- 21 April 2041 -
"Jadi kalian ngapain ngajak gua jalan-jalan tiba-tiba?" Cessa terlihat sangat kebingungan dengan apa yang terjadi.
"Ya, ngerayain kemenangan lu. Dan sekalian gantiin jadwal jalan-jalan ke Jepang." Jawab Rasya penuh semangat.
"Haduh... ya tapi ini mau kemana? Daritadi gua nanya mau ke mana dikacangin mulu!" Cessa terlihat sedikit kesal. Ia memandangi kedua sahabatnya dengan sangat serius.
"Liat aja udah, tempatnya bagus elah. Iya gak za?" Balas Rasya dan menganggukkan kepalanya ke arah Arza yang sedang menyetir mobil.
"Yoi." Jawab Arza cepat.
"Masih jauh? Kita mulai masuk ke hutan-hutan gini soalnya. Apalagi ini udah mau sore." Cessa melihat-lihat ke arah luar dengan sedikit keraguan.
"Santai aja Cessa. Kita ini bukan penculik! Nanti ada tempat nginep gitu. Kita udah sewa dua kamar buat semalem pake uang sisa ke Jepang." Jawab Rasya sembari memainkan ponselnya.
"Apaan? Rumah nenek sihir?" Jawab Cessa sedikit ketus.
"Yakali! Ya semacam hotel kecil gitu. Udah terkenal kok!" Bantah Rasya.
"Yaudah iya." Cessa mengalah dan mengikuti apa yang kedua sahabatnya rencanakan.
Mereka bertiga pun menikmati pemandangan dari atas gunung yang cukup tinggi ini. Terlihat matahari sudah berwarna sangat kekuningan di langit yang dihiasi awan-awan. Mereka bertiga benar-benar menikmati perjalanan kecil mereka. Alunan musik kesukaan mereka, membuat perjalanan mereka semakin menyenangkan.
"Eh iya Za, uang yang buat ke Jepang tinggal berapa dan di siapa?" Tanya Cessa.
"Tinggal setengah, ada di gua. Nanti kita nabung bareng lagi biar bisa kesana." Jawab Rasya.
Cessa kemudian teringat sesuatu. Ia belum memberitahu soal hadiah kemenangannya. Ia mendapat beasiswa ke Jepang dan harus pergi kesana. Bahkan semua rangkaian tes dan wawancara sudah ia jalani.
'Apa ini saat yang tepat buat bilang ke mereka?' batinnya.
"Ces, kita punya kejutan." Arza yang sedang memarkirkan mobilnya melihat sebentar ke arah Cessa.
"Hah? Apaan?" Cessa terkejut mendengar perkataan Arza.
"Kita turun dulu aja. Kita udah sampe." Tanpa Cessa sadari, ternyata ia sudah sampai disebuah lapangan kecil dipinggir tebing, yang tepat mengarah ke arah matahari terbenam. Ada beberapa orang juga yang terlihat sibuk mengambil foto.
Mereka bertiga terdiam dan menikmati sunset terindah dalam hidup mereka yang indahnya bukan main.
Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya mereka duduk di dekat pinggiran tebing dan menikmati pemandangan.
"Gila, ini bagus banget Ras, Za." Cessa tak bisa memalingkan pandangannya dari pemandangan itu.
"Iya dong, gua yang cari tempatnya!" Rasya terlihat sangat senang mendengar perkataan Cessa.
"Iya, pake internet gua!" Jawab Arza sembari melihat ke arah Rasya dengan tatapan khasnya.
"Hehe—" Rasya terseyum dan menepuk pundak Arza.
Mereka bertiga tertawa terbahak -bahak dan bercerita tentang berbagai lelucon dan beberapa kejadian belum lama ini.
"Ces, gua dorong enak nih." Rasya tiba-tiba berdiri di belakang Cessa yang sedang berada di dekat pinggir tebing.
"Dorong aja Ras. Siapatau dia bisa terbang, kitanya aja yang gak tau." Tambah Arza yang sedang berada di sebelah Cessa.
"Terserah anjir." Cessa kemudian ikut tertawa dan membuat kedua temannya tertawa juga.
'Gua rasa ini waktunya.' batin Cessa.
"Za, gua mau ngasih tau sesuatu yang penting." Cessa seketika menghentikan tawanya dan menjadi serius.
"Tunggu, kita dulu. Ini lebih penting!" Rasya kemudian menarik Cessa dan berkumpul di depan mobil.
"Yaudah paan?" Cessa tersenyum kecil dengan ekspresi penasaran.
"Ces, Kita udah daftarin diri kita ke salah satu Universitas di Amerika!! Kita udah tes dan wawancara. Tinggal elu doang yang belum, besok kita anterin?" Arza dan Rasya tersenyum lebar menyampaikan berita bahagia itu.
"Apa?" Kini perasaan Cessa tak menentu lagi. Ia hanya bisa terdiam, selagi ragu untuk menyampaikan berita miliknya.
"Kok gak kaget sih Ces? Kenapa lu?" Rasya penasaran dengan respon Cessa yang tak sesuai ekspektasi mereka.
"Rasya, Arza. Ini soal hadiah tanding gua kemarin." Cessa masih terlihat ragu menyampaikannya.
"Kenapa Ces? Mereka belum ngasih lu hadiah tanding?" Arza menebak-nebak.
"Sebenernya..."
"Apa Ces? Lu kenapa?" Rasya dan Arza semakin penasaran dengan apa yang terjadi pada Cessa
"Hadiah tandingnya itu beasiswa ke Jepang dan gua udah ikutin semua tes dan persyaratannya."
Rasya dan Arza sangat terkejut mendengar pernyataan Cessa tadi. Ekspresi mereka berubah drastis. Nampak kekecewaan dan kesedihan di mata mereka.
"Ces, t-tapi— kenapa lu gak bilang sama kita? Kan kita bisa ambil yang di Jepang waktu itu." Arza terlihat sedikit kecewa.
"Gua cuma gak mau kalian sedih karena gua bakalan pergi! Jadi gua gak bilang. Maafin gua." Cessa terlihat sangat sedih mendengar semuanya.
"Kalo gini ceritanya–" Arza menatap langit sore lagi.
"Iya, kita gak bisa bareng lagi." Tambah Rasya.
"Maafin gua! Gua cuma gak mau dua orang manusia yang ada di hadapan gua lagi ini sedih!"
"Padahal, kita udah rencanain tinggal dan buka bisnis di Amerika Ces–"
Matahari mulai membenamkan dirinya. Langit yang tadinya berwarna oranye indah, kini perlahan berubah menjadi biru gelap. Cessa kebingungan. Semuanya terdiam. Rasya dan Arza juga terdiam dalam sedih. Cerita persahabatan mereka yang sudah sampai sejauh ini, kini mendekati akhirnya. Cessa tak tahu harus pergi ke Universitas yang mana. Kini ia hanya punya dua pilihan : Mimpinya, atau kedua sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN DREAM & FRIENDS
Kısa Hikaye• A Sci-fi Themed Short Story • Hidup tak pernah lepas dari pilihan. Setiap hari, kita selalu dihadapkan dengan pilihan. Entah itu pilihan yang mudah, sampai sulit sekalipun. Hingga pada suatu hari, seorang perempuan bernama Cessa dihadapkan pada du...