“Senpai bisa pakai kamar mandinya duluan.”
“Lalu pakaianku bagaimana?”
“Ah, akan kupinjami beberapa baju … err, akan kucarikan yang ukurannya tak terlalu besar.”
...
Semuanya berawal dari beberapa jam yang lalu, saat Urata datang ke apartemen Sakata dengan keadaan rambut basah kuyup—karena hujan di luar sana.
“Boleh aku menginap di apartemenmu malam ini?”
Hal pertama yang Urata ucapkan ketika mendapati raut terheran Sakata di depan pintu.
“Aku tidak mau pulang. Ayah dan ibu pasti sedang bertengkar lagi kali ini,” tuturnya sambil mengalihkan pandangannya.
Dibalik sikapnya yang sangar, mungkin ia seorang tsundere?
“Boleh saja, sih, tapi apa mereka tidak mencarimu?”
“Bukan sekali dua kali aku kabur, tenang saja. Toh mereka akan berangkat malam ini.”
“Baiklah kalau begitu. Akan kusiapkan makan malamnya.” Sakata terkekeh, lalu menarik masuk tangan Urata yang masih sedikit tsun itu.
...
“Senpai mengantuk?” tanya Sakata kala mengeringkan rambut Urata selepas mandi.
Jemarinya menyisir helai kecoklatan Urata dengan tangan kanannya memegang hairdryer. Tak seperti dulu, kini Urata yang nyaris salah tingkah kala berdekatan dengan Sakata.
“Mm-mhm. Sudah lama aku tak merasa senyaman ini,” sahut Urata sambil memejamkan mata menikmati hangatnya pengering rambut dan jemari Sakata di kepalanya.
“Eeh jangan tidur dulu, makan malamnya sudah kuhidangkan di meja makan, ya.”
“Un, arigatou na.” Setelah dirasa rambutnya sudah lumayan kering, Sakata beranjak dari tempatnya untuk mandi. Urata bersandar pada pinggir ranjang, matanya
mengamati kamar yang bernuansa menghangatkan itu.Ah, ini kan syal yang dulu kupinjamkan, pikir Urata sambil mengamati syal hijau di meja belajar Sakata. Urata sendiri nyaris lupa bahwa ia pernah memakaikan syal itu pada Sakata.
Saat Sakata kembali ke kamarnya seusai mandi, ia dapati si pemilik surai brunette terlelap meringkuk di atas karpetnya sambil memeluk syal hijau.
Kalau sedang tidur begini … ia bisa terlihat manis juga, batin Sakata sebelum menggendong Urata ke kasur. Membiarkannya tidur setelah semua masalah yang ia hadapi di rumah.
...
Hari semakin malam. Urata terduduk di pangkuan Sakata yang tengah memeluknya. Berdalih dengan alasan agar lebih hangat, lalu Sakata memeluknya ketika mereka sampai di pertengahan film.
“Kalau suatu saat aku melupakanmu, dan aku tak bisa mengingatmu saat kita bertemu lagi, apa yang kau lakukan?” tanya Urata tiba-tiba.
“Eh? Kenapa perandaiannya sulit sekali,” cengir Sakata sambil menyandarkan dagunya di pundak Urata. Pandangannya masih tertuju pada televisi di depan mereka.
“Kalau aku … mungkin aku akan memelukmu dari belakang dan berkata aku merindukanmu. Aku juga akan menulis surat lagi agar senpai mengingatku.”
“Hanya … kemungkinan, ya?” gumam Urata sebelum terlarut dalam kantuknya di pangkuan Sakata.
...
Waktu berlalu begitu cepat, pertemuan singkat mereka menjadi salah satu masa yang Sakata sukai saat ini. Bagaimana waktu berlalu, bagaimana luka mengubah seseorang, dan bagaimana hal kecil mendekatkannya dengan orang baru.
Semua terasa begitu cepat, dan kini di antara ratusan hadirin di gedung itu, Sakata segera menemui sang kakak kelas untuk mengucapkan selamat padanya.
“Selamat atas kelulusannya, Urata-senpai!”
“Ah? Un. Terima kasih sudah datang.” Urata tersenyum tipis, tangannya terhenti saat hendak memeluk Sakata karena lengan seseorang tiba-tiba melingkari pundaknya.
“Tapi dia ini kasihan sekali, ya … statusnya masih single sampai lulus, lho." timpal Araki sambil merangkul leher Urata.
“Kau sendiri mau bagaimana dengan Naruse, hah? Kalau tak ada kepastian, jangan kaget kalau nanti dia berpaling darimu, ya,” balas Urata dengan senyuman innosen, tapi menggugah emosi.
“Kau nyari ribut? Taman di depan gedung ini sepertinya sepi, lho,” Araki tersenyum dengan kerutan emosi di keningnya.
“Come at me, bro!” seringai Urata yang semakin mengundang terjadinya adu jotos. Sakata sweatdrop sendiri melihatnya.
“Ano … Semoga senpai diterima di universitas pilihan senpai, ya! Jangan berkelahi lagi, dan … semoga sukses!” ujar Sakata penuh kesungguhan sambil menyerahkan buket bunga pada Urata.
Terdapat secarik kartu berisi ucapan selamat atas kelulusannya.
Urata dan Araki lantas menoleh pada si rambut merah.Senyumnya merekah seraya menerima buket bunga. Sebuah senyuman hangat yang mungkin takkan Sakata lihat lagi untuk waktu yang lama.
Entah surai brunette-nya, mata kehijauannya yang khas, atau pertemuan mereka yang dikarenakan sebuah surat hasil ToD, Sakata akan merindukannya. Semua momen itu, tanpa sadar telah mendapat sweet spot di hatinya.
“Ya, akan kuingat. Sampai jumpa lagi, Sakata.”
...
.
.
.
-Suatu saat nanti,
Temui aku,
Dan balaslah segala rindu dengan senyummu-
.
.
.
-OWARI-Ichika’s note :
Dulu pas jaman aku nulis ff Soramafu-Kimi Nara Dekinai, aku berpegang pada kata-kata ; “sad ending adalah KOENTJI.”
Tapi ternyata ending kaya gini ga buruk juga OwO) Masih akan ada 1 bonus chapter. Terima kasih atas dukungannya :DIchika
14.12.18
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Letter - Urasaka✅
Fanfiction[COMPLETED] Kalau saja ia tak pernah memberikan surat cinta itu, mungkin benang merah takdirnya takkan pernah terjalin dengan sang kakak kelas. Senpai!Urata x Kouhai!Sakata Fanfiction. Genre : Fluff, Sho-Ai, Boyslove Art in the cover isn't mine Cove...