Part 4

0 2 1
                                    

Sejak aku lahir, dunia sedang perang. Karena sudah 14 tahun berlalu bukankah seharusnya perang antar negara ini mereda? Tidak, keadaan disini justru semakin memburuk. Sepertinya pemimpin negara yang ku tinggali ini tak mau kalah dengan saingannya.

Aku tidak tahu apa penyebab dari kekacauan ini, tapi aku akan terus mengikuti apa perkataan ibuku. Aku akan terus hidup!

Itulah mengapa saat ini pun aku terus berlari, berusaha mendekati benteng perbatasan bersama orang - orang yang selamat dari tembakan tentara musuh. Aku belum melihat Enny lagi semenjak hari pulangnya Filma, sepertinya aku mulai mencemaskannya.

Duk!

Seorang nenek jatuh, tak kuat berlari lagi.

"Nek!  Ayo nek! Naiklah kepunggung saya! Saya akan membawa nenek ke benteng perbatasan!" Ucapku.

Kalakuanku itu mengingatkanku pada Filma. Aku tidak akan bersedih lagi! Perasaan ini akan kujadikan semangatku menggendong nenek mendekati tempat aman.

Teruslah berlari! Hanya kata - kata itu yang terdapat dipikiranku saat ini. Setiap aku melihat para korban lain yang masih anak - anak dan bersama ibu mereka masing - masing, aku merasa iri dan rindu dengan pelukan orang tuaku. Tapi aku harus menerima kenyataan bahwa mereka telah pergi dari dunia ini dan terus berusaha hidup.

.

Duar!
Dor!
Dor!

Suara tembakan masih terdengar jelas di telinga kita, bahkan tangisan dari anak - anak yang masih bayi pun tak terdengar. Kita hanya bisa berlari dan berusaha bertahan hidup.

"Hanya beberapa langkah kita sudah sampai!" teriakku memberi tahu pada yang lainnya. Semua bersorak gembira sembari berlari.

" Ayo nek, sudah sampai. " Ucapku selagi meletakkan nenek ke depan pintu benteng pertahanan.

" Kamu adalah anak yang sangat baik. Terima kasih. Jangan lupa untuk tetap hidup nak. " Jawab nenek dengan senyumnya yang manis.

DUAR!

Dalam hati aku mengingat suara yang tak asing tersebut.
"Suara itu... Tembakan yang diberikan pada kami saat di tempat evakuasi!"

"SEMUA CEPAT MASUK! " teriakku memerintah agar tak ada yang terluka.

Lantas aku buru - buru membantu para korban untuk segera memasuki benteng pertahanan yang sudah berada tepat di depan mata kita.

Namun perkiraanku salah, ternyata itu adalah bom yang dilemparkan pada negara ini dengan mangsud menghancurkan segalanya yang berada di negara ini.

Semua orang sudah masuk,  hanya tinggal aku. Secepat mungkin aku berlari menjauhi bom tersebut.

BOOM!

Tapi aku selalu saja terlambat.

SurvivorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang