O5. Akhir

917 173 28
                                    

Aku keluarkan semua kotak yang pernah ia kirim selama 3 tahun lebih. Hampir memenuhi kamarku. Ayah tau tentang kotak itu. Dan beliau akhirnya mengerti hal itu.

"Jun. Dia siapa? Siapa gadis itu?" ujarku melihat sebuah kotak. Kotak terakhir yang ia kirimkan. Berwarna merah maroon. Tidak sebesar yang lain. Namun sangat istimewa.

ㅡHai, Selena. Mau kah kamu menungguku? Apapun jawabanmu. Aku anggap itu 'iya'

Justinㅡ

Akhirnya aku tau arti kotak itu. Aku dekap kotaknya sebagai peluap rasa ini. Air mataku meleleh. Aku melihatnya. Menemukannya. Dan bertemu dengannya. Namun takdir seolah tak mengizinkan untuk bersama.

"Nakyung." kak Saerom mematung setelah masuk ke kamarku.

"Banyak bgt, dah." ia mengambil salah satu. Membaca sangat keras.

ㅡHai, Selena. Sudah setahun hanya mengirimi kotak berjalur bi Sunmi. Aku pernah mencoba kesana. Entah kotak itu sampai ditanganmu atau tidak. Tapi aku membawa oleh-oleh saat pulang. Cap tangan dari beberapa pengawal sialan mu itu. Sangat berkesan.

Justinㅡ

Kak Saerom geleng-geleng. Aku menatapnya. Dia menatapku juga.

"I found him." ujarku. Masih dengan air mata dipipi.

"Si Justin? Eh gue baru tau dia ngirim kotak sebanyak ini. Gila aja sih ada yang begitu." komentar kak Saerom dengan jarinya mulai menghitung kotak-kotak itu.

Sungguh ayah pernah melihat semua isinya. Perlu waktu 1 minggu dengan 100 kotak yang ia bawa kekamarnya. Setelah itu beliau mulai pasrah. Mengizinkan bi Sunmi mengantar kotak kiriman Renjun untukku. Beliaupun mengusukan untuk memindahkan kotak itu kegudang karna memenuhi kamarku. Aku menolak. Yang benar saja.

"Kak." rengekku pada Kak Saerom yang bibirnya komat kamit menghitung kotak itu.

"Apa sih? Berapa tadi? Ah ya 178, 179, 180, 181. Bodo ah. Capek." pasrah kak Saerom mengusap perut buncitnya. Adiknya David. Hubungan ayah dan kak Hyunbin juga baik sekarang.

"Kak dia gendong anak kecil masa." ujarku menghempaskan diri di ranjang.

"Anaknya kali." jawab kak Saerom tak perduli. Ia juga duduk disampingku.

"Ih lo mah gitu. Tenangin kek. Itu keponakannya atau ya sepupunya. Gitu kek. Bikin tambah down deh." ujarku menutup wajah dengan bantal.

"Nah itu lo bisa mikir gitu. Positif dong." balas Kak Saerom. Aku mulai senyum.

Siangnya aku menjemput David. Sengaja kok biar ketemu gadis kecil itu. Aku keluar dari mobil. Pukul 1 siang. Ada mobil hitam disamping mobilku, mungkin orang tua siswa.

Ada langkah mendekat kearahku. Aku abaikan, orang tua murid. Aku masih memerhatikan taman kanak-kanak.

"Liatin apa?" suara dibalik tubuhku. Suara berat khas seorang lelaki. Orang tua murid kali, bodo amat.

"Ada." jawabku acuh. Sok kenal banget.

"Pengen punya kek gitu, ya? Sama aku yuk" ujarnya lagi. Kok ga sopan ya. Aku berbalik. Penuh amarah.

"Kalo bicara dijaga,ya. Anda pikir anda siapㅡa?" aku memelankan suara diakhir kalimatku. Dia?

"Apa? Memang saya siapa?" balasnya formal. Setelan kemeja rapih.

"Nggak. Saya ngga kenal anda. Maaf." ujarku menjauh beberapa langkah.

"Daddy." teriak seorang gadis. Melambai kearah Renjun.

concise: senja dan bulan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang