4. Another Day

209 26 23
                                    

Chapter Four

Semuanya terserah padamu.

Hanya tiga kata, namun itulah penyebab kediaman Chan saat ini. Baru saja dia selesai makan siang bersama hyung-nya, membahas hal penting yang tadi sempat dikatakan Soonyoung sebelum Chan mengiyakan permintaan Soonyoung untuk makan siang di luar.

Terserah padaku. Aku yang harus memutuskan. Chan terus berkutat dengan pikirannya sendiri. Kedua tangannya mengepal bersandar di atas pangkuannya. Tatapan Chan kosong; lurus kedepan menembus kaca mobil yang sedang dikendarai oleh hyung-nya. Bagaimana bisa hyung-nya memberi pilihan yang begitu sulit untuk di mengerti? Bukan seperti ini akhir dari makan siang mereka yang di harapkan oleh Chan. Mengira jika hyung-nya akan mengatakan hal penting yang akan membuat dia dan juga hyung-nya menjadi lebih akrab dari sebelumnya. Namun pada kenyataannya malah membuat Chan harus memilih sebuah pilihan yang membuntukan jalan pikirannya. Tidak mungkin jika Chan tutup mulut, berpura-pura seolah dia tidak mendengar perkataan dari hyung-nya, hyung-nya pasti akan marah. Tapi bukankah Chan sudah sangat sering melihat hyung-nya marah; kepada dirinya? Lalu, apa kali ini hyung-nya akan tetap marah jika Chan tidak mau menjawab pilihan yang Soonyoung berikan? Marah yang sebenarnya marah. Bukan seperti marah yang selama ini sering Chan lihat. Itu adalah sikap dingin, bukan api kemarahan.

Tanpa sadar Chan meremas ujung bajunya yang dekat dengan kepalan kedua tangan di pangkuan. Haruskah dia mengatakan iya kepada hyung-nya agar hyung-nya bisa lebih hangat pada dirinya kelak?

Chan menelan ludah yang telah mengering di tenggorokannya. Dia bersiap untuk mengeluarkan suara.

Chan menoleh kearah hyung-nya yang sedang menyetir, "Tidak bisakah jika aku tetap di sini saja, hyung?" namun kalimat itu hanya keluar dari dalam hatinya. Karena Chan masih belum tahu mau menjawab seperti apa dan bagaimana untuk menjelaskan alasan kenapa dia sangat ingin tinggal.

Tak ada percakapan sama sekali sejak mereka keluar dari restaurant dan mulai memasuki mobil sampai mereka berjalan sejauh ini. Semuanya diam.

Dia menunduk. Tiba-tiba saja Chan merasakan matanya mulai memanas. Ingin sekali dia melampiaskan segala gejolak yang menumbuk berat hatinya secara berkala. Tapi dia tidak memiliki keberanian untuk membangkang. Setidaknya, tidak untuk saat ini, karena Chan yakin jika hyung-nya tidak akan bisa memahami penolakannya.

Apakah Chan harus mengalah demi hyung-nya?

Beberapa menit lagi mereka sudah sampai di studio tempat Chan biasa berlatih dance bersama Minghao. Inikah salah satu alasan kenapa dia sangat ingin tinggal? Minghao dan juga dance. Dua hal berbeda yang membuat Chan merasa hidupnya terisi penuh. Tapi jika dia tinggal, dia akan kehilangan hyung-nya seutuhnya. Ini benar-benar sulit dan diluar kemampuan Chan untuk berpikir normal.

Apa hyung-nya sudah tidak menginginkan dirinya lagi? Hingga membuat keputusan yang sangat sulit bagi Chan untuk memilih. Chan menyayangi hyung-nya, sangat, sangat menyayangi. Tapi apakah hyung-nya juga berpikir yang sama tentang dirinya?

Chan putus asa. Dia menangis.

Soonyoung tidak menyadari keadaan Chan yang sedang kacau disampingnya, sampai dia mendengar samar suara isakan Chan yang tertangkap oleh kedua telinganya.

Soonyoung menoleh sebentar dan langsung meminggirkan mobilnya, "apa kau ingin pulang ke rumah saja, Chan?" mantap menatap adiknya yang menunduk karena menangis. Soonyoung melihat dengan jelas air mata Chan yang jatuh mengalir melewati pipinya, "kau ingin pulang?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wings [If These Wings Could Fly]▫[Seokmin & Soonyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang