Bagian 6

1K 71 17
                                    

"Selamat pagi! Salam olah raga."

Lelaki yang baru saja menyapa murid X IPA 2 ini bernama Pak Kusmawan. Ayah Iwan Kusmawan.

Dia sangat profesional. Iwan seperti tidak dianggap anak saat sedang mengajar.

Hari ini Pak Maw Maw, begitu kami memanggilnya. Hanya berlaku jika di belakangnya dan Iwan. Di depan mereka kami memanggilnya pak Mawan.

Tidak ada yang benar-benar suci guys. Kami juga manusia. Kadang bermuka dua. Wkwk.

Pak Maw Maw sedang berdiri memberikan salam pembukaan setelah menyuruh kami memutari lapangan futsal sebanyak 7 kali.

"Iwan,"Terdengar suara Damar berbisik-bisik kepada Iwan. Seperti biasa aku bisa mendengarnya. Pendengaranku memang lumayan tajam.

"Kenapa?"

"Kok Bapakmu pakai hijau-hijau?"

"Ini hari brokoli sedunia."

"Tai,"Jawab Damar singkat, jelas dan padat.

Saat sedang asik menguping pembicaraan orang, aku merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di kakiku. Aku melihat ke bawah.

"Gio?"

Terlihat Gio sedang berlutut di depanku. Entah sedang apa dia di sana. Dia terlihat sedang melakukan sesuatu.

Dia baru saja mengikat tali sepatuku. Aku memandangi Gio dengan tatapan tidak mengerti. Buat apa dia sampai berjongkok segala hanya untuk mengikat tali sepatuku?
Apa memang Gio aslinya seperti ini ya? Dia terlalu baik sepertinya. Bahkan Chica minggu lalu yang melihat tali sepatuku terlepas hanya mengatakannya saja. Tidak sampai mengikatkan segala seperti yang dilakukan Gio.

"Permisi permisi permisi,"Seseorang mulai mendekat ke arahku. Terdengar dari suaranya yang semakin terdengar jelas.

Dia adalah Dylan kw super. Yang menjadikanku sebagai Mileanya. Meski aku tidak pernah mau. Tapi aku tidak bisa menolak, karena Ucup tidak pernah meminta persetuauanku. Dia selalu melakukan apapun yang dia inginkan. Yang bisa aku lakukan cuma mengabaikannya. Tapi sayangnya Ucup juga mengabaikan pengabaianku. Sungguh rumit.

Ucup ikut-ikutan jongkok di depanku.

"Ada rumput di sepatumu,"Kata Ucup yang sedang membersihkan rumput yang menempel di sepatuku.

Tau rumputnya seukuran apa? Seukuran kuku yang baru saja dipotong. Aku bahkan tidak peduli tapi Ucup memperhatikannya. Ah cicak itu, jadi stelah tragedi itu kini Ucup dikaruniai penglihatan tajam.

"Sssst Ucup lebay banget. Gak ada rumput juga,"Bisik Iwan pada Damar.

"Hal itu tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, hanya bisa dilihat dengan cinta,"Jawab Adin yang tiba-tiba ikut menyambung dan langsung merangkul Iwan dan Damar yang berbaris di depannya.

Damar dan Iwan saling tatap. Secara bersamaan mereka menatap wajah Adin yang sok bijaksana itu.

"Najis!"Jawab mereka kompak dan langsung melepas tangan Adin.

"Ucup! Ngapain kamu merayap di situ!"Teriak Pak Maw Maw dari depan.

"Eh anu pak. Sa-saya. Saya mungut bungkus permen ini pak,"Kata Ucup yang entah dari mana dapat bungkus itu.

"Buang!"

"Baik pak,"Kata Ucup.

Sebelum Ucup membuangnya dia sempat tersenyum melihat bungkus permen itu.

"Baca deh Ki,"Ucup menyodorkan bungkus itu.

Dengan sangat malas aku meliriknya.

Kalian jodoh

Siklus PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang