III

84 7 1
                                    

- 17 April 2041 -

"Tok, tok, tok. Cessa!" Arza memanggil dan mengetuk gembok yang menempel pada pagar.

Tiba-tiba terbukalah pintu rumah Cessa. Terlihat Ibu Cessa yang sedang tersenyum saat melihat Arza. "Wah, ada Arza. Mau jemput Cessa ya?"

"Hehe, iya tante. Aku sama Rasya mau ngajakin Cessa pergi buat bantu selesain urusan toko." Arza kemudian menengok ke arah Rasya yang berada di dalam mobil dan menggelengkan kepalanya.

"Oh, tadi Cessa sama Galen udah pergi duluan naik motor. Soalnya sore ini Cessa bakalan tanding di final." Ucap Ibu Cessa sembari mendekati Arza.

"Final? Bukannya tanggal 29 ya tante?" Arza kebingungan mendengar kabar tentang pertandingan tersebut.

"Itu mah si Cessa yang salah denger. Dia mah malah dengerin pengumuman buat lomba tenis meja. Yang bener tuh jadinya hari ini."

'Waduh, kudu cepet-cepet nih.' Arza kemudian pamit kepada Ibunya Cessa dan pergi memasuki mobil.

"Dia kemana?" Rasya penasaran dengan apa yang terjadi disana.

"Finalnya hari ini gila! Gua kira masih lama. Cessa tuh salah denger." Arza terlihat panik karena mereka hanya punya waktu beberapa jam sebelun pertandingan dimulai.

"Lahh!! Yaudah cepetan kita ke gor nya. Lu tau kan? Kemaren Cessa sempet bilang di jalan pas balik." Rasya menyalakan mesin mobil dan melajukan kendaraannya.

"Iya tau. Liat Google Maps aja." Arza kemudian membuka ponselnya dan mencari lokasi pertandingan.

Arza dan Rasya kemudian melaju mobilnya dengan secepat yang mereka bisa. Ditengah perjalanan, Arza menanyakan sesuatu kepada Rasya.

"Ras." Arza melirik ke arah Rasya.

"Ape? Gua lagi nyetir nih." Rasya tetap konsentrasi ke jalanan dan mendengarkan Arza.

"Kok Cessa akhir-akhir ini jarang banget kumpul sama kita sih? Kemaren aja baru ngumpul lagi setelah dua bulan. Dia berduaan mulu sama pacarnya, Galen. Apa dia..." Ucapan Arza dipotong oleh Rasya.

"Ah ngaco lu! Jadi lu berpikir kalo kita jarang ngumpul kita bukan sahabat lagi gitu?" Rasya sempat melirik sekilas ke arah Arza.

"Ya enggak gitu juga."

"Persahabatan itu, diukur dari seberapa dalam seseorang mengenal diri lu. Bukan tentang seberapa sering kita ketemu sama orang itu." Rasya kemudian tersenyum.

"Ok deh. Gua percaya sama kata-kata lu." Arza juga ikut tersenyum.

"Itu sih suatu keharusan." Rasya menjawab dengan nada seperti orang yang sombong.

"Prett." Mereka berdua kemudian tertawa.

"Eh iya, telpon si Cessa coba." Ucap Rasya.

"Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak bisa dihubungi."

"Gak dijawab."

"Coba lagi."

"Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak bisa dihubungi."

BETWEEN DREAM & FRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang