୨୧
Tubuh gempal Navaro yang masih setia dibalut handuk biru menjadi akhir dari perjuangan ayah Damian di pukul tiga sore ini.Setelah selesai mendadani putra sulungnya dengan beragam skincare bayi dan menyumpal mulut kecil Jerome dengan sebatang permen lolipop, figur Kairo dewasa beralih mengejar putra bungsunya yang sibuk berkeliaran sembari menyeret handuk birunya yang telah lepas total.
"Ya Tuhan Yesus Navaro Kairo bener bener ya kamu."
"Sini ngga, pake baju dulu heh Astagfirullah ayah paketin kamu ke rumah opung."
"Yeee ndaa kena ndaa kenaa ayah nana sini uuuu," lidahnya menjulur menggoda ayah Damian yang sudah beri tatap garang padanya.
Pintu kaca yang terbuka menjadi tujuan Navaro kali ini, pun Damian sudah membaca gerak gerik bungsunya yang kelewat menguji kesabaran sang ayah dari sejak bangun tidur tadi.
"Tita,"
"Uwa,"
"Tu!" Jerome dari sofa panjang ruang keluarga menghitung dengan suara lantang, bersamaan dengan Navaro yang berhasil masuk dalam jeratan ayah Damian untuk segera di dandani sebelum keluar.
"Nana natal," seloroh Jerome menunjuk kembarannya yang tak mau diam saat Damian coba baluri minyak telon, dengan beragam alasan khas anak anak yang Navaro suarakan.
Dari katanya panas sampai perutnya pusing dan mual tak berkesudahan, Damian sudah hapal betul diluar kepalanya menghadapi segala polah Navaro ketika waktunya dibaluri beragam skincare bayi, tak seperti kembarannya yang pasrah saja saat di dandani orang tuanya.
"Nakal." ulang Damian, coba benarkan ejaan si sulung yang masih suka keliru.
"Na kan."
"Yee kok nakan jadinya, nakal Jeje." ulang Damian.
"Jeje tidak nakal ayah! Nana yang nakal." seru Jerome, labium tipisnya mencebik tak terima di tuduh nakal oleh sang ayah tercinta.
"Ahh taulah suka suka kalian." tak ingin berdebat dengan sang putra, Damian lebih memilih mengalah.
Karna akan lebih panjang lagi urusannya kalau sampai Damian menyauti ucapan si sulung, belum lagi kalau Jerome sampai menangis maka kembarannya anak ikut serta dalam paduan suara berisi tangisan yang buat Damian juga ingin ikut serta menangis bersama.
Taman komplek di sore hari selalu di penuhi warga sembari membawa anak mereka untuk melakukan aktivitas dewasa; read bersosialisasi.
Termasuk Damian yang selalu memanfaatkan sore hari ini untuk menghirup udara segar setelah bertempur dengan kedua putranya sejak sang istri pamit bekerja.
Balance bike yang ditumpaki Jerome dan Navaro sesekali berhenti untuk minta disuapi sang ayah yang mengikuti dari belakang, pun sesekali Damian beri teguran untuk kedua putranya, terkhusus Navaro untuk menurunkan laju sepedanya.
"Aaa terakhir abis itu Jeje boleh main sendiri." satu suapan terakhir Damian berikan pada putra sulungnya yang masih terjangkau oleh matanya, entah kemana si bungsu berada setelah barusan Damian tegur.
Sedangkan Jerome yang baru mendapatkan suapan terakhirnya tengah berjuang mengunyah, pualam gembilnya kian bulat karna disumpali nasi dalam jumlah besar.
Balance bike yang semula Jerome dorong menggunakan kaki berhenti sejenak, menatap tak senang sang ayah yang selalu memberikan suapan besar diakhir sesi makan. Kan mulut Jerome masih terlalu kecil, akan sulit mengunyah halus makanan yang masuk ke mulutnya.
"Ayah tunggu sini, kalo Jeje mau jajan kesini aja sama Nana, ngerti nak?" kepala Jerome mengangguk patuh pada petuah yang ayahnya berikan, setelah menghabiskan setengah botol air figur Jerome ikut melaju meninggalkan ayah Damian yang sibuk menggosip bersama ibu ibu komplek yang juga tengah momong anak cucu mereka.
"Jeje tinih tinih tuh," telunjuk Navaro mengarah pada sekumpulan remaja yang tengah bermain kartu berwarna, disekelilingnya juga ada beberapa kawan si kembar yang terlihat menikmati kegiatan para remaja itu.
"Ayah dimana?"
"Tuh, lagi cerita sama mami Ipang sama lainnya." celoteh Jerome, menunjuk pada figur ayah Damian yang tenggelam diantara para ibu ibu juga bapak bapak yang sore ini kedapatan tugas menjaga anak mereka bermain di taman komplek.
Navaro mengangguk, Jerome sendiri tak yakin apa kembaran beda waktunya itu berhasil menemukan keberadaan sang ayah ditengah lautan manusia yang tumpah ruah di taman sore ini.
"Jeje kesana yuk, ada Payan Ipang dan Linggo tau."
"Yuk." yang menjabat sebagai sulung Kairo lebih dulu menggenggam tangan si bungsu, melangkah mendekati sekumpulan anak remaja dan meninggalkan sepeda dibawah pohon tak jauh dari ayunan yang semula ingin Jerome naiki.
Begitu sampai, Jerome lebih dulu ambil posisi di sebelah kawannya yang bernama Ringgo sekaligus bertanya tentang apa yang pada remaja itu lakukan disana.
Sedangkan Navaro tengah asik berceloteh merecoki para remaja yang dua diantaranya adalah sang paman dan kakak dari Haivan.
"Oooo!" pekik Navaro bersama paman mereka yang berhasil membuang semua kartu berwarna ditangannya, Jerome disisi lain hanya diam mengamati sembari tangan kanannya yang tak lepas genggam Navaro agar tak kabur lagi.
Akan kasian ayah nanti kalau sudah tiba waktunya kembali ke rumah dan Navaro kembali berulah dengan hilang saat jam bermain di luar sudah berakhir.
𔘓 This Part is Over, See You Next Chapter ㅤ𔘓
KAMU SEDANG MEMBACA
a flower blooms on the street
Fanfiction⠀ Ada cerita beragam rasa disudut kota. ⸂ © 𝗻𝗮𝗿𝘁𝗰𝗶𝘀𝘀𝗶𝘀𝗺﹐𝟮𝟬𝟮𝟰. ⸃