Hh

5.4K 552 31
                                    

Lova merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk hotel. Melelahkan berjalan seharian di taman safari itu. Maksudnya dengan mobil. Ada kepuasan tersendiri saat Lova bisa melihat kucing-kucing besar di sana.

Lova bahkan tidak menyangka bisa berfoto dengan salah satu singa yang memang sudah dijinakkan. Jelas dengan pengawasan petugas di safari itu.

Senyuman terbit dari gadis berambut lurus itu. Matanya yang tertutup membuat semua yang terjadi tadi siang terulang dengan baik dibayangannya.

Bayangan hewan-hewan yang menyambutnya dan pengunjung lain. Bagaimana dia dengan antusiasnya melihat hewan-hewan di safari itu. Atau bagaimana dia bisa menyentuh banyak binatang yang selama ini hanya dilihat di dalam tv. Ah menyenangkan.

Lalu senyuman itu berkelebat. Senyuman yang membuat Lova bergetar akhir-akhir ini. Dari pria yang Lova sendiri tidak menyangka akan kembali untuk memenuhi kehidupannya dengan segala ketidakmungkinan.

Lova membuka matanya untuk menghilangkan bayangan-bayangan menyenangkan dari pria itu. Tapi retinanya tak menemukan sedikitpun cahaya. Kamar hotel menjadi sangat gelap.

Melihat hujan yang belum reda dan suara petir di mana-mana, Lova meyakini bahwa ada pemadaman listrik darurat. Segera gadis itu meraih handphone dan menyalakannya.

Lova duduk di pinggir ranjangnya. Beberapa kali menscroll aplikasi yang ada di ponsel, lalu kembali merebahkan diri setelah melihat tidak ada yang menarik di sana.

Mata gadis itu kembali terpejam. Berharap bisa terlelap untuk menghilangkan penat.

"Miss, tolong. Saya takut gelap. Saya takut, miss. Saya gak bisa napas. Miss, tolongin saya!"

Lova terperanjat dan langsung terduduk. Sepertinya dia mengingat sesuatu dan melupakan seseorang. Gadis itu berlari keluar tanpa alas kaki dengan membawa senter dari handphonenya.

Segera Lova membuka pintu kamar yang ada di sebelah kamarnya. Gelap pekat. Lova mengedarkan senternya ke sudut kamar itu. Tiba-tiba saja rasa khawatir melingkupinya setelah kenangan itu kembali terbayang.

"Alder!" Lova menguatkan suaranya. Deras hujan di luar sana masih memburu dan Lova tak ingin suaranya kalah.

"Alder Reuven!" pelan, Lova masuk lebih dalam ke kamar yang masih hening. Belum ada balasan dari panggilannya.

"Alder, ini saya. Lova." Gadis itu masih berusaha mengedarkan senternya ke setiap sudut kamar.

Srak!

Lova langsung menoleh. Cahaya dari senternya menangkap siluet di sudut ruangan kecil yang menjadi pembatas antara ruang tidur dan kamar mandi.

Bergegas Lova menghampiri. Meletakkan sembarangan ponselnya dengan posisi cahaya senter di atas. Sehingga ruangan menjadi sedikit terang karena pendaran cahaya senter.

"Hei." Lova mengusap wajah yang sekarang basah karena keringat. "Bernapas, Alder. Pelan-pelan."

Pria yang sekarang kembali terlihat seperti anak-anak di mata Lova, mengikuti perintah. Ditariknya napas dalam dan menghempaskan dengan pelan.

"A-aku ma-u ke kamar man-di," berkali-kali Alder menelan ludahnya untuk menenangkan dirinya sendiri. "Tiba-tiba gelap. Lam-pu-nya mati, Lov."

"Iya-iya, aku tahu. Udah jangan ngomong lagi, ya. Gak papa, aku ada di sini." Berkali-kali Lova mengusap wajah Alder. Tubuh pria tinggi itu menggigil.

Lengannya tercengkram kuat oleh tangan besar itu. Lova benar-benar merasakan ketakutan dari cengkraman Alder.

"Aku takut, Lov. Takut banget." Alder memeluk tubuh mungilnya.

12 [Sudah Pindah Ke Ican Novel Dan Kubaca]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang