulu. Baru dapat ide mendekati tengah malam." Daveen terlihat kikuk, namun juga santai. Karena tahu bossnya tidak akan marah.

"Sudah dihitung berapa anggaran dari iklan yang akan kalian ajukan?" kembali sang Big Boss menanyakan.

"Belum, besok mungkin ...," jawab Tania. Kali ini dia yang kebingungan.

Pria bernama Abimanyu itu sedikit menautkan alis, lalu menatap tajam ketiga sahabat yang bekerja padanya.

"Bisakah kalian profesional? Aku sudah sangat cocok bekerja dengan kalian, tapi jika terus menerus terlambat, laporan juga diundur ... mau seperti apa perusahaanku ini ke depan?" Abimanyu tampak tidak senang.

Ketiga orang itu tampak kikuk, saling lirik satu sama lain. Sementara sang atasan masih menunggu mereka menjawab.

"Next-"

"Tidak ada next time," tekan Abimanyu dengan nada sedikit tinggi, lalu meraih setumpuk amplop cokelat yang sejak tadi sedang dia baca. "Ini ada dua puluh pelamar pekerjaan bagian accounting bisa kalian masukkan dalam tim, supaya dia yang mengatur dan mencatat dana yang kalian butuhkan. Untuk dilaporkan padaku," lanjutnya dengan tegas.

KISAH YANG TERTUNDA (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang