Ready? Jangan lupa dengar audionya!!!! Happy reading!!!!!!
****
Bandung, 2018
Suasana ramai, panas, dan memuakkan bagi Karel. Lelaki itu memakai kemeja putih dengan celana hitam cutbray. Masih sangat terlihat jelas jiwa berandalan nya. Dia tidak sendirian, melainkan bersama dua temannya, Yanto dan Rifal. Mereka baru berkenalan saat OSPEK kemarin.
Tubuh Karel bersandar pada pondasi. Dia berada sedikit jauh dari kerumuman para maba (mahasiswa baru), berteduh dari teriknya matahari pagi. Matanya mengedar ke segala arah, memperhatikan segala hal yang masih terasa asing baginya.
Empat tahun gue bakal ada di tempat ini pikirnya dalam hati. Pikirannya terus berkelana kemana-mana, kicauan Kakak tingkat di depan sana seolah tak begitu indah di telinganya.
”Woi! Lu denger gua ngomong gak?” Suara datar dan dingin berhasil membuat Karel berdiri tegak. Matanya mengedar, memperhatikan orang-orang yang juga tengah menatapnya prihatin. Tatapannya berhenti pada seorang gadis ber-almamater navy di depannya.
”Kenapa?” Tanyanya heran.
”Lo ngapain ada disini?” Tanya gadis itu dengan wajah merah padam. Karel sempat melihat badge nama yang menempel di dada kirinya Caitlin Halderman.
”Sori Kak, gua bengong. Ada apa?” Kata Karel sopan.
”Lo masih waras?” Tanya Caitlin masih dengan nada datarnya.
”Lha? Emang gua keliatan gila?” Sahut Karel balik bertanya. Lengannya dicubit pelan oleh Yanto, tapi dia tidak mengindahkannya sama sekali.
”Gue ngomong dari tadi, dan lo gak dengerin sama sekali. Punya nyali berapa?” Caitlin masih berusaha mengendalikan suaranya.
Karel mengernyit keheranan, ”apaan sih lu? Gak jelas banget.” Kata Karel malas.
Wajah Caitlin semakin merah, antara panas terpapar matahari juga malu di depan para juniornya. ”Lo, gue hukum!” Tukas Caitlin.
”Lha? Lu waras?” Tanya Karel tak habis pikir. Ucapannya itu tentu saja membuat semua orang geram. Terlebih teman-temannya yang sedari tadi sudah berusaha menghentikan tingkah konyolnya.
”Lu alumni mana sih? Di ajarin sopan santun gak sama sekolah lu?!” Seorang lelaki ber-almamater sama dengan Caitlin angkat bicara. Beni, kakak tingkat dari divisi kedisiplinan sangat geram dengan tingkah Karel, jika saja Caitlin tak menahannya, sudah dia habisi lelaki dihadannya itu. ”Dari kampung ya?!” Ucapannya itu berhasil menyulut emosi Karel.
”Jaga bacot lu! Jangan bawa-bawa sekolah kebanggaan gua!” Karel membentak marah, dia maju selangkah, berniat menghajar Beni. Tapi orang-orang yang mengerumuni segera menahannya.
”Stop! Apa-apaan sih lo berdua!” Teriak Caitlin marah.
”Elo Ben,” Caitlin menatap temannya itu marah, ”lo itu senior, mana wibawa lo?!” Bentaknya tak habis pikir, tatapan matanya beralih pada Karel, ”dan lo, berani bertingkah kayak gini, yakin bakal diterima di unpad?” Tanyanya pelan, tapi menohok.
”Masih banyak univ lain yang bakal terima gue kalopun gue ditolak disini” jawab Karel sarkastik. Dia berlalu pergi meninggalkan kerumuman.
Caitlin berdecak marah, lengannya mengepal kuat, tidak terima dipermalukan di depan junior-juniornya.
”Emang gak punya etika tuh bocah!” Beni kembali dibuat murka. Dia berniat mengejar Karel, namun Caitlin segera menahannya. ”Dia harus ditatar Cait!” Katanya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta dan Hujan
FanfictionDia, seperti hujan. Datangnya sementara, membawa pelangi lekas pergi lagi. (Saquel Langit dan Bumi)