BAB I : 4. sayang sayang ibuku sayang

652 112 18
                                    

୨୧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

୨୧


   Dari pagi sekali ayah Damian sudah pergi dari rumah karna panggilan kerja, buat ibu Yeremia terpaksa izin tak bisa datang ke kampus; kecuali anak bimbingannya yang mau datang ke rumahnya untuk mengajukan setumpuk lembar berisi tugas akhir mereka.

Pukul sepuluh pagi, Yeremia masih bisa menikmati waktu santainya dengan menyicil pekerjaan sembari menunggu mesin cucinya berbunyi tanda usai menggiling dan dua jagoan kecilnya yang sengaja Yeremia biarkan tidur lebih lama dari biasanya.

Lima belas menit berlalu, layar datar yang tengah menampilkan berita panas tanah air jadi hiburan Yeremia setelah menyelesaikan satu pekerjaannya disusul dengan langkah kaki kecil sembari merengek mencari sang ibu.

     "Ibu disini sayang," ucap Yeremia pada putra bungsunya yang berdiri diatas undakan tangga. Boneka kelinci hadiah atas kelahiran kedua putranya berada pada posisi tercekik ditangan gempal Navaro, lengkap dengan pacifier warna merah muda yang menyumpal labium si bungsu Kairo.

     "Sini sayang," lembut Yeremia panggil si buah hati untuk mendekat, kedua tangan yang direntangankan buat Navaro mendekat untuk dapatkan dekap paling hangat di dunia.

Setelah menyimpan erat tubuh gempal Navaro, tangan kanannya bergerak beri usapan sayang di punggung kecil yang terus merengek ditengah menghisap kuat pacifiernya.

Tepat pukul setengah sebelas Yeremia bangunkan si sulung Jerome yang nampak lelap sembunyi dibalik selimut bayinya, pacifier biru sama sama menyumpal labium kedua putranya yang kompak kembali pejamkan mata saat Yeremia turunkan Navaro dari gendongannya keatas kasur si kembar Kairo.

     "Eeei anak ibu ayo bangun sayang," lirih Yeremia.

     "Ihhh bu," lirih Jerome memanggil sang ibu yang tengah sibuk berkutat dengan lemari kayu di hadapannya.

     "Iya sayang?"

Dua tumpuk pakaian bayi dan satu ranjang kecil berisi skincare anak anaknya Yeremia simpan diatas nakas, "Mandi yuk, abis itu kita makan."

     "Dino ajak tidak?" tubuh Jerome yang sudah berpindah dipunggung Yeremia bertanya, buat sang ibu sedikit tersenyum paksa.

Cukup PR memberi makan kedua putranya dan sedikitnya sepuluh koleksi dinosaurus sang putra, Damian beberapa hari yang lalu bahkan mengeluhkan kegiatan makan di rumah karna diberi kewajiban menyuapi para mainan dinosaurus atau Jerome akan tantrum tak berkesudahan.

     "Iya nanti makan sama dino sama Nana, tapi harus mandi dulu anak ibu ajak Nana juga ya sayang." titah Yeremia diangguki si sulung yang langsung menjauh dari punggung, bergerak ke arah Navaro yang entah sejak kapan sibuk berguling diatas kasur kesana kemari.

     "Mandi yuk!" seru Jerome.

     "Kata payan kalo mandi nanti jadi monyet." celoteh si kecil Navaro buat ibu Yeremia mengerutkan kening, buat satu nama yang sejak insiden Jerome mengumpat di rumah kakek Kairo kembali berputar bagaikan lagu di kepala Yeremia.

     "Nana mau mandi sekarang atau ibu cuci itu eronya?" kelinci buluk yang masih setia tercekik dalam genggam Navaro mendadak ia sembunyikan dibalik punggungnya, kelereng hitam lugunya mendadak beri tatap galak pada ibunda yang mulai mendekat kearahnya.

     "No ibu! Nanti ero mati kalo dicuci nanti Nana tidak bernafas pucing tidak melihat ero lagi." Navaro mendramatis diatas kasurnya, memeluk sayang boneka yang sudah menemaninya dari saat masih bayi merah sampai sebesar ini.

     "Yaudah mandi sekarang, tuh Jeje udah lepas semuanya."

     "Ihh kamu tidak seru!" amuk Navaro pada Jerome yang sudah sepenuhnya telanjang dan siap menerjang ember berukuran sedang berisi air hangat dan para dinosaurusnya.

     "Kemarin aku liat payan mandi tapi tidak jadi monyet tuh," saut Jerome lalu bergegas kabur menuju kamar mandi untuk melaksanakan ritual mandinya.

Pikir Jerome dia harus cepat cepat mandi agar para dinonya bisa makan masakan ibu, soalnya terakhir kali dinonya makan itu kemarin pagi bersama sang ayah lalu sorenya ketiganya kembali ke taman komplek untuk bermain sembari disuapi sang ayah.

     "Ibu,"

     "Iya nak?"

     "Nanti sore boleh mam dirumah dulu sebelum main?" tawar Jerome.

     "Boleh sayang, kenapa emang Jeje mau makan dulu?"

     "Biar dino bisa ikut mam ibu, ayah tidak kasih dino mama diluar soalnya nanti hilang."

Baiklah, Yeremia bisa apa kalau putranya berkata demikian. Lebih baik Yeremia ikuti apa yang Jerome dan Navaro mau, selama itu tidak menganggu ternak warga atau memasukan kepala kedalam tralis rumah.

     Setelah sarapan sekaligus makan siang yang panjang, Yeremia akhirnya bisa bernafas lega. Kedua putranya mulai tenang diatas sofa menghadap tv dan sebotol susu hangat jatah hari ini.

Suasana rumah cukup tenang di pukul dua belas siang, pintu utama sengaja Yeremia buka untuk melakukan bergantian udara sembari menikmati hawa siang yang untuk hari ini terasa tidak menyengat dan menyiksa.

Kipas lantai yang sebelumnya Yeremia siapkan masih setia berputar kanan dan kiri beri angin sejuk, paling tidak agar Jerome dan Navaro tidak perlu bermandikan keringat yang berujung pada biang keringat.

     "Ibu habis,"

     "Cookies mau?" satu toples hasil baking ibu Yeremia diterima baik Jerome yang turun dari sofa meninggalkan botol susunya disana untuk mendekat kearah sang ibu yang merebahkan diri.

     "Nana bobo,"

     "Iya gapapa, Jeje mau bobo juga?"

     "Sayang sayang ya ibu,"

     "Iya di sayang sayang." tangannya perlahan Yeremia usapkan dipunggung Jerome, sesekali labium tipisnya beri hembusan meniup bulu mata lentik si sulung untuk terpejam.

Satu tangan yang Jerome jadikan bantal, Yeremia gerakan perlahan diatas kepala Navaro yang sebelumnya ia pindahkan demi menghindari putranya jatuh.

Siang yang tenang, dengan suhu matahari yang cukup bersahabat buat Yeremia perlahan ikut tenggelam dalam buaian suasana yang ada. Membiarkan televisi yang menyala menonton mereka bertiga yang kompak menjemput mimpi di siang hari.

Setidaknya itu yang Yeremia duga kali ini, dan entah berapa lama ibu dua anak itu terlelap sampai teriakan sang adik yang juga tinggal di komplek perumahan yang sama menusuk gendang telinganya.

Bersama dengan munculnya Hendrick yang separuh tubuhnya penuh lumpur hitam, dan wajahnya mengerut kesal.

     "Tidur kau kak? Pantas kali si ucok bebas berkeliaran dirumah." seru Hendrick khas dengan nada tanah Medannya.

     "Di rumah opung kah?"

     "Tuh, nyebur got mereka karna mau petik mangga di belakang rumah opung." seru Hendrick.

     "Ibu mangga!"










𔘓     This Part is Over, See You Next Chapter ㅤ𔘓

a flower blooms on the streetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang