|2| Ditikam

11K 410 2
                                    

Alan P.O.V

Seorang lelaki paruh baya dengan jenggot putih itu tersenyum melihat kehebatan putri musuhnya. "Lihat, apa yang akan aku lakukan pada adik tersayangmu itu." Sebuah pisau yang tajam dan lumayan besar ia lemparkan dan ditangkap dengan tangkas oleh anak buahnya.

"Bangsat, jangan lukai adik gue! Masalah lo sama gue kan? Oke, bawa gue aja. Perlakuin gue sesuka lo asal jangan mengaitkan masalah ini dengan adik gue!" bentakku sambil berusaha melepaskan tali yang mengikat tangan dan kakiku.

Lelaki yang menjadi pimpinan para pria kekar itu tersenyum simpul. “Tidak semudah itu. Dia juga memiliki hubungan darah dengan keluarga Alvero.” Ujar lelaki itu sembari terus menatap pergerakan Yura.

"Akhirnya lepas juga. Ini kesempatan buat gue sama Yura kabur." batinku seraya melihat kedua tangan dan kakiku yang telah bebas. Senyuman tipis terukir di bibirku. Tapi itu tidak bertahan lama ketika aku mendongakkan pandanganku menatap lurus ke depan. Mataku terbelalak lebar mengetahui anak buah bangsat itu tengah berjalan cepat ke arah Yura dengan menodongkan pisaunya.

Tanpa berpikir lagi, kulangkahkan kakiku panjang-panjang. Memeluk tubuh mungil adik yang sangat kusayangi itu. Dapat kurasakan ketegangan pada tubuh Yura.

Jleb!

"Kak Alan!" teriak Yura melengking. Tanganku yang bergemetar mengelus pipi lembut adikku yang meneteskan air mata. Senyum melengkung di bibirku seolah mengatakan ‘aku baik-baik saja’ sebelum mataku yang terasa berat ini tertutup.

Author P.O.V

Tubuh Alan yang tidak sadarkan diri tumbang dalam pelukan Yura. Yura masih syok dengan linangan air mata. Kedua tangannya menangkup pipi Alan. Fokusnya beralih pada luka tusuk di punggung Alan yang terus mengeluarkan darah.

Genangan air mata yang menumpuk di ujung mata Yura menetes satu persatu, punggungnya bergetar hebat. Apa yang terjadi? Semuanya terasa begitu cepat dan tiba-tiba. Seharusnya dia yang berada di posisi kak Alan. Kenapa kakaknya harus menyelamatkan dirinya? Kenapa bukan dia saja?

Tangis Yura pecah, Tubuhnya luruh terduduk di lantai karena tidak bisa menahan berat badan kakaknya. Sekelebat ide untuk mencabut pisau yang tertancap di punggung Alan datang dalam benaknya. Bibir Yura bergetar hebat dengan sesekali meringis seolah-olah ikut merasakan sakit yang dialami kakaknya.

“Kak Alan, to-tolong tahan sebentar saja. Se-semuanya akan kembali membaik.” Yura mengelap kasar air matanya. Tangannya dengan ragu-ragu memegang pisau di punggung Alan.

Entah, apa kewarasannya itu masih ada atau tidak? Yura hanya berpikir pisau itu akan membuat kakakknya terus merasakan sakit. Dia tidak mau kakaknya tersiksa seperti itu.

"Yuk cabut!" perintah sang pimpinan pada para anak buahnya. Ia mengukir senyum puas menatap putra dari keluarga musuhnya telah sekarat karena ulahnya. Hari ini hari yang sangat indah. Mungkin nanti dia perlu merayakan pesta dengan para anak buahnya.

Para pria dengan tuxedo hitam itu menyeret kawan-kawannya yang tergeletak di lantai keluar bersama mereka. Berjalan keluar melewati pintu belakang. Menyisakan Yura dengan tangis pilunya itu sendirian.

"Hiks I-ini gimana? Hiks kenapa bisa ja-jadi begini?" monolog Yura. Matanya terus menatap luka di punggung Alan. Deraian air matanya turun menetes di wajah Alan. Tak sadar, Alan juga ikut meneteskan air mata dalam keadaan pingsan.

Dengan niat yang masih sama, Yura membalikkan tubuh Alan hingga tengkurap. Kedua tangannya terulur memegang pisau yang menancap di punggung Alan. Yura terus merapalkan doa dalam hati. Dia takut kakaknya akan kenapa-napa.

Ceklek.

"ALAN, YURA! MOMMY SAMA DAD--" teriakan hebohnya terhenti. Kaki mommy Yura mundur satu langkah ke belakang, bagai tersambar petir di sore hari ketika matanya melihat pemandangan tragis yang sama sekali tak diduganya.

"Iya, tadi gue yang jemput mommy sama daddy. Kalian gak marah kan? Tadi soalnya juga mendadak." timpal Raka dengan mata yang terfokus pada hp di tangannya. Kening Raka mengernyit. Dia merasa janggal, karena biasanya mommy akan heboh jika sudah dipertemukan dengan Yura. Tapi sekarang? Suasananya justru sunyi seperti pemakaman.

Lantas Raka menoleh ke samping, dimana mommy daddynya tengah berdiri. Alis Raka menyatu melihat ekspreksi terkejut di wajah orang tuanya. Sontak saja Raka mengikuti arah pandang mommy dan juga daddynya itu.

Deg!

Mommy Yura buru-buru berlari ke arah putranya yang terbaring lemah. Mendorong tubuh Yura dengan sekali hentakan. Tangannya menepuk-nepuk pelan pipi Alan. “Alan, nak, bangun yah. Mommy sudah datang.” Ucap Srinta dengan air mata yang sudah tak tertahan lagi. Matanya berpindah fokus pada luka tusuk di punggung Alan.

Srinta berganti menatap Yura yang terus saja menatap anak kesayangannya itu. “Yura, kau apakan kakakmu? KAU APAKAN DIA, HAH?!” bentak Srinta dengan emosi yang tersulut. Dadanya naik turun tak beraturan.

Yura memegang lengan Srinta, “mom-mommy dengar--“

Srinta menepis kasar tangan Yura, “jangan sekali-kali kau menyentuh tanganku. CEPAT PERGI DARI SINI! AKU TIDAK MEMBUTUHKAN ANAK PEMBUNUH SEPERTIMU! DASAR BITCH!” teriak histeris Srinta. Tangisnya menggelegar dalam kesunyian mansion.

"Tapi hiks... mom, i-ini gak seperti apa ya-yang ka-hiks.. kalian li-lihat" ucap Yura terbata-bata, dia berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tangan Yura bergerak menggapai lengan Srinta, namun terlihat jelas Srinta menghindarinya.

Srinta memeluk tubuh anak kesayangannya itu dengan tangisnya yang terisak-isak. "Keluar!" bentak Srinta lalu kembali menangis tersedu-sedu.

Yura tersentak kaget mendengar bentakan mommynya. Baru pertama kalinya ia mendapatkan bentakan dari mommynya itu. Yura mengelap kasar air matanya, bangkit berdiri dengan susah payah. Bahkan kakak sulungnya dengan tega menarik dirinya menjauh dan mendorong tubuh rapuhnya menuju pintu utama.

"Gue gak percaya, lo bisa ngelakuin perbuatan serendah ini." geram Raka dengan kedua tangan yang terkepal kuat.

"Daddy kecewa sama kamu, Ra." ujar daddy Yura, Gendra. Ia menatap nanar Yura dengan hembusan nafas berat.

...

Hari ini adalah hari paling terkutuk bagi Yura. Hari dimana ia diusir dari kediamannya karena perbuatan yang tidak ia lakukan. Tidak ada yang mau mendengarkannya ataupun mempercayainya. Senyuman yang setiap hari ditampilkan oleh mommy, daddy dan kakak itu adalah senyuman palsu. Semuanya hanya palsu!

Pyassshhhh!!! Gledaarrr!!!!

Suara petir bersahutan dengan kilat, lalu tak lama hujan menyusul dengan sangat deras dan lebat. Yura merengkuh tubuhnya dengan kedua tangan. Angin malam saja telah membuat tubuhnya kedinginan, sekarang justru bertambah dengan air hujan. Apa memang takdirnya seburuk itu?

"Hiks Gu-gue mau ke-kemana ini? Hiks hiks," tangis Yura sambil menggigil kedinginan. Berulangkali kedua telapak tangannya ia gosokkan untuk menimbulkan sensasi hangat.

"Kenapa semua jadi begini?" batinnya.

Dengan perasaan campur aduk, Yura memaksakan kakinya untuk terus melangkah. Berjalan tanpa arah ditengah derasnya hujan. Sendirian, tanpa ada seseorang yang menemani.

Strong Girl and Misteriosly Boy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang