Chapter 4: Another Day at Greenville High

47 5 10
                                    

"DIAAAAAAAM!"

Teriakan Mrs. McGregor menggema sampai ke ujung ruangan, berdengung di koridor dan merambat ke dinding kelas sebelah.

Wajah guru matematika itu merah padam ketika menarik paksa selembar kertas yang entah sejak kapan menempel di punggungnya. Hidungnya kembang-kempis menahan amarah atas perlakuan murid-muridnya yang tak tahu diuntung. Murid-murid itu sekarang tidak berani mengangkat wajah mereka. Masing-masing terpingkal dalam volume sekecil mungkin. Mereka bersembunyi di bawah meja, di balik lengan yang ditangkupkan ke wajah, ataupun dalam kamuflase tawa menjadi batuk-batuk. Wajar saja Mrs. McGregor meledak, karena kertas itu bertuliskan "lemak di tubuhku bergejolak ketika dekat denganmu, sayang" dengan emoji hati dan ciuman.

"WAKTU AKU MENEMUKAN PELAKUNYA, AKU BERSUMPAH DEMI APAPUN DIA AKAN MENYESAL! AKAN KUCABIK JIWANYA HINGGA POTONGAN-POTONGAN KECIL! DAN TIDAK, BUKAN CUMA DETENSI, TETAPI JUGA TUGAS TAMBAHAN DAN PENGURANGAN NILAI DAN—"

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Ada tiga kemungkinan siapa si pengetuk pintu. Yang pertama adalah orang yang tidak mengenal Mrs. McGregor, yang kedua ia mungkin orang gila, atau yang ketiga ia punya niatan bunuh diri.

Ini bukan pertama kalinya wanita galak itu berteriak-teriak di kelas. Tidak pernah ada guru yang repot-repot mengetuk pintu untuk protes, bahkan kepala sekolah pun akan memilih mengabaikan segala komplain menyangkut wanita gempal berkacamata itu. Tidak akan ada yang berani menghadapi murka sang naga.

"Ma-maaf menyela se-sebentar Mrs. McGregor," kata seorang lelaki botak yang kelewat kurus dengan ketakutan pada pelototan Mrs. McGregor. Dia adalah Mr. Gambon, wakil kepala SMA Greenville. Dari belakangnya menyusul seorang cewek berparas oriental dengan terusan abu-abu dan topi beret merah marun menghiasi rambut hitam berombaknya. "Aku mengantar murid baru, " kata Mr. Gambon singkat lalu berlari-lari kecil keluar ruangan. Agaknya, rasa ketakutan laki-laki itu sudah tak tertahankan.

Mrs. McGregor menurunkan kacamatanya. Dengan masih cemberut ia mengamat-amati si cewek. "BAIKLAH, PERKENALKAN DIRIMU!" perintahnya nyaring seolah ada mikrofon yang tertanam di tenggorokannya.

"Namaku Elizabeth Caster. Kalian bisa memanggilku Liz. Aku baru pindah ke kota ini."

"Hai Lizzy, aku Michael, boleh aku panggil kau bidadari?" celetuk Michael Yang dari bangku paling depan sambil mengedip genit.

"Cukup Liz saja, trims." Elizabeth tersenyum kering.

Mrs. McGregor mendelik tidak senang, namun wanita itu cuma memberi isyarat untuk Elizabeth duduk sehingga cewek itu mulai mencari kursi kosong. Mrs. McGregor memang mengerikan, tapi dia akan berusaha menciptakan kesan pertama yang baik jika ada orang baru. Sepertinya kelas itu berhutang budi pada Elizabeth.

Seorang cowok berkacamata terjatuh. Michael menepuk-nepuk kursi si cowok yang kini telah kosong karena pemiliknya di dorongnya paksa. Namun Elizabeth menggeleng. Mengabaikan ekspresi kecewa Michael, Ia malah berjalan ke bangku barisan belakang, lalu berhenti. Ia memilih duduk di bangku yang berada tepat di samping Jaden.

***

"Kau terlihat familier," bisik Jaden pada Elizabeth di kala Mrs. McGregor sibuk menuliskan soal aljabar di papan tulis putih. "Eh—maksudku... namaku Jaden," ralatnya sambil tersenyum manis, agar Elizabeth tidak mengira kalau Jaden satu spesies dengan Michael, yang pada kenyataannya memang benar.

Mendengarnya, Elizabeth heran kenapa Jaden lupa pada kejadian kemarin. Jelas-jelas mereka sudah bertemu. Apa mungkin ia menganggap peristiwa aneh yang kemarin adalah mimpi? Elizabeth kemudian menyimpulkan bahwa waktu ia menghapus ingatan Will, ingatan Jaden ikut terhapus. Ah... sayang sekali, gumamnya. Tapi kenapa Jaden bahkan melupakan namanya? Sekarang ia menyimpulkan kalau ingatan Jaden payah.

Jaden's Magical ExperienceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang