Bab 3

3.1K 96 3
                                    

Feyara berada di posisi nyamannya. Kepala yang berada di pangkuan sang bunda, serta kaki di pangkuan sang ayah. Dan kedua orang tuanya menikmati acara televisi yang sedang ditayangkan. Film barat jaman bahula, kesukaan mereka.

Sedangkan Feyara hanya diam, memejamkan mata, dan menyimak sesekali pembicaraan mereka.

"Kakak mana, Ra?" suara lembut bunda menyadarkan Feyara. Ia membuka kelopak matanya dan menghedikkan bahu. "Nggak tau bun"

"Tumben nggak ikut nonton? Bagus loh film kali ini" kali ini ayahnya yang bersuara.

Baru saja Feyara ingin menjawab, suara langkah kaki terdengar dari arah tangga. Tanpa menoleh dan menebak siapa yang turun, mereka tentu tau.

"Kakak capek. Ara nih yah, bun, bikin capek di sekolah" dan itu terdengar jelas oleh objek yang dimaksud. Menyebabkan gadis berambut lurus sebahu itu menegakkan badannya dan berdecih.

"Ketos tapi tukang fitnah dan nggak ngaca. Siapa yang bikin capek siapa hah?" Feyara bersungut kesal dan jarinya menunjuk ke wajah Gafka.

"Ya makanya jangan berisik"

"Ya makanya jangan garing"

"Ya makanya ramein"

"Tau ah. Bodo. Serah"

"Ya udah, nggak peduli juga"

"Siapa suruh peduli"

"Nggak ada"

"Ya udah"

"Ya udah"

"KOK NYEBELIN SIH" Feyara yang sebenarnya ingin mengalah tapi tetap kesal, pada akhirnya berteriak lalu mempoutkan bibirnya. Kembali duduk di sofa dan memeluk ayahnya.

Firhan yang melihat tingkah kedua anaknya tergelitik geli dan tersenyum kecil lalu mengusap rambut lurus seorang princess yang meringkuk tepat di sebelahnya.

"Emang tadi di sekolah kenapa?" tanya Firhan pelan berusaha mengerti perasaan kedua anaknya tanpa memihak siapapun.

"Ara pingsan" Gafka menjawab dengan cepat dan santai. Ia tidak sadar akan respon ayahnya yang sudah menatap galak putra sulungnya, dan bundanya yang menatap khawatir putri bungsunya.

"Kakak ngapain ara?" ayahnya kembali bersuara. Belum sempat Feyara menjawab, ibunya ikut bersuara.

"Kok bisa sampe pingsan?" Feyara menatap orang tuanya bergantian. "Masih sakit? Apa yang sakit? Pusing? Udah makan kan?"

Gafka hanya terdiam menyimak mereka. "Kakakkkk kok bisa sih?" bundanya menarik tangan Gafka seketika untuk duduk di sofa, tepat disebelahnya.

"Ara apa yang dirasain sayang? Lemes?"

"Udah nggak bunda. Sekarang udah sehat"

"Gafka" bundanya memberi kode, supaya laki laki remaja di depannya menjelaskan apa yang terjadi.

"Ara tuh disuruh kakak scout jump bun, terus suruh hormat bendera 4 jam. Jahat banget kan ya bun? Cuma gara gara Ara kenalan sama temen baru aja dihukum gitu." Feyara menjelaskan dengan menggebu gebu, sedangkan Gafka hanya menghela nafas pasrah sedikit marah dan banyak lelah. "Ya emang sih, harusnya Ara dengerin anak osis ngomong. Tapi harusnya kak Afka nasehatin dulu, jangan langsung hukuman"

Iya, komporin terus ra.

"Yayayaya serah"

"Ya biasa aja kali ngomongnya"

"Iya ini udah biasa"

"Lagian harusnya Ara tuh sarapan biar nggak lemes"

"Ohhh, kalo nggak lemes mau dihukum lebih parah?"

Brother ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang