Fania memandangi jalanan yang ramai lancar melalui kaca mobil MPV Zaki dengan tubuh yang sedikit merapat ke pintu. Sesungguhnya ia berharap Zaki tidak akan mengantarnya kembali ke kantor, karena ia sudah merasa malas melihat tampang pengkhianat tunangannya itu.
"Kenapa kamu diem aja? Biasanya kamu suka ngajak aku ngobrol kalau lagi berkendara begini." Zaki mencoba mengawali percakapan yang sedari awal perjalanan tak ada satu kata pun yang diucapkan Fania padanya.
Fania menoleh dan senyum palsu terulas dari bibirnya, "aku masih ingin hidup untuk orangtuaku dan nggak mau mati konyol sama kamu karena kita berdebat dalam mobil. Kenapa kamu nganter aku ke kantor? Bukannya lebih baik kamu bersamanya?"
Zaki terkekeh saat ia melirik Fania yang nampak kesal padanya, "kamu cemburu ya?"
Fania meringis mendengar tudingan Zaki yang menurutnya sangat lucu. Dengan suara setenang mungkin, ia berkata, "aku cemburu? Yang benar aja, nggak sama sekali. Aku hanya kecewa karena orangtuaku tetap keukeuh menjadikanmu calon menantunya dan tak mengetahui bahwa calon menantunya tidak sebaik yang mereka kira selama ini. Bukankah lebih baik kita berpisah baik-baik dan kamu bisa melanjutkan hubunganmu dengan siapa pun yang kamu mau?"
Zaki mengetatkan rahangnya sambil memutar kemudi dan memperhatikan jalanan di depan. "Kita nggak bisa pisah begitu aja, Fan. Ini cukup rumit. Dan aku akan tetap menikahimu karena kewajibanku dengan orangtuaku. Kukira kamu juga begitu, berbakti terhadap orangtuamu."
Fania menghela nafas pelan. "Kamu atau aku yang akan membatalkan pernikahan."
Zaki menoleh kaget padanya dan menginjak rem dengan spontan. Kendaraan yang berada tepat di belakang mereka pun saling menekan klakson. Dengan cepat pria itu kembali menatap jalanan dan fokus pada kemudinya. Dia menelan saliva dengan sulit dan menatap jalan raya yang ramai lancar.
"Kita tetap akan menikah, Fan," katanya dengan rahang yang mengetat dan ia mencengkram kemudi dengan kuat.
Fania melipat bibir dan menyilangkan kedua lengannya di dada, "aku nggak bisa nikah sama kamu dan kamu nggak bisa memaksaku."
Terdengar suara kekehan Zaki yang terasa aneh di telinga Fania. "Kenapa kamu nggak mau? Dan kenapa baru sekarang kamu mau ngebatalin, Fan? Orangtuaku sudah mengeluarkan dana yang nggak sedikit untuk kita." Suaranya berubah dalam dan menakutkan.
Pria itu sadar bahwa ia telah berada di bahu jalan dan segera mengatur kemudinya untuk tetap berada di jalur kanan dan membelok ke arah showroom. Zaki menepikan MPV-nya di jalur keluar mobil dan berbalik badan ke arah Fania yang juga menatapnya intens.
"Aku nggak mau kita menikah sementara kamu masih jalan dengan wanita lain dan nggak bisa setia sama aku. Perjodohan ini nggak masuk akal dan aku nggak mau terlibat di dalamnya. Terima kasih untuk tumpangannya." Fania tersenyum tipis dan keluar dari MPV Zaki. Pria itu hanya terdiam melihat tunangannya yang tak gentar pada ucapannya. Tak lama kemudian, Zaki pun meninggalkan tempat tersebut dan melaju dengan cepat.
Fania memasuki bengkel dan melihat kesibukan para mekanik yang tengah mereparasi beberapa kendaraan. Dia melangkah pelan menuju pantry karyawan dan terduduk selama beberapa menit sambil membuat teh. Memikirkan rencana selanjutnya untuk segera terbebas dari Zaki dan melamun saat seseorang memasuki pantry tanpa ia sadari.
"Nungguin Mas Restu ya, Mba?" Celetukan seorang pria paruh baya yang mengenakan seragam mekanik membuat Fania menoleh kaget dan melihat Pak Dirga tersenyum tipis padanya.
"Saya nggak nunggu siapa-siapa kok, Pak. Saya cuti setengah hari dan cuma sebentar disini," katanya dengan gugup sambil menyesap teh dengan pelan.
Fania melihat Pak Dirga membuat kopi dan terduduk tak jauh darinya. "Iya saya ngerti, mau nunggu atau nggak yang pasti Mas Restu bilang dia mau mampir kesini juga. Sebaiknya Mba Fania jangan pergi dulu sebelum Mas Restu datang." Pak Dirga mengaduk kopinya pelan dan menyesapnya tanpa perduli jika kopinya terlihat panas dengan asap yang mengepul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Love
Narrativa generale#3 Unpredictable Love Series For Adult Only Please, Be Wise..