Bab 1

5.3K 135 1
                                    


"Umur dua puluh satu ya"

"Sekarang aja"

"Nggak, masih rawan kalo sekarang"

=brother complex=

"Raaa. Oleh oleh yang kakak beli buat temen kakak dimana?"

Suara itu memang bukan teriakan. Tapi, karena suara cowok dengan gen suara berat atau bukan lembek menurun padanya, jadi suara itu terdengar cukup keras. Dan itu sukses membuat Feyara berjengit kaget. Ia yang sedang menurunkan koper dan berbagai macam kantung plastik dari mobil pun berdecak serta bersedekap sambil mengangkat kepalanya. Melihat ke jendela kamar kakaknya yang berada di lantai dua. Sedangkan dirinya sedang berada di teras rumah. Hampir terlihat jelas, kakak laki lakinya itu tersenyum menyebalkan.

Feyara hanya geleng-geleng kepala. Ia mengecek lagi isi mobil dan melihat paper bag berisi oleh-oleh yang dimaksud kakaknya, tertinggal disitu. Ia mengambilnya dan membawanya serta bersama koper dan kantung lain menuju dalam rumahnya.

Belum sampai ruang tamu, semua itu sudah diambil alih oleh ayahnya. Sedangkan Feyara hanya membawa tas kertas milik kakaknya, dan tas plastik miliknya. Berjalan lemas karena lelah, menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Kamar bernuansa oranye yang berada tepat disebelah kamar kakaknya.

Feyara menghempaskan badannya kasar di atas kasur, setelah meletakkan kantung kantung itu di atas meja. Baru saja ia memejamkan matanya—

BRAK!

"Kakaaakkkkkkkkk! Dibi—"

"Dibilang ketuk pintu dulu, jangan asal masuk. Bikin kaget aja. Hehehe. Udah hafal kakak, Ra"

Sedangkan Feyara hanya berdecak pelan. Udah hafal nasehatnya, masih aja lupa dilaksanainnya. Dasar cowok.

Feyara kembali memejamkan matanya. Beristirahat sejenak sebelum makan malam. Namun, rasanya hal itu sia sia. Karena makhluk yang masih satu ruangan dengannya itu akan terus menganggu.

"Ra ih. Mana tadi kantung punya kakak?"

Feyara hanya diam. Rasanya mulutnya sangat malas hanya untuk menjawab 'di atas meja'. Dan bahkan tangannya pun juga sangat berat hanya untuk menunjuk barang yang dimaksud.

"Ara, dimana?"

Gadis itu masih diam. Dengan badan yang sangat lemas, tergeletak di atas kasur yang empuk.

"Feyara sayang"

Dan panggilan itu. Mau tak mau membuat dirinya bangkit dari tidurnya. Duduk manis tanpa suara. Tangannya menunjuk kantung kertas berwarna coklat di atas meja. Sedangkan kakaknya itu hanya mengangguk-angguk. Dan dia tersenyum lalu membanting badannya diatas kasur. Sama lelahnya.

Feyara melotot melihat tingkah laku kakaknya itu. Namun tak ayal, ia tetap merebahkan diri disamping kakaknya.

"Kak Afka" panggil Feyara lirih.

Gafka bergumam pelan dan tangannya terulur untuk memeluk adik tersayangnya. Ia mencium puncak kepalanya, dan mengusap rambutnya dengan penuh kasih sayang.

Dan itu membuat mereka tertidur nyenyak, dengan pelukan yang masih terjaga.

=brother complex=

"Jadi, ini buat siapa?" tanya Feyara dengan mata mengintimidasi. Ia kembali menginterogasi Gafka yang sedang duduk di kasur, berhadapan dengannya. Sedangkan Feyara masih terus menyodorkan case ponsel idamannya.

Gafka terlihat linglung dan mengusap rambut bagian belakangnya. Ia bergumam. Mengamati wajah adiknya yang sedang bete setengah mati itu, dan dirinya berusaha menahan senyum.

Brother ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang