Angin menjadi dingin, tanah menjadi lembab dan jantungnya nampak seperti naga yang kehilangan apinya.

Lemah dan tak berdaya!

Apakah bulan dapat mejawab kemana ia harus melangkah?

Bahkan peti mati yang berada tak jauh darinyapun seakan bisu dan membutakan dirinya ketika ia hendak melangkah mendekatinya.

Lihat batu yang bersinar itu, cahaya remang-remang seakan ingin sekali menenggelamkan kegelapan hati yang lama hinggap dalam dirinya.

Seketika angin berputar disekitarnya dan...........

"Kamu sebut ini cerita?" laki-laki angkuh ini menaikan kaca matanya, ia meletakan setumpuk kertas itu diatas meja dan menyandarkan tubuhnya kesandaran kursi duduk. Menghela nafas dan merasa jengah.

Keadaan kantor editor sepi karena ini waktu istirahat, laki-laki kecil yang berstatus mahasiswa sastra didepan meja merecokinya untuk melihat hasil naskah yang sudah lelaki sastra itu buat dan berharap kali ini naskah tersebut berhasil diterbitkan. Padalah laki-laki kecil ini tahu peraturannya, tapi ia terlalu bersemangat dan terus datang dengan tumpukan naskah setiap bulannya. Kira-kira ini bulan ke duabelasnya. Oh! Happy one year kalau begitu.

Dan lagi-lagi hal ini membuat laki-laki berkaca mata ini tidak dapat menikmati waktu istirahatnya dengan makan makanan bergizi dan terpaksa menyeduh mie instan, memakannya ditempat membuat baunya menyeruak diseluruh ruangan.

"Kamu bahkan tak akan diterima dipenerbitan manapun jika prolog yang kamu buat penuh dengan diksi yang tak dimengerti pembaca." lagi, laki-laki itu menghela nafas. Bosan dengan kehadiran mahaiswa pendek yang selalu merengek setiap ia datang untuk menunjukan naskahnya.

"Ceritamu bagus. Hanya saja kamu terlalu tinggi dengan diksimu. Ini cerita fantasi, kamu harus menjelaskan sedetail mungkin apa yang seberanya menjadi inti cerita itu agar pembaca tidak merasa diputar-putar. Jika Kamu ingin menggunakan diksi yang tinggi gunakan itu dicerita romantis saja!" laki-laki berkaca mata itu terkejut, ia bahkan tak sadar jika urat lehernya hampir keluar karena teriakannya sendiri.

"Apa susahnya kamu membuat cerita romantis eoh?" masih dengan berceloteh, perlahan ia mencondongkan wajahnya kedepan, memperhatikan laki-laki yang lebih kacil menunduk takut akan teriakannya. Sebenarnya laki-laki ini sudah gemas dengan sosok didepannya bahkan ingin tau siapa orang tuanya dan ingin menanyakan bagaiana mereka membesarkan anak mereka menjadi sosok tak gentar seperti ini.

" Lee Taemin, berpacaran saja supaya kamu mendapatkan inspirasi." Lee Taemin, laki-laki yang lebih kecil itu mendongak dan meneguk ludahnya kelu, membayangkan sesuatu yang belum pernah ia alami membuatnya seperti mati rasa. Permintaan ini. Ah lebih tepatnya saran ini sudah seperti ajakan bunuh diri saja baginya.

"Buatlah cerita romantis. Aku yakin kamu cocok untuk itu." Laki-laki besar itu memundurkan lagi tubuhnya, membuka kaca mata dan meletakannya ditas meja sambil menunggu reaksi sosok yang kini tengah berkeingat dingin. Apa dia terlalu galak? Tidak. Tentu saja ini sudah menjadi tugasnya untuk mengarahkan seseorang yang tersesat dan menuntunnya kembali kejalan yang benar.

"Dengan siapa aku harus berpacaran?" tanya Lee Taemin polos. Laki-laki dengan setelah kaos dibalut kemeja yang dibiakan tak terkancing itu bercicit pelan, menanyakan dengan polos pertanyaan yang jusru megundang marah lagi.

"Berpacaranlah dengan nenekmu!" lagi, ia terkejut untuk kedua kalinya, urat lehernya nampak lebih jelas sekarang menunjukan betapa kesalnya laki-laki berkaca mata itu. Lihat? Dia rasa akan percumah jika menuntunnya kejalan yang benar, firasatnya saja sudah megaung memberitahukan bahwa laki-laki bernama lengkap Lee Taemin ini akan tersandung lagi dan lagi dan akirnya terpeleset, terpental bahkan tergelincir kearah yang salah lagi.

LOVE MANUSCRIPTWhere stories live. Discover now