Seorang anak lelaki mengendarai motor ninja birunya dengan kecepatan rendah. Tak peduli jika waktu bel sekolah tinggal beberapa menit lagi, karena tujuannya memang bukan ke sekolah, melainkan ke basecamp tempat berkumpul dirinya bersama teman-temannya.
"Woy! Tumben tepat waktu," sindir temannya kala ia tiba di basecamp tersebut.
"Hahaha, kepagian gue bangunnya. Terus barusan enggak sarapan bubur deket komplek dulu," candanya.
"Hari ini agenda kemana?" Tanya salah satu temannya lagi.
"Diem dulu lah, capek gue baku hantam mulu."
"Party?"
"Asal gak ada obat-obatan," ujarnya.
"Ah selalu gitu, gak asik banget," cibir yang lain.
"Gue gak mau ngecewain nyokap gue, lo semua tahu gimana hidup gue."
Semua temannya langsung diam, tak ada yang menyahuti.
"Lo udah berapa hari bolos, anjir?"
"Halah, gue baru boros empat hari ini," jawabnya santai sambil menghisap rokok yang baru ia nyalakan.
"Katanya gak mau ngecewain nyokap, tapi sering bolos."
"Susah ngejelasinnya, lo semua gak akan paham."
"Intinya jangan keseringan. Lo paling beruntung diantara kita di sini, lo bisa sampe lanjutin SMA. Sedangkan kita enggak, makanya jangan sia-siakan kesempatan yang ada."
Dia mengehela napas. Memejamkan matanya sejenak, lalu membukanya lagi.
"Besok deh gue sekolah lagi," ujarnya.
Dialah Rama Triano, anak ketiga Viola.
🌙 🌙 🌙
Raffa dan Raina berjalan berdua di lorong sekolah yang sudah sangat sepi. Raffa sengaja mengajak Raina pulang paling akhir karena tak mau direcoki oleh Emily.
"Btw, si Rama enggak masuk lagi ya?" Tanya Raina kepada kakak kembarnya itu.
"Kayaknya enggak, gue gak lihat dari tadi pagi sampe pulang pun itu anak gak ada," jawab Raffa.
"Duh, gue suka pengen ngelaporin ke bunda. Tapi gue mikir lagi sama perasaannya bunda," keluh Raina.
"Nanti kita ngomong baik-baik dulu sama Rama. Jangan langsung ke bunda, gue juga gak mau bunda kepikiran lagi."
"Sumpah ya, si Rama emang suka gak tahu diri. Dia lupa gitu sama keadaan kita pas dulu, sampe beli baju seragam SD aja gak bisa," ujar Raina.
"Udah, gak usah inget-inget lagi zaman itu. Cuma buka luka lama, gue gak bisa gimana lihat bunda yang bingung harus pilih antara makan atau biaya sekolah kita," lanjut Raffa.
Raina menghela napas panjang. Jika mengingat keadaan dulu, dadanya selalu terasa sesak dan rasanya ia selalu ingin menangis.
🌙 🌙 🌙
Rama baru tiba di rumah pukul enam sore. Beruntung sang bunda belum pulang, jadi ia tak perlu mencari alasan kepada bundanya mengapa ia pulang terlambat.
"Berhenti di situ!" Titah seseorang.
Rama sontak menghentikan langkahnya dan langsung menatap orang itu.
"Eh, Rain. Udah sehat?" Tanya Rama berbasa-basi.
"Jelas udah lah, makanya gue bisa berangkat ke sekolah tadi pagi," jawab Raina ketus.
"Tapi kok gue enggak lihat elo ya?" Tanya Rama lagi, anak itu benar-benar mencari segala alasan.
"Ya gimana elo mau lihat gue, orang udah empat hari elo gak masuk sekolah," sindir Raina membuat Rama tak bisa berkutik.
"Eh hujan, elo sok tahu ya," elak Rama.
"Mana ada gue sok tahu, emang faktanya gitu. Gue lihat agenda di kelas lo dan lo gak ada masuk."
Tanpa memedulikan ucapan Raina, Rama langsung duduk di atas sofa. Merebahkan badannya yang terasa lelah.
"Ram, lo gak bisa bohongin gue sama Raffa. Kita bakalan tahu kalau lo bolos sekolah, ya meski kita gak tahu apa yang lo lakuin selama elo bolos itu."
"Gue males sekolah," ujar Rama.
"Alasannya?"
"Malas aja, gue masuk jurusan yang selalu dicap barbar sama orang-orang. Ditambah gue disimpan di kelas paling akhir yang isi siswanya paling kampret semua," keluh Rama.
"Emang ada yang salah?"
"Ada, siapapun yang ngelakuin kesalahan selalu kelas gue yang dituduh. Malah orang-orang tanpa tahu malu nuduh gue sebagai biang keroknya, padahal gue aja gak tahu apa-apa."
"Jangan gitu kalau elo dapat masalah. Misalnya emang elo gak salah, jangan kabur. Yang ada elo malah dicap sebagai pengecut dan mereka makin ngira kalau elo yang salah. Lo harus bisa buktiin kalau emang elo gak salah," ujar Raffa yang tiba-tiba datang menyela obrolan Raina dan Rama.
"Raff, gimana kalau kita laporin aja ke bunda?" Usul Raina yang sebenarnya hanyalah semua gertakan untuk Rama.
"Eh hujan, kalau ngomong suka gak pake bismillah gitu," ujar Rama terlihat panik.
"Ya bunda harus tahu apa yang dilakuin sama anak bungsunya ini," timpal Raffa mengikuti permainan Raina.
"Heh abang Raffa juga, kenapa kalau ngomong enggak pilih-pilih kalimat dulu?"
"Fix, bunda pulang gue bakalan langsung cerita," ujar Raina menambah kecemasan pada diri Rama, setelah itu Raina segera melenggang pergi menuju ke kamarnya.
"Hujan! Lo gak boleh gitu sama gue," teriak Rama sambil berusaha mencegah langkah Raina.
"Eits, mau kemana? Lo harus cerita dulu ke gue, selama bolos elo pergi kemana?" Ujar Raffa sambil menarik kerah baju Rama.
"Aduh Raff, elo sama Rain mainnya serem amat. Pake laporin bunda segala, janji deh gue besok bakalan masuk sekolah kok. Kalau bisa gue elo ikut gue naik motor deh, jangan jalan kaki mulu. Biar lo percaya," pinta Rama sambil meyakinkan.
"Makanya yuk cerita dulu sama gue, di kamar lo deh sekalian lo ganti baju. Nanti kalau bunda pulang dan ngelihat lo masih pake baju seragam jam segini, ya siap-siap kebongkar tanpa aksi gue sama Rain."
Rama berdecak sebal. "Ya udah ayok, asal janji jangan bilang sama bunda. Gak usah aduan jadi kakak, padahal gue di sini bungsunya bunda tapi yang aduan kalian berdua."
Setelah mengatakan itu, Rama langsung berjalan membawa tasnya dan masuk ke kamarnya diikuti Raffa yang terkekeh melihat tingkah adiknya.
"Kalau udah bawa-bawa bunda, siapa yang bisa ngelak?" Bisik Raina sambil tertawa pelan. Dia sedari mengintip di balik pintu kamarnya.
TBC
Gak tau deh, tapi pengen aja update. Jangan lupa vote dan komen ya. Eh, emang masih ada yang melek?😂
Pokoknya selamat malam, selamat tidur, jangan lupa baca cerita ini sebagai pengantar tidur😂
Tetap jaga kesehatan ya semuanya!
23 Maret 2020
Love, groseee
KAMU SEDANG MEMBACA
Amazing Triplet [ PINDAH KE INNOVEL ]
Random[Spin-off: Seraphina] . . . Ini kisah tentang Viola---sahabat Seraphina yang punya kembaran itu. Perempuan cantik yang kurang beruntung dalam hal keluarga. Perempuan kuat yang menghadapi kerasnya dunia seorang diri karena ia memutuskan untuk pergi m...