Part 3

0 1 0
                                    

Sampai di tempat evakuasi aku melihat sepasang suami istri yang menangis terhadap sebuah foto yang berada di genggaman mereka. Aku terkejut saat  tak sengaja melihat seseorang yang terdapat difoto itu. Aku menghampiri mereka.

"Saya minta maaf!" kataku.
Mereka kaget saat aku berkata seperti itu kepada orang yang bahkan belum mereka kenal

"Kamu kenapa nak? " tanya perempuan tersebut padaku.

"Maafkan saya bu, pak! Saya tak dapat melindunginya! Maafkan saya!"    kalimat yang baru saja kukeluarkan membuatku menangis lagi.

"Shh sudah.. Kakak pasti sudah berusaha ya? Terimakasih sudah mau melindungi Filma kami. " kata seorang laki - laki padaku. Ia dan istrinya tersenyum. Aku hanya dapat menangis dan meminta maaf.

Enny yang melihat itu langsung pergi dari hadapan kami. Sepertinya ia merasa bersalah.

" Enny wait!" Panggilku. Enny menengok.

"Thanks for saving me back there."

"No, thank you and sorry. " Ucapnya sambil perlahan melangkahkan kakinya menjauh dari tempat pengungsian.

.

Ketika aku melihat tempat ini,  hanya kenangan buruk yang kuingat. Kenangan terakhirku bersama kedua orang tuaku saat mereka masih ada.

Saat itu aku berumur 8 tahun, kami sedang berlindung dan memeriksa keadaan tubuh. Dokter mengatakan bahwa kami baik - baik saja dan kita disarankan untuk tetap berdiam di tempat evakuasi itu sampai sore hari, kemudian pergi ke benteng pertahanan untuk mengungsi di negara tetangga. Kami mengikuti apa yang disarankan oleh dokter itu.

Kami mendengar suara seperti petasan yang perlahan mendekat ke arah kami.

"Yanda, saat ayah dan ibu sedang jauh dari sisimu kamu harus berani ya. Jangan takut kepada tentara, senjata atau pun peluru mereka ya. Kamu harus yakin bahwa kamu pasti akan terus hidup, oke nak? " tanya ibu memberi semangat. Aku hanya mengangguk.

Kami melihat petasan itu mendekat. Ayah dan ibu berteriak memberi peringatan kepada seluruh korban untuk menjauh. Kami semua berlari berusaha menyelamatkan diri, tapi yang selamat hanyalah diriku.

Semangat yang diberikan ibu padaku telah membuat diriku menjadi semakin kuat menghadapi kenyataan ini.

.

"Aku mengingatnya lagi. " Ucapku yang tak sengaja mengingat kenangan tersebut.

Aku melihat langit, sudah sore hari. Aku memberi tahu pemimpin tempat evakuasi yang berada di situ untuk mengajak seluruh korban untuk pergi ke perbatasan secepatnya sebelum tentara mulai menembakkan pelurunya lagi.

Namun, kita memanglah manusia biasa. Tentu lari kita tak secepat yang diharapkan.

SurvivorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang