୨୧
Celoteh khas anak anak mengalun, mendominasi mobil yang ayah Damian bawa membelah jalan tol lingkar dalam ibu kota.
Dengan Jerome yang tenang menyanyikan lagu yang selalu di dengarnya lewat tv, dan Navaro yang sibuk mengabsen tiap apapun yang tertangkap kelereng hitamnya lalu sesekali menghisap dot kala haus menyerang tenggorokannya.
"Ibu kabel lisik," seru Navaro kepada sang ibu yang tengah sibuk menyuapi ayah Damian dengan potongan buah yang memang sengaja disiapkan untuk bekal perjalanan.
"Listrik." dan sudah tugas Damian untuk mengoreksi kosa kata kedua putranya yang kadang susah untuk Damian sendiri pahami.
"Iya itu."
"Jeje mau strawberry?" satu kotak bekal lainnya ibu Yeremia tawarkan kepada putranya yang telah lebih dulu diam.
"Nana tidak mau ibu!"
"Iya, Nana ini aja ibu bawakan apel." saut Yeremia, cukup tau dengan selera putranya yang sangat trauma dengan buah dengan perasa asam manis di lidah itu.
"Ayah rumah kakek masih jauh ya?"
"Sebentar lagi sampe, makanya Jeje sama Nana bobo aja biar cepet sampenya." ayah Damian menyaut, dashcam jadi melantara Damian untuk melihat dua wajah bosan yang mungkin sebentar lagi akan merengek minta pulang.
Akhir pekan di penghujung bulan seperti saat ini memang jadi agenda wajib untuk keluarga kecil Kairo berkunjung ke rumah orang tua ayah Kairo yang memilih bangun rumah pensiunan di tanah Bekasi.
Rumah kecil lantai satu dengan halaman luas jadi daya tarik sendiri untuk cucu cucu Kairo kala berkumpul dirumah sang kakek yang hanya tinggal bersama putra bungsunya yang baru menyelesaikan masa studi sekolah menengahnya.
Halaman belakang yang dipenuhi kebun hidroponik punya space khusus untuk anak cucu Kairo berkumpul, tak jarang saat malam tiba akan ada api unggun kecil untuk para orang dewasa membakar daging atau jagung hasil beli dari tetangga yang pergi ke sawah.
Di siang hari, bungsu Kairo sudah menyiapkan kolam renang kecil dari balon yang baru di pompanya, dibelakangnya ada si kembar Kairo sekaligus cucu pertama keluarga Kairo yang mengekor kemanapun pamannya melangkah.
Sudah tidak sabar bermain air setelah menempuh perjalanan hampir dua jam untuk sampai di rumah kakek Kairo.
"Hiyaaaaa!" pekik Navaro begitu kolam renang sudah terisi penuh oleh air dan mainan karet hasil selundupan Jerome ke dalam tas kecilnya tadi pagi.
"Tembak Jeje!" seru paman Michael yang sudah memegang pistol air ditangannya, disusul Navaro yang ikut serta mengambil satu pistol air dan kacamata renang yang menutupi sebagian wajahnya.
Keduanya nampak kompak menyerang Jerome yang masih berusaha melepaskan pakaiannya sendiri sebelum bermain air, berbeda dengan Navaro yang main asal menyeburkan diri tak peduli diapers yang digunakan sudah mengembang sempurna buat sepasang kakinya melebar tak karuan saat berjalan.
"Selang Jeje uuUuuus!" labium Navaro mengecurut, sepasang tangannya sibuk menembak air dalam pistol kearah sang kembaran yang wajahnya mulai merah menahan kesal.
"Ihhhh Nana!" pekik Jerome, tubuh gempalnya yang polos tanpa sehelai pakaian menempel pada tubuhnya berlari mendekat, mendorong Navaro yang belum siap untuk keduanya berakhir terjerembab dalam kolam renang buatan sang paman Michael.
"Anjing ya kamu!" seru Jerome.
"Waduh."
"Jerome Kairo."
Di salah satu kamar yang biasa Damian tempati saat menginap masih setia di selimuti hening, dengan figur Kairo dewasa yang duduk di atas ranjang dengan Jerome yang setia hadap tembok kamar.
Tubuh si kecil masih polos tanpa dibalut pakaian ataupun handuk saat Yeremia dapati putra sulungnya mengumpat di belakang rumah, tanpa banyak bicara figur si kecil diangkatnya masuk dan di hadapkan pada sang ayah yang baru saja mengistirahatkan punggung.
"Tadi bicaranya gimana sama Nana?" baritone tegas akhirnya Damian alunkan, labium tipisnya sesekali coba Damian gigit untuk tidak loloskan tawa karna gemas dengan wujud putranya yang terlihat seperti tuyul dari belakang.
"Jerome tidak mau bicara sama ayah? Sudah tidak mau jadi anak ayah lagi, iya?"
"Jeje ayah,"
"Jerome dengar tidak ayah bicara apa?"
"Jerome diam disitu sampe ayah kembali masuk."
Pintu kamar yang ditutup kencang buat Jerome kecil berjengit takut, cukup tau kalau ayahnya sedang marah besar tapi tak cukup paham dimana letak kesalahannya.
Tralis jendela bahkan jauh lebih menarik dibandingkan tembok abu abu polos didepannya, figur kecilnya sedikit bergeser dari tempatnya semula.
Awalnya tangan kecil Jerome yang dimainkan keluar masuk diantara besi tralis besar di hadapannya, sampai rasa penasaran itu muncul buat Jerome memajukan kepalanya untuk ia masukan kedalam tralis.
Mulanya mudah, karna tralis yang dibuat cukup punya jarak yang lebar antara satu sama lain. Tapi begitu suara yang berasal dari luar tertangkap rungunya buat si kecil Jerome panik bukan main.
Kepalanya tak bisa keluar dari tralis, dan suara yang didengarnya buat dirinya semakin ingin menangis.
"Kakek!"
Pecah tangis si putra sulung Damian buat pria paruh baya penuh keriput diwajahnya lari mendekat ke asal sumber suara, bersama Navaro yang sudah aman dalam gendongannya sebelum menantu Kairo naik pitam minta putranya keluar dari kolam renang.
"Ya Tuhan Damian ini gimana bisa gini, gimana ngeluarinnya coba? Di potong aja papa ada bor di gudang."
"Aaaaaa tidak tidak boleh tidak potong kakek jangan aaa ibu jehhh jehhh nahh kalhhh minta maaf hik aaa."
𔘓 This Part is Over, See You Next Chapter ㅤ𔘓
KAMU SEDANG MEMBACA
a flower blooms on the street
Fanfiction⠀ Ada cerita beragam rasa disudut kota. ⸂ © 𝗻𝗮𝗿𝘁𝗰𝗶𝘀𝘀𝗶𝘀𝗺﹐𝟮𝟬𝟮𝟰. ⸃