O1. pertemuan pertama

1.5K 194 11
                                    

Pernah aku membayangkan. Bagaimana asiknya kisah sekolah diremajaku, bagaimana saat kalian bercanda dan berlarian bersama teman-teman. Ingin aku merasakan. Namun tidak bisa kudapat karna keras kepalanya Ayah yang tak mengizinkan aku pergi keluar. Bak tawanan disangkar emas.

Memang aku mendapat semua yang aku mau dirumah ini. Namun satu hal yang luput dari itu, Teman. Aku tak punya teman.

Kuarahkan pandangan keluar jendela. Ada segerombol orang memakai seragam sekolah. Mereka mungkin seusiaku. Tertawa lepas dengan hal yang mereka anggap lucu. Aku hanya tersenyum tipis, ingin. Namun tetap saja percuma meminta izin pada Ayah. Beliau takkan mengizinkan. Entah apa alasannya. Jendela itu kembali tertutup. Gorden rapat menghalangi cahaya matahari sore.

Tuk.

Ada yang menghantam kaca jendelaku.

Siapa? Aku ragu.

Namun setelah lemparan kedua. Aku membuka jendela. Melongok kebawah balkon kamar.

"Hei, kau!" seseorang berseru dibawah sana. Diatas pagar samping rumahku.

Benar, ia berdiri diatas. Entah bagaimana bisa ia memanjat.

"Boleh aku disini?" tanya pria berkemeja putih panjang yang ia gulung hingga siku. Ada blezer dibahunya. Dan dasi yang sangat sulit menggambarkan keadaannya. Okay terlalu hiperbola.

"Kau bisu?" ujarnya lagi.

Aku mendelik, ia menghinaku.

"Diam artinya iya." putusnya duduk dipagar setinggi 2,5 meter dan berjarak 0,5 meter dari kamarku.

"Aku sering lewat sini. Dan sering melihatmu dibalik jendela itu. Hehe.. Kau bukan penguntit, kan?" ia berucap lagi. Aku melotot kaget. How can he know?

"Ya" jawabku singkat. Aku berdiri didekat balkon.

"Mengapa? Ohya, aku Justin. Justin bieber." ujarnya ketawa. Aku hanya sedikit, tersenyum sedikit.

"Siapa namamu?" tanyanya.

Siapa dia? Ah ya, Justin katanya.

"Aku, panggil saja Selena." jawabku asal. Ia terkekeh, aku juga.

Kemudian wajahnya berubah aneh. Kerutnya dijidat sangat terlihat. Lalu mata itu berbinar.

"Akhirnya aku menemukanmu, sayang." ujarnya semangat.

"Ha? Apa katamu?" aku tak mengerti. Dia mulai gila.

"Iya. 'Kan justin sama Selena pacaran. Hehe." ia terkekeh lagi. Aku menggeleng.

"Udah putus, sorry." ketusku terkekeh, sangat kecil.

"Buat apa putus kalo masih sayang." rauh wajahnya berubah sendu.

Aku diam, dia juga. Setelah hampir 10 menit dalam diam. Ia berseru.

"Eh. Aku kemarin ngambil mangga masa?!" ia terkekeh.

"Mangga siapa?" tanyaku.

Ia kemudian menjawab mangga milik ibunya. Sontak aku tertawa, dia juga.

"Kalo punya mama kamu ya ngga apa-apa dong diambil." balasku masih tertawa.

"Iya, tapi si mama marah. Katanya itu mangga buat bu RT. Mama dititipin bu RT buat beli mangga dipasar." ujarnya.

Dasar, Gila. Aku tertawa lagi. Dia pria gila. Deru mobil memasuki rumah, aku mengenal suaranya.

"Eh. Papaku pulang. Kamu pulang, gih. Udah sore." ujarku seolah mengusir. Namun tak apa bila kau menganggap seperti itu.

"Baiklah. Besok aku kembali kemari. Boleh 'kan?" balasnya berdiri. Menyeimbangkan badan. Aku hanya mengangguk. Walau sebenarnya aku ingin berteriak kegirangan mendapat teman. Bolehkah aku menyebutnya teman?

"Okay. See you, Selena." ujarnya sebelum menuruni pagar rumahku, saat aku perhatikan. Ada tangga kecil yang mungkin ia gunakan untuk naik. Dapat dari mana?

Setelah sampai ditanah dengan selamat dan sehat wal afiat. Dia melambai, aku hanya tersenyum. Ia berlalu dengan mengangkat tangga. Masih aku perhatikan hingga tertutup oleh bangunan lain.

"Nakyung." Ayah masuk kedalam kamar. Menemuiku dibalkon, lalu mengajakku masuk.

"Ngga baik diluar." Aku mengangguk.

"Miss Wendy ngga datang malam ini. Kamu disuruh belajar sendiri." Ayah mengatakan tentang guru privatku. Aku hanya mengangguk. Lalu papa menghilang dibalik pintu setelah memintaku untuk mandi dengan bahasanya yang kaku.

"Nakyung mau sekolah diluar, yah." kesalku yang hanya berani kukatakan pada bayangan papa disini.

Beliau akan marah saat aku menyinggung hal ini. Mengatakan keinginanku untuk sekolah seperti remaja lainnya.

Sebenarnya aku pernah merasakan sekolah umum. Hanya tamat SD, itupun saat aku tinggal dirumah nenek di bogor. Setelah aku kembali ke jakarta aku homeschooling. Ada hal aneh menurutku. Namun ya sudahlah. Aku hanya punya Ayah setelah Ibu meninggal dan kakak ku yang meneruskan hidup di negara orang, aku tidak bertemu Kak Saerom sekembalinya aku dirumah ini.

Malam ini, tidak ada bulan.

Aku duduk disamping ayah dikursi taman kecil dirumahku. Wajah ayah tampak gelisah setelah menerima terlfon. Sudah aku tanya mengapa. Namun Beliau hanya bilang, 'Urusan pekerjaan'.

"Yah. Steffi boleh punya temen?" tanyaku melempar pandangan pada Ayah. Beliau hanya bergumam. Setelah itu pergi dengan mobilnya. Mau kemana ayah? Aku juga pergi. Menatap mobil ayah yang melaju kencang.

"Non. Tadi ada yang nitip ini." bi Sunmi ㅡpengasuhku sejak kecilㅡ memberikan sebuah kotak. Aku mengangguk dan menuju kamarku.

Kubuka kotak itu.

ㅡHai, Selena. Tidak memberimu novel atau apapun. Hanya ingin mengatakan dilangit ada bulan yang menyingkirkan indahnya senja tadi. Ia tampak bahagia setelah membuat senja pergi malam ini. Besok aku datang lagi. Tidak meminta pendapatmu dan tanggapanmu. Hanya memberitahu.

Justinㅡ

Hanya itu didalam kotak. Bukan ditulis disebuah kertas. Namun, ditulis didasaran kotak itu. Ada-ada saja si Justin ini.

Aku menuju balkon. Memerhatikan langit gelap. Kau bohong, Justin. Tidak ada bulan, batinku berkata pada bayangnya senja tadi. Kuangkat lagi kotaknya. Kubuka. Dibalik tutup kotak. Ada tulisan.

"Hubungi aku bila kau suka kotaknya. 081877697xxx" Aku terkekeh. Dia memintaku menghubunginya.

Sedikit berlari, aku meraih ponsel. Dan percayalah, ponselku tidak sepintar milikmu.

'Hanya memberitahu. Aku suka kotakmu. Bisa aku pesan lebih banyak?'
Sent.

Tubuhku melayang dalam dekapan ranjang empuk dari ayah. Baru ingin menutup mata. Deru mobil ayah memasuki rumah. Aku turun.

"Dari mana, yah?" ujarku tak terjawab saat ayah membanting pintu kamarnya begitu kencang, Ayah tengah marah. Aku kembali kekamar. Meraih ponsel disamping guling.

'Bisa. Tapi jangan pesan pada ibuku. Kau akan dimarahi' balasnya.

Aku menyungging senyum.

'Kenapa? Kan aku bayar'
Sent.

'Iya. Karna aku akan tertangkap basah mengambil kotak dikamarnya.'

What? Hahaha, aku tertawa.

Kotak ini ia ambil dari kamar ibunya? Ya Ampun.

'Kau memberiku barang curian?'
Sent.

Aku terkekeh lagi. Manusia jenis apa sih dia?

'Tidak. Itu milikku, kotak hadiahku untuk mama. Berhubung isinya sudah ia ambil. Yasudah aku ambil kembali kotaknya.'

Ya ampun. Hahaha, pria ini.

concise: senja dan bulan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang