Chapter 2: An Introduction of Magic

65 10 7
                                    


Ruang tengah apartemen itu remang-remang, satu-satunya sumber penerangan adalah televisi yang menyala menyiarkan kebakaran di suatu apartemen lain. Namun bagi Jaden, si penyiar berita seperti berkomat-kamit tidak jelas tanpa makna. Agaknya pikiran Jaden masih terfokus pada cewek misterius yang mencuri dompetnya tanpa sebab tadi. Dengan tatapan kosong, dia duduk di sofa dan menyesap sodanya.

Klik.

Saklar listrik ditekan seseorang. Jaden menyipit silau dengan menengadahkan tangannya untuk menghalangi lampu.

"Oi Jedi!" seru seorang cowok lain dengan muram, dia mengenakan sweater biru muda dan celana pendek, membawa sebuah buku fisika di satu tangan serta menenteng selimut yang menjalar di lantai di tangan lain. "Sampai kapan membiarkan TV menontonmu? Gelap-gelapan pula, jadi kau sudah memutuskan untuk bergabung di sisi kegelapan, hah?"

"Shut up, Will! Ayahku bukan Darth Vader, okay?"

Jaden meneguk soda kembali sementara Will beralih duduk ke couch di sebelahnya.

"Entahlah, aku tidak terlalu yakin soal itu." Will merapikan selimutnya dan melanjutkan, "Kau tidak pernah bertemu dengannya, ingat? Well, maaf kalau itu membuatmu tersinggung."

"Ya, ya, ya, omonganmu ada benarnya, sebagian. Tapi ada hal lain yang lebih menarik yang ingin kuceritakan daripada bicara tentang ayahku. Pendeknya, tadi sore aku bertemu dengan cewek aneh, dan cerita lengkapnya mungkin akan kauanggap omong kosong."

"Cantik?" Will menaikkan sebelah alisnya sambil tersenyum iseng.

"Er, lumayan," jawab Jaden ragu-ragu. "Tapi bukan itu poinnya, cewek ini benar-benar aneh. Dan kalau kuceritakan kau mungkin juga akan menganggapku gila."

"Coba saja, kau tahu aku dapat mencerna segala jenis kegilaan."

"Jadi cewek ini mencuri dompetku di mini market. Aku mengejarnya, namun tiba-tiba dia membuang dompetku sembarangan. Lalu waktu aku memungutnya, ternyata uangku dan kartu-kartuku masih utuh. Aneh, kan? Buat apa coba dia mengincar dompetku kalau begitu? Selanjutnya dia sudah ada di depanku, seperti sungguh sangat dekat, dan kuharap kau berhenti terkikik karena tidak, kita tidak ciuman!"

Will mendengus lalu memutar mata.

"Lalu kau tak akan bisa menebak bagian ini. Aku berkedip dan poof, dia hilang begitu saja. Dan bagian tergilanya adalah ketika aku melihat ke sekeliling, dia sudah terbang di atas gedung, terbang secara harfiah!"

"Wow, kau memang gila."

"See, aku sudah memperingatkanmu."

Detik berikutnya Will sudah tenggelam ke buku tebalnya, meninggalkan Jaden dengan soda dan TV yang masih menyiarkan kebakaran apartemen. Sadar dari lamunannya, Jaden bergidik ngeri. "Hey, tunggu sebentar, ini cuma aku atau menurutmu apartemen itu mirip sekali dengan apartemen ini?"

Will mulai mengamati dengan seksama, "dan lokasinya pun hanya beberapa blok dari sini. Jangan-jangan-"

Tok-tok-tok

Kata-kata Will terputus ketukan pintu, "Oh, come on seriously, sesulit itu kah menekan tombol bel!" Will menggerutu seraya berjalan ke pintu.

"Siapa?" Jaden mengerutkan kening.

"Entahlah."

Pintu terbuka.

"Pe-permisi, apa benar Jaden Brown tinggal di sini?"

Suaranya terbata, ringan dan bernada tinggi. Suara seorang cewek Asia dengan rambut panjang kecoklatan. Ia memakai kemeja putih serta kardigan, rok pendek dan legging hitam, yang mengingatkan Will pada seragam Hogwarts di film Harry Potter. Ia menoleh ke kiri dan kanan seolah-olah akan ada anjing galak yang muncul mengejarnya, lalu menatap Will masih dengan ekspresi cemas.

Will mengiyakan dengan ragu-ragu. Jaden yang merasa terpanggil beranjak menyusul Will ke pintu.

"Oh, bagus! Syukurlah ini alamat yang benar. Boleh aku masuk?" tanya si cewek setelah melihat Jaden.

Jaden dan Will berpandangan satu sama lain. Tapi lalu Will mengangkat bahu dengan tidak peduli, dan kembali ke sofa meninggalkan Jaden . Mungkin pacar Jaden yang lain, pikirnya.

"Please," lanjut si cewek dengan nada tak berdosa.

"Maaf, nona, tapi apa kita saling kenal? Dan kalau menurutmu mempersilahkan orang asing masuk ke rumahmu, meskipun orang itu sangat cantik, adalah hal yang wajar," goda Jaden dengan menyandarkan sikunya ke tiang pintu, "maka kita jelas-jelas tidak sependapat, karena aku lebih pilih seseorang yang bisa kupanggil namanya," sambungnya.

Cewek itu menggeram kecil, "Okay, okay, fine, kalau begitu, namaku Elizabeth Caster. Sekarang bolehkah aku masuk? Ada yang mau kubicarakan."

Namun sebelum Jaden bisa merespon, Elizabeth sudah ada di dalam apartemen. Jaden mengira cewek itu masuk dengan mudah karena tubuhnya yang mungil dan membuatnya bisa menerobos begitu saja. Jaden sama sekali tidak tahu bahwa ia salah besar.

"Woah-woah-woah, slow down. Santai..."

Menutup pintu di belakangnya, Jaden bermaksud mengantar Elizabeth ke sofa namun cewek itu menggeleng. "Di sini saja," Elizabeth menghirup napas panjang. "Jaden Brown, kau dalam bahaya besar."

"Apa?"

Raut Jaden berubah serius. Tiba-tiba ia mengenali sosok di hadapannya. "Hey, kau! Kau mencuri dompetku tadi! Dan kau terbang!" Jaden mendekat dan makin dekat. Dia mencengkeram lengan Elizabeth, "Kalau ada waktu yang tepat untuk penjelasan, itu adalah sekarang! Dan kau bisa memulai dengan siapa- bukan! Apa dirimu sebenarnya?"

Napas Jaden dan Elizabeth kini bersahut-sahutan, darah mengalir begitu kencang dalam nadi mereka dan detak jantung mereka pun berdebum beriringan. Giliran Elizabeth yang mengagumi sepasang mata indah milik Jaden, yang marah dan bingung tapi tetap bercahaya, sementara ia sendiri tidak yakin harus berkata apa- bagaimana menjelaskannya.

"Sudah kubilang, namaku Elizabeth," akhirnya ia melepaskan diri dari cengkeraman Jaden dengan mudah seakan-akan ada tangan transparan yang membantunya, "Elizabeth Magic Caster, dan aku adalah penyihir."

^^^


Jaden's Magical ExperienceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang