EMPAT

77 27 61
                                    

Ratu Telenchepalon~

****
Veiron

Ayam berkokok bukan lagi ciri khas pagi datang. Bunyi lesung dan alu sebagai alarm datangnya pagi hari digantikan dengan bunyi kendaraan yang melintas. Tak ada lagi udara sejuk nan segar pagi hari. Yang ada hanyalah cek-cok bangun kesiangan, lupa menaruh kunci kendaraan, terburu-buru untuk beraktivitas, dan masih banyak lagi.

Ibukota Indonesia sudah berevolusi menjadi kota terpadat penduduknya. Mungkin bukan hanya itu. Bisa juga Jakarta dinobatkan sebagai kota termacet. Ah tidak! Jakarta belum termasuk dalam kategori sepuluh negara termacet di dunia. Atau, Jakarta bisa dikategorikan kota terkumuh? Iya benar sekali. Kota metropolitan ini sudah masuk dalam nominasi empat besar kota terkumuh di Asia.

"Ngapain gue mikirin nasib Jakarta? Indonesia tidak butuh generasi muda yang hanya memikirkan masa depan, tetapi Indonesia butuh generasi muda yang menyingsingkan lengannya demi kemajuan bangsa." Aku pun bangkit lalu kuambil handuk.

Kaki kiriku kumasukkan terlebih dahulu dalam ruangan yang biasa disebut dengan bilik merenung di Malaysia. Ada benarnya juga penamaan kamar mandi dalam bahasa negara tetangga kita. Seringkali aku merenungkan dan berpikir atas semua kejadian di hidupku saat aku berada di kamar mandi. Tak jarang pula ide-ide kreatif untuk membuat teknologi tepat guna kudapatkan dari kamar mandi. Seperti beberapa bulan yang lalu, aku berhasil membuat water heater dengan memanfaatkan panas matahari berkat pemikiranku saat aku mandi dengan air dingin yang membuatku kedinginan.

Namun, entah mengapa kali ini aku tak memikirkan teknologi tepat guna. Otakku terngiang-ngiang dengan suara wanita itu. Entah mengapa telencephalonku terus memutar kata-kata sialan itu. 'Gue malah seneng. Setidaknya mereka akan peduli sama gue kalau gue punya masalah di sekolah.' Kaniya mengatakan itu dengan menggebu-gebu penuh emosi. Satu yang melintas di otakku, apakah dia broken home?

Jika iya, aku akan bersedia menjadi tempatnya berkeluh kesah. Jika tidak, lalu apa? Kaniya hebat, kuaikui itu karena dia telah mengambil alih semua sistem pengingatku. Ia telah meratui telencephalonku walau kita hanya bertatap muka tiga kali.

Aku mengakhiri mandi pagiku kali ini. Aku juga sedikit meredakan penasaranku akan kehidupan Kaniya. Sudah-sudah, akan kutanyakan semua pertanyaan ini nanti ketika bertemu dengan ratu otak kananku.

Baju abu-abu yang menggantung aku ambil dan aku kenakan. Kuraih tas yang ada di kasur dan ku gendong di pundakku. Setelahnya, segera kupakai sepatu dan menalinya.

"Mama, Vei berangkat," ucapku pada Mama.

"Sarapan dulu, Vei," pinta Mama.

"Nggak deh, Ma. Vei keburu terlambat."

"Veiron sayang, ini masih pukul enam. Kamu itu ya."

"Hehehe, kan Vei calon anggota DPR yang disiplin, Ma." Aku menjawab dengan cengiran tak berdosa.

"Aamiin, yaudah berangkat. Hati-hati, gak usah ngebut."

"Siap Mama. Asalamualaikum." Aku mencium tangan Mamaku dengan hormat.

Kunci motor sudah aman di saku celana. Saatnya Veiron Argangga membelah jalanan.

Ku putar beberapa lagu Bruno Mars melalui handset. Tak lupa kakiku yang ikut terhentak mengikuti irama lagu. Kepalaku sesekali bergerak ke kanan dan kiri, bersenandung ria di pagi hari.

Perjalanan lima belas menit terasa menyenangkan jika musik menemaniku. Terasa singkat juga, walaupun kemacetan terjadi everywhere.

Aku sudah masuk di kawasan SMA Akasia. Aku berjalan gontai, sambil memasukkan kedua tanganku di saku. Aku bukanlah cowok famous yang banyak di sapa cewek-cewek, jadi aman dan tentram hidupku.

"Veiron! Tunggu gue." Kalimat itu terdengar terbata-bata. Menunjukkan bila sang mpu sedang berlari. Aku berhenti dan menoleh ke belakang. Ternyata dia yang memintaku untuk menunggu.

"Pelan-pelan, Kaniya. Takut banget gue tinggal."

"Huh, bentar gue napas dulu," diberinya jeda sebentar, "berminyak muka sepertinya anda. Apakah gerangannya?"

"Muka gue berminyak? Bentar deh, gue cuci muka dulu. Lo duluan."

"Veiron, gue maklum deh. Lo kan anak IPA, jadi nggak tahu makna konotasi."

"Iya deh yang anak bahasa. Jadi berminyak muka itu apaan?"

"Dalam kamus KBBI V dinyatakan bahwa makna dari berminyak muka adalah tampak bahagia." Kaniya mengatakannya dengan tangan bergerak ke kanan kiri, layaknya seorang guru yang menjelaskan di kelas.

"Apakah saudara tahu, bila dalam kamus biologi muka berminyak memiliki dua penyebab? Akan saya jelaskan sekilas. Yang pertama, faktor genetik. Yang kedua adalah perubahan hormon seseorang," jawabku panjang lebar.

"Lo mah gak asik, Vei." Kaniya menepuk pelan pundak ku. Ia juga mengerucutkan bibirnya. Menggemaskan.

"Kaniya, Kaniya!" Kamipun membalik badan bersamaan.

"Kaniya, bekal kamu ketinggalan di mobil. Jangan lupa dihabiskan," ucap seorang wanita yang memiliki wajah sama persis dengan Kaniya.

"Hmm, nggak usah diantar juga gak papa, Nay. Makasih banyak deh," jawab Kaniya.

Cantik dan anggun. Batinku berkata.

"Itu tadi kembaran gue. Namanya Kinaya Avrilia." Kaniya memberitahu tanpa kuminta.

"Ooh, cantik juga kembaran lo. Lemah lembut lagi, beda banget sama yang ini."

"Kita emang kembar, tetapi sebenarnya kita berbeda jauh. Sudahlah, jangan membahas ini." Kulihat raut muka sedih tersirat jelas di wajah Kaniya. Aku ingin mengeluarkan semua pertanyaan tentang hidupnya. Namun, apakah aku tidak melukainya jika kutanyakan hal itu? Tidak! Jika aku bertanya maka sama saja aku melukainya. Aku akan menjaganya, tanpa dia tahu dan juga tanpa aku tahu alasannya.

"Niya, btw lo kenapa masuk jurusan bahasa? Lo tahu kan pandangan orang-orang tentang anak bahasa?" Aku mencoba mencairkan keadaan dengan menanyakan perihal sekolah.

"Pandangan merendahkan dari orang-orang, gue tahu. Bahkan gue mendapatkannya dari orangtua gue sendiri."

"Lalu, jika lo sudah tahu kenapa lo tetep milih bahasa?"

"Vei, lo pikir deh. Kalau semua orang berlomba-lomba masuk jurusan IPA agar kelak menjadi dokter, ilmuwan, dan sebagainya, apa kabar dunia literasi Indonesia? Lo mau peringkat literasi Indonesia turun dari peringkat 60 dari 61 negara?"

"Jenius sekali sahabat baruku ini."

"Nanti kalau semua orang jadi dokter, siapa yang akan membuat buku bacaan untuk anak Indonesia?"

"Iya deh, gue kena skakmat."

"Jangan-jangan lo punya pandangan rendah buat anak bahasa, ya?"

"Nggak, gue kan cuma kepo sama lo. Karena gue pikir itu otak lo masih berfungsi dengan baik dan kapasitasnya juga gede."

Kamipun tertawa bersama. Aku yang menertawakan gurauanku sendiri dan Kaniya yang menertawakan gurauanku.

"Jangan lupa nanti ada ektra musik."

Kaniya menganggukkan kepala dan mulai masuk ke dalam kelas X Bahasa 1. Sedangkan aku masih melanjutkan perjalanan menuju kelas XI IPA 1. []

****
Hola!!
Maaf telat update yaa :"(
Telenchepalonku masih mengiang-ngiang nilai PAS yang pas-pas an.

Sudah-sudah!!

Happy holiday yang sudah liburan. Buat yang belum segera menyusul ya, hehehe.

Hari ini kuusahakan double update!! Jadi tunggu part LIMA nanti sore!!!

Azizah-

TschussTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang