2 : Run!

116 20 12
                                    

-play lagu diatas ya!-

"Saat kamu menangis, ada yang hatinya teriris. Saat kamu tertawa, ada hatinya yang semakin mekar bahagia."
-Falling Moonlight

Ketika sang matahari begitu terik menyinari bumi, Rana berjalan menyusuri jalanan yang dipenuhi rimbunan daun yang hijau. Pikirannya berhambur-hambur kemana-mana, seakan ada banyak beban pada hidupnya. Terkadang, pikiran ingin berjuang dan bertahan selalu menjadi pilihannya, tapi menyerah untuk melakukannya lebih dominan daripada pilihannya untuk tetap berjuang.

Terlihat dari matanya, gadis itu memang suka sekali menangis dan memendam seluruh masalahnya. Dalam tawa dan diamnya, banyak luka yang ia sembunyikan rapi-rapi didalam benaknya dan tidak ingin membiarkan manusia lain membuka lukanya yang sudah ia susun sedemikian rupa.

Dengan muka lesunya, Rana mengawali pekerjaannya dengan semangat hari ini. Diawali dengan membuka pintu, sudah ada sambutan hangat untuknya.

"Siang, Rana." Sapa seorang laki-laki padanya. "You look different."

Rana mengangguk. "Siang, mas."

Ardo, laki-laki yang menyapanya itu tengah menyeruput kopi hangatnya. "Ada apa?" Tanya Ardo, kepada Rana yang dari matanya sudah terlihat lesu, menandakan bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. "Masalah apa lagi sekarang?"

Rana menatap Ardo, lalu tersenyum. "Nggak apa-apa, mas." Kata Rana. "Rana bersihin lantai atas dulu ya." Ardo mengangguk, lalu Rana beranjak meninggalkan Ardo, si lawan bicaranya itu. "Eh, Ran."

Rana berhenti, lalu menoleh. "Iya, mas?"

"Tersenyumlah. Banyak orang menyayangimu dan suka melihat senyummu."

Rana tertawa kecil. Lalu tersenyum. "Haha! Iya mas." Keduanya saling tersenyum, lalu berlanjut mengerjakan tugasnya masing-masing.

Dalam benak Ardo, Rana adalah gadis yang sangat lucu dan energik. Melihat tawanya yang seperti kelopak bunga mekar, dan kelakuannya seperti kelinci yang belum makan, memberi kesan berbeda pada benak Ardo. Si gadis yang lincah, imut, dan lugu itu, Ardo tau ia selemah apa. Dan saat ini misinya adalah melindunginya. Melindungi hati gadis itu yang bisa retak bahkan pecah kapan saja.

Bukan mencintainya, hanya mengaguminya.

***

"Jadi gimana dek?" Tanya Amy, sahabat Rana yang lebih tua darinya. "Lo udah punya ide sekarang tentang hidup lo?"

"Nggak ada, mbak." Rana menunduk lemas, "oh my god. Lama-lama aku bisa dipecat nih, kalau kerjaku galau gini mulu."

Amy melirik. "Lo takut dipecat?"

"Menurut mbak?"

"Lo itu pekerja keras. Lo kerja karena lo tahu lo butuh uang dan lo bisa cari itu secara mandiri. Lo harus semangat, Rana. Harus!" Seru Amy menyemangati sahabatnya yang sedang tidak punya ide itu. "Ada masalah, ya? Masalah apa? Family? Or love?"

Rana masih menunduk. "Mbak, aku capek banget nih, hari ini. Serasa pengen banting sesuatu! Argh!"

"Iya, tapi cerita dulu. Kenapa? Keluarga?"

"Ya semacam itulah."

Amy menghela nafas. "Look, gue pernah ngomong ini sebelumnya ke lo. Lo bisa lawan masalah kaya gini, Rana. Lo masih sekolah, dan banyak yang harus lo lakuin di dunia lo sekarang ini. Tapi jangan pernah tanam rasa dendam di hati lo. Udah, it's okay. Kamu masih bisa berjuang."

Rana mengangguk, "thanks mbak."

"Sekarang, lo pulang aja ke kos lo. Tenangin diri dulu. Cari inspirasi. Hari ini, biar gue yang izinin lo ke pak direktur. Liat tuh, mata lo udah sembab gitu."

ArmorialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang