Lembayung senja menghiasi pemandangan di luar klinik yang sunyi. Cahaya mentari menembus kaca jendela, menjadi saksi bisu kebersamaan kedua figur di dalam sana.
Urata, yang tadinya Sakata bawa dengan susah payah ke klinik sekolah, kini terduduk di ranjang rumah sakit. Sementara Sakata duduk menghadapnya di kursi samping ranjang.
Pengurus klinik bilang, sakitnya tentu karena kebiasaan berlari menerjang hujan. Beban psikis yang ia tanggung turut mempengaruhi kondisi fisiknya.
Setelah kepergian si pengurus klinik, Urata mulai menceritakan masalahnya pada Sakata setelah dibujuk beberapa kali.
Meski terkadang kalimat yang ia ucapkan terdengar asal dilontarkan dan membingungkan, Sakata tetap di sana, di samping Urata, diam mendengarkan keluh kesahnya.
...
“Mereka membuangku. Setelah sekian lama mengabaikanku, mereka berpisah dan meninggalkanku sendiri. Apa mereka pikir aku akan menjadi anak baik yang percaya segalanya akan baik-baik saja?”
Hanya memandangnya datar hingga si surai brunette yang sejak tadi tatapannya kosong kini menoleh padanya.
“Apa kau tahu, Sakata? Rasa kesepian itu menyakitkan, lho,” ujar si pemilik netra hijau. Sakata masih saja terdiam, tak tahu harus bagaimana ia merespons.
“Karena itu akan kulakukan apapun agar kau tak membuangku juga.“
Sakata tersentak, ia lekas bangkit dan menatap Urata dalam. “Tapi aku ti— tentang surat itu! Sebenarnya, itu hanya—“
Sebelum Sakata sempat mengatakan hal yang sejujurnya, bibirnya telah dibungkam melalui ciuman Urata. Hanya sebatas ciuman yang ringan, tanpa terselubung nafsu membara di dalamnya.
Mata Sakata terbelalak ketika tangan Urata yang dingin menarik kuat kerah kemeja putihnya.
“—dan aku memilih cara paksa, agar aku tak dihantui perasaan sakit itu.” Jarak kembali tercipta seraya Urata memundurkan wajahnya, namun masih dengan kedua tangan membingkai pipi Sakata.Saling pandang, dengan perasaan menggelora di hati keduanya yang menunggu untuk terbebas.
“Nee, Sakata. Apa kau bisa menyelamatkanku?”
Senyumannya yang menyiratkan kesedihan itu, Sakata masih menyimpan sejuta tanya mengapa ia bisa terhipnotis karenanya.
Rasanya seakan sosok di depannya begitu rapuh dan akan hancur berkeping-keping jika air matanya kembali berurai.
...
“Ah … Wataru-senpai!” sebuah seruan dari luar klinik mengejutkan mereka. 4 siswa yang nampak asing bagi Sakata, namun sepertinya tidak bagi Urata karena cara mereka memanggil tadi.
“Hee … kukira senpai kemana saja, belakangan jarang kelihatan. Siapa sangka—“ Urata menatap tajam mereka yang masih di ambang pintu.
Sebelum Sakata sempat panik karena posisi mereka yang dilihat orang lain, Urata menggenggam satu tangannya. Sepasang matanya mendominasi bahkan terkesan mengusir.
“Pergi. Jangan cari masalah denganku hari ini.”
“Hubungan terlarang? Selera senpai memang beda, ya,” ujar salah satu dari mereka yang berpakaian acak-acakan dan luka-luka di bagian tubuhnya. Sudah jelaslah mereka berandal layaknya Urata.
“Bagian mana dari kata ‘pergi’ yang tak kalian mengerti?” ujar Urata retoris dengan penuh penekanan.
“Uwaa … Kowai.” Terdengar mengejek, mereka menyeringai dan menjauh dari ambang pintu. Sakata semakin was-was seraya menyadari bahwa jarak wajahnya masihlah terlampau dekat dengan sang kakak kelas.
Detik berikutnya, terdengar suara pintu dibanting dan suara dari kenop pintu yang bergerak-gerak. Urata masih memperhatikan dengan waspada, juga tangannya yang perlahan melepaskan pergelangan tangan Sakata.
“Wataru-senpai, si berandal menghabiskan malam terlarang dengan adik kelasnya yang lugu,” ujar salah satu dari mereka dengan lantang dari luar sana.
“Berterimakasihlah! Kami mengunci kalian, lho. Jadi kalian bisa bersenang-senang sampai pagi, ‘kan?” timpal yang lain dan diikuti gelak tawa seiring terdengar langkah kaki menjauh.
...
Sebuah kesalahan ketika Sakata panik dan mengira Urata akan semakin agresif menyerangnya.
Nyatanya, hingga satu jam sejak mereka terkunci di sana, Urata tak menyentuh Sakata lagi seujung jari pun. Ia hanya terduduk di ranjangnya, sementara Sakata memandang ke luar jendela yang semakin gelap.
Sayup-sayup di luar sana terdengar rintik hujan, mengisi keheningan di antara mereka.
Kesunyian ini … menyakitkan.
...
.
.
.
.
-Luka di hatiku tak kunjung sembuh,
Terlambat untukku mengejarnya yang berjalan semakin jauh-
.
.
.
-TO BE CONTINUED-Ichika
12.12.18
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Letter - Urasaka✅
Fanfiction[COMPLETED] Kalau saja ia tak pernah memberikan surat cinta itu, mungkin benang merah takdirnya takkan pernah terjalin dengan sang kakak kelas. Senpai!Urata x Kouhai!Sakata Fanfiction. Genre : Fluff, Sho-Ai, Boyslove Art in the cover isn't mine Cove...