(H)OUR MOMENT - JIKA AKU MATI...

189 28 78
                                    

Seluruh pasukan yang berada dalam Divisi 9 berkumpul dalam baraknya. Sekitar dua puluh orang menjaga posisi push up selama lebih kurang satu jam. Beberapa di antara mereka bertahan dengan lengan gemetar, pegal, sementara yang lain tak bisa menahan diri untuk tidak bergerak. Tidak. Perut mereka tak boleh menyentuh tanah sama sekali sampai Kolonel Tatsuo datang dan masuk ke dalam tenda.

"Menangkap ikan saat bertugas atau berlari saat waktu tidur! Kau pikir ini tempat bermain?" teriaknya lantang: kolonel itu.

Lee Changsub dan beberapa yang lain geram. Mereka mengepalkan tangan kuat-kuat meski lengannya masih digunakan untuk menahan berat beban tubuh. Siapa yang bermain di sini? Siapa juga yang menghendaki menangkap ikan di waktu pagi tanpa tendensi apa pun? Siapa? Siapa yang dengan bodohnya mempermainkan orang yang tengah serius bekerja membangun jembatan ponton agar cepat selesai? Telinga Lee Changsub memerah. Hatinya membara.

Entah apa yang tengah dilakukan orang-orang Jepang itu. Mereka menyita barang-barang milik Prajurit Kekaisaran asal Korea: makanan sebentuk roti tawar, beberapa jar selai yang tak lagi penuh, buku harian, pakaian, juga sepatu yang tak digunakan dalam perang—sepatu lari Kim Jun Shik mungkin (?).

"Pastikan segala sesuatunya terbakar!" perintah Tatsuo.

"Anieyo!" Menyadari bahwa sepatunya hendak diabukan, Kim Jun Shik bangkit dan hendak mengambil barang sitaan itu kembali. Betapa tidak? Ia memang begitu mencintai sepatunya: satu-satunya kenangan yang ia punya—kenangan manis, kenangan pahit, kenangan tentang keluarga yang membesarkannya.

"Brengsek! Beraninya kau!" Salah seorang pria Jepang menendang mundur Kim Jun Shik. Ia terpelanting ke belakang hingga menimpa beberapa rekannya yang masih terkejut.

"Jangan sepatu lariku!!!" Ia merangkak hendak menggapai sepatu lusuh yang jatuh tak jauh dari tempatnya terempas.

"Oh? Begitukah?" Tentara Jepang itu tersenyum meledek. Ia meletakkan alas sepatu beratnya di lengan Jun Shik yang masih berusaha menggapai sepasang sepatu kesayangannya. Laki-laki itu kemudian meringis kesakitan ketika si prajurit menambah volume tekanan di lengannya, lebih, dan lebih lagi.

"Jika kau ingin berlari, lakukan itu dengan telanjang kaki!!" hardiknya. Ia lalu memerintahkan rekannya untuk membawa barang-barang itu keluar tenda, membasahinya dengan minyak tanah, lalu menjatuhi tumpukan barang basah minyak itu dengan korek api yang menyala.

Kim Jun Shik yang melihat sepatu kesayangannya menghangus dalam nyala api memberontak. Ia bersikeras keluar tenda untuk menyelamatkan sepatunya yang kini menghitam arang. Berkali-kali ia hendak menerobos penjagaan ketat beberapa prajurit dan sebanyak itu pulalah ia dihajar: bertubi-tubi tanpa henti.

"Berapa banyak pukulan yang kau mau, Anjing Korea??!!" Kim Jun Shik menerima pukulan terakhir di kepalanya, pukulan dari senjata laras panjang. Ia terjerembab, matanya berkunang-kunang, tak mampu bangkit, juga tak bisa menyelamatkan sepatu kesayangan, juga ribuan kenangan yang melekat di tiap sisinya.

Setelahnya, malam yang mereka lalui tampak begitu panjang. Tidak. Tak hanya panjang. Bahkan di hari sesudah dini hari terlampaui, jalan kesengsaraan mereka masih amat-sangat-panjang. Ah, kau masih ingat jembatan ponton yang harus dibangun dalam waktu 48 jam? Ya. tampaknya kesialan berikutnya masih berkutat di lokasi itu.

Kolonel Tatsuo memerintahkan seluruh divisi untuk berbaris di sisi kanan kiri jembatan ponton yang sudah selesai dibangun. Dengan gagah dan congkak ia menunggangi seekor kuda hitam yang surainya panjang menjuntai. Dengan maksud mengecek kekokohan jembatan yang dibangun oleh pasukannya, ia hendak berkuda di atasnya.

"Changsub-ah, kenapa sisi ini tenggelam?" tanya seorang rekan.

"Mwo? Ada sekrup yang hilang (?)" Ragu, entah bertanya atau hanya menduga, Lee Changsub mengerutkan keningnya. Mendadak dadanya berdebar. Ia ingat betul bahwa semua sekrup sudah terpasang, tanpa cacat, tanpa kurang suatu apa pun. Tapi kenapa...siapa yang melepas sekrupnya?

[2018] (H) OUR MOMENT ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang