Revolusi 2

58 22 99
                                    

Perhatian!!!...

Baca cerita ini dengan khidmat, baca isinya secara menyeluruh, resapi dalam hati, lalu kasih vote dan komentarnya... hehe

Terima kasih untuk yang sudah meluangkan waktunya dan membaca cerita saya.

HAPPY READING.... ^_^

🍀🍀


     Malam hari sehabis hujan itu biasanya paling enak bergulung dengan selimut di atas kasur yang empuk, segela kopi atau cokelat panas menemani menonton televisi. Mungkin seharusnya Bulan juga melakukan hal itu, tapi ia malah duduk di tengah kafe, terjebak dengan deadline kantor yang harus ia selesaikan malam itu juga.

     Bulan menatap fokus laptop di hadapannya, kacamata minus bertengger manis di hidung mancungnya, jemarinya  bergerak dengan lincah, menekan keyboard dengan cepat seolah huruf-huruf mengalir dalam otaknya. Sesekali dahinya mengerut samar, lalu ia menghela napas pelan.

     "Permisi, mbak."

     Bulan mendongak, matanya menatap datar orang yang mengganggu konsentrasinya. Bulan kesal bukan main, khayalan dan inspirasi yang menari-nari di kepalanya ambyar sudah. Padahal sudah tanggung banget, karena ia hampir menyelesaikan proposal kantornya.

     Sialan!

     Lelaki itu tersenyum canggung. "H-hai, nama gue Angkasa. Gue mahasiswa UI jurusan arsitektur."

     Bulan hanya menatap uluran tangan itu tanpa minat, membuat cowok itu menarik kembali tangannya dengan kikuk.

     "Gue mau minta bantuannya, mbak. Boleh nggak kalau gue pinjem ponselnya bentar, HP gue mati," pintanya hati-hati.

     Alis Bulan berkerut dalam, mulai curiga. Ia menatap aneh cowok gondrong di hadapannya, seolah ada alien yang tengah menyamar dan akan menghancurkan bumi seketika itu juga.

     Bulan melirik sekitar, dan hanya menemukan beberapa orang saja. Mungkin hujan, jadinya orang-orang malas bepergian.

     "Gue nggak bakal nyuri hp-nya, kok. Gue cuma mau nelpon temen, suer!" jelasnya mengerti arti dari tatapan Bulan.

     Bulan memberikan ponselnya tanpa banyak bicara, lalu kedua tangannya kembali asik mengetik laptop, tidak mengidahkan cowok yang meminjam ponselnya seraya menjauh untuk menghubungi teman bangsat-sialan-berengsek yang sudah meninggalkannya di sini sendirian. Tanpa uang!

     Bulan mendengkus samar saat terdengar suara umpatan dari cowok itu, namun ia memilih tak peduli. Mungkin saja cowok itu sedang kesal, sama seperti dirinya. Hanya saja, Bulan menahan umpatannya keluar, tidak blak-blakan seperti itu.

     "Terima kasih ya, mbak," ujar Angkasa sambil meletakkan ponsel Bulan di atas meja. Bulan hanya mengangguk pelan tanpa repot-repot menoleh.

     Yang Bulan tidak tahu, sedari tadi cowok itu juga menahan kesal karena merasa diacuhkan. Ia berpikir bahwa Bulan adalah cewek sombong, angkuh dan bisu karena tak sekalipun membalas ucapannya.

     "Sekali lagi makasih ya, mbak. Maaf kalo saya ngerepotin, nanti pulsanya saya ganti, kok."

     Bulan berdecak malas, memberitahukan betapa ia sangat terganggu dengan kehadiran cowok itu.

     "Gak perlu. Sekarang saya lagi sibuk," sindirnya berharap cowok itu mengerti untuk segera pergi.

     "Ehh... Saya permisi kalau begitu. Sekali lagi terima kasih."

     "Sama-sama."

     Bulan terdiam, hela napas berat keluar dari mulutnya. Pikirannya tengah kacau, dan ia menjadi malas untuk melanjutkan tugasnya.

Revolusi Hati #wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang