Feyara melangkahkan kakinya riang ketika memasuki toko buku, dan langsung menuju ke rak bagian novel. "Lo tau sal, series ke-4 gue udah beli. Dan itu dibeliin nyokap, soalnya harganya beuhh, nguras dompet beneran"
"Moga aja deh, series ke-5 ini duit gue cukup. Gue cuma bawa duit empat ratus dan gue gak bawa atm. Nahhh in-"
"Ra, noh kan gue disuruh balik sama nyokap. Sepupu dah dateng. Gimana donggg?" Salsa memotong pembicaraan Feyara setelah melihat notifikasi chat dan misscall dari ibunya. Ia melirik novel yang baru saja dipegang feyara dari rak. "Lo mau beli itu? Ayo gue anter bayar sek-"
"Kalo bukan temen, gue pancal juga lo" feyara kesal namun tetap tertawa menanggapi itu. "udah sana pulang, gue mah gampang."
Salsa memasang wajah datar namun kembali merasa bersalah. "sorry banget deh Ra. Gue doain juga abis ini dapet eskrim yang lo pengen deh"
Feyara menggangguk setuju. "Sans, percaya sama gue. Kali ini gue dapet novel sama eskrim" lalu menyuruh salsa untuk buru-buru pulang karena ia juga merasa tidak enak mengacaukan acaranya.
"Semoga kali ini feeling, tebakan, atau semua pemikiran lo bener deh ya" Salsa tertawa renyah yang dibalas gerutuan kesal Feyara.
Gadis itu membenarkan letak kacamata yang dipakai, dan kembali melihat novel favoritnya di series ke-5. Merasa senang karena akhirnya ia bisa membeli itu.
Namun, rasanya ia ingin meneriaki salsa karena apa yang diucapkan temannya beberapa saat lalu ternyata benar. Novel di tangannya itu ingin ia bawa lari ketika mengetahui harganya yang lebih dari empat ratus lima puluh dan tentu saja ia tidak bisa memeluk atau membelinya siang itu.
Feyara hanya bisa menggerutu sepanjang jalan, mengumpat, dan ngedumel dalam hati tentang sialnya hari ini. Walaupun tidak berlangsung lama setelah ia mendapatkan eskrim yang ia nanti-nanti dari beberapa minggu sebelumnya.
"gue butuh beberapa cup lagi, bodo amat novel sialan. Harganya mahal banget" dan orang-orang di sekitarnya hanya memandang aneh pada gadis cantik yang tertawa sendiri.
Duduk di suatu bangku dekat jendela lantai dua, membuat feyara lupa waktu. Menghabiskan cup ke-4 eskrimnya dan fokus pada laptop, membaca beberapa karya sastra pada blog di internet.
"cup ke-5 Ra?" seorang ibu cukup umur sang pemilik kedai eskrim yang melayani pesanan feyara itu sudah hafal betul pesanan gadis di depannya karena bisa dibilang feyara adalah salah satu pelanggan tetap sejak beberapa tahun yang lalu.
Feyara tertawa renyah lalu menganggukkan kepala tanda setuju.
"Nih" ucapnya memberikan pesanan. "Kok tumben gak sama kakak kamu? Siapa itu namanya?"
"kak gafka"
"nah iy—"
"ARA LUPA PAMITAN SAMA KAK GAFKA"
=brother complex=
Gadis berkacamata dan masih berseragam itu merasa was-was ketika mau masuk ke rumahnya sendiri. Ia tidak peduli pada eskrim yang baru saja ia pesan dan ia tinggalkan begitu saja di meja kasir, dan ia juga tidak peduli pada ucapan pelan sang pemilik kedai yang berkata bahwa sikap kedua kakak beradik masih sama seperti dulu. Gafka yang sangat posesif dan feyara yang tidak mempermasalahkan hal itu. Tidak berubah.
"Bagus. Jam 7 baru pulang. Gak ada kabar. Dichat gak bales. Ditelpon gak diangkat. Dicari gak ada." Suara bass itu sukses membuat feyara kaget dan hampir melompat, juga enggan memutar tubuhnya untuk melihat siapa yang berbicara.
"Liatin kalo ada yang ngomong. Ayah, bunda, kakak, ngajarin sopan santun kan?" lagi.
Feyara mau tak mau berbalik dan melihat kakaknya yang sama-sama masih berseragam namun sudah berantakan dan kunci motor di tangannya, namun tas tak tau dimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Complex
RomanceNamanya Feyara Lisa Devanno. Tapi gadis itu lebih suka dirinya dipanggil Ara. Anak bungsu dan perempuan satu-satunya yang sangat disayang oleh ayah dan bundanya, bahkan tak terkecuali kakaknya laki-laki, Alkhalifi Gafka Devanno. Dengan selisih umur...