2. Real Best Friend

81 18 7
                                    


Awan mendung menyuruk birunya langit sejak fajar, tak lama setelah itu turun hujan. Rintiknya menghalau aktivitas para pekerja kantoran, pedagang kaki lima, anak-anak sekolah serta orang-orang yang berkerja di berbagai bidang di Jakarta.

Seperti yang terjadi saat ini di SMP Diksa. Para siswa langsung terbirit-birit memasuki kelas masing-masing.

Hawa dingin membuat para siswa enggan untuk mengikuti pelajaran dengan serius. Namun, mau tak mau mereka harus tetap melaksanakan kewajiban sebagai seorang murid.

Pagi ini, kelas VII dimulai dengan pelajaran Matematika. Tidak ada satu pun yang menyukai mata pelajaran ini. Selain membosankan, tidak semua siswa bisa langsung mengerti rumus matematika yang menurut mereka rumit, bahkan lebih rumit dari persoalan cinta.

"Dy, aku nyerah deh. Ini ribet banget," keluh Keisya pada Maudy.

Jika bukan karena sebentar lagi menghadapi UN, Keisya lebih memilih tidur di kelas daripada mengikuti mapel.

"Ini tuh sebenernya gampang Sya, cuma rumusnya aja yang suka lupa," balas Maudy.

"Yeee... intinya kan sama-sama nggak gampang." Keisya berkata sebal, dibalas kekehan pelan Maudy.

"Dy," panggil Keisya.

Maudy menoleh. "Hmm?"

"Suasananya tenang banget deh, bikin aku pengen tidur aja," kata Keisya sambil mencoret-coret buku matematikanya dengan asal.

"Jangan tidur dulu Sya, emang kamu mau kena omelan Pak Broto?" balas Maudy, tak berpaling dari buku tulisnya sama sekali.

"Bodo ah, mataku udah nggak kuat. Melek."

Keisya menutup buku tulis, melipat kedua tangan di atas meja, kemudian membenamkan wajahnya di sana. Maudy hanya menggeleng melihat kebiasaan buruk sahabatnya.

"Serah kamu lah."

Kring!

"Yes!!!"

Rasanya jantung Maudy mau melompat keluar mendengar seruan tiba-tiba Keisya. Dia pikir, Keisya sudah di alam mimpi, barangkali mimpi bertemu idola kesayangannya.

Rupanya, bukan cuma Maudy yang terlonjak dengan seruan Keisya. Semua orang dalam ruangan itu langsung menoleh pada Keisya, termasuk Pak Broto yang kini melempar tatapan melotot pada Keisya.

Keisya meringis sambil menempelkan kedua telapak tangannya, bermaksud minta maaf. "He he he, maaf Pak."

Pak Broto tidak membalas, hanya menggeleng.

"Baik anak-anak, pelajaran hari ini cukup sampai di sini dulu. Soal yang belum dikerjakan, kerjakan di rumah. Ingat, ujian sudah dekat, siapkan diri kalian," peringat Pak Broto kemudian mengucap salam, dan dibalas salam juga oleh para siswa.

Pak Broto pun keluar dari ruangan dengan map di tangan, tak lama disusul para siswa yang sudah kelaparan. Ingin segera berhambur pergi untuk mengisi daya di kantin.

Dalam sekejap, kelas menjadi kosong melompong. Hujan sudah berhenti menetes, sisa cuaca yang masih mendung.

Sementara itu, Maudy dan Keisya lebih memilih menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan. Selagi Maudy kembali berkutat dengan soal Matematika, Keisya justru mengeluarkan kotak makan dari tas. Kebetulan, penjaga perpustakaan sedang sibuk, jadi tidak terlalu mengawasi siswa yang ada di dalam ruangan.

Maudy yang melihat kelakuan Keisya, langsung menegur, "Ya ampun Kei, kalo lapar ke kantin sana. Jangan makan di sini, tuh liat, ada tulisan dilarang makan dan berisik dalam ruangan."

Tadinya Keisya mau menawarkan nasi goreng seafood yang dia bawa, tapi mendengar ucapan Maudy, sepertinya tidak perlu.

"Biarin ah, nggak ketahuan juga."

"Tapi kalo ketahuan gimana? Ntar kamu nggak dibolehin masuk sini lagi, lho."

"Udah deh, diem aja. Aku yang makan malah kamu yang ribet."

Kali itu, Maudy diam. Membiarkan sahabatnya makan dengan lahap. Sesekali ekor matanya melirik penjaga perpustakaan. Sekadar was-was, supaya bila penjaga perpustakaan itu melihat ke arah meja mereka, Maudy bisa memberitahu Keisha.

"Eh Dy, lulus di sini kamu mau lanjut di mana?" tanya Keisya setelah bekalnya habis.

Maudy menjawab tanpa melepas pandangan dari buku tulis, "Hmm, nggak tau. Belum nentuin."

"Ya, kok belum ditentuin? Ini kita udah mau lulus, lho. Lebih baik kamu pastiin dari sekarang deh Dy."

"Kapan-kapan aja aku pikirin, sekarang aku cuma mau serius sama UN."

"Oh...."

"Kalo kamu?" tanya Maudy.

"Hmm, ntah ya. Mungkin di sekolah yayasan milik Papaku," jawab Keisya.

Maudy hanya manggut-manggut, di sekolah ini, hanya dia yang tahu Keisya anak orang kaya. Berbanding terbalik dari penampilan Keisya yang sederhana dengan kacamata bertengger di hidung. Orang-orang menyebutnya half nerd. Penampilannya kutubuku banget, tapi kalau sudah belajar, dia malah tidur.

Menurut Maudy, Keisya itu orangnya tidak suka pamer dan tidak sombong seperti sebagian anak orang kaya lainnya. Hanya saja, Keisha sedikit tertutup dari orang lain. Banyak omong hanya pada orang tertentu, kepada Maudy salah satunya.

Begitu pun dengan Keisya, dia mau berteman dengan Maudy karena mereka memiliki kesamaan. Maudy juga anak konglomerat, tapi di sekolah mereka menyamar jadi anak nerd yang berasal dari kelas bawah.

Bila di luar sekolah, siapa pun tidak akan ada yang bisa mengindentifikasi mereka. Di sekolah jelek, di luar sekolah mereka cantik. Karena memang cantik natural, tanpa polesan make up.

Cuma, dari segi sifat, Keisha lugu tapi cerewet. Sementara Maudy orangnya pendiam, cenderung serius.

Hola!!!kita ketemu lagi kakak-kakak yang senantiasa selalu membaca ceritaku meskipun jarang update😁

Oke jangan lupa ninggalin jejak ya kakak-kakak.

Salam hangat dari surimitsu😘

SomersaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang