Ss

4.5K 495 25
                                    

"Kayak gitu deh kira-kira cara Lova ninggalin gue." Alder menyesap coklat hangatnya.

Lova menyipitkan mata tak percaya. Dia benar-benar terlihat yang paling bersalah setelah Alder berucap seperti barusan.

"Pantes, dia gak bilang apa-apa waktu mau pindah. Waktu gue tanya malah marah-marah," Arnav mencebik melirik sang kakak, "Dan hampir dua bulanan dia uring-uringan di kontrakkan baru."

"Itu karena gue belum dapet kerjaan kali." Lova berusaha membela diri.

"Berarti kamu udah punya perasaan dong sama aku waktu itu?" Alder menatap Lova dengan senyuman mengejek.

"Apaan sih? Omongan Arnav aja didengerin," ketus Lova mencengkram erat gelas coklatnya.

Alder terkekeh menang. "Lo beneran ngebeli perusahaan penerbitan tempat kita kerja cuma karena Lova ada di sana kayak yang lo ceritain di awal perkenalan?"

Pria dengan bulu mata panjang itu mengangguk dengan senyuman ke arah Evelyn.

"Gue frustasi, mbak. Kehilangan Lova kayak nyedot semua energi kehidupan gue. Sambil sekolah, gue terus cari informasi soal keberadaan dia. Sampai akhirnya, Farhan, temen yang waktu itu ngabarin kepindahan Lova cerita ke gue kalo dia ketemu sama Lova."

Alder bahkan tak menatapnya. Dia hanya bergantian melihat ke arah Arnav dan Evelyn dengan sesekali tersenyum tipis.

Tapi Lova tidak bisa sedikitpun berpaling dari wajah tampan itu. Ada sesuatu yang membuat jantung Lova terasa sakit yang menjalar ke kepala.

Siapa yang menyangka bahwa begitu berartinya Arlova Zemira bagi Alder?

Ah, soal Farhan. Lova ingat bahwa memang sempat bertemu dengan mantan muridnya itu. Saat itu ada sebuah bazaar di salah satu toko buku, dan ternyata Farhan adalah promotor bazaar itu.

Lova tidak pernah mengira bahwa Farhan akan menceritakan pertemuan mereka pada Alder. Dan kembali menjadi awal kisahnya bersama pria muda ini.

"Gue langsung nyari nama perusahaan penerbit tempat kalian kerja. Sesekali gue ke sana sebelum akhirnya mutusin buat jadi bos di perusahaan itu dan ngelamar Lova di pasar."

Arnav dan Evelyn tidak lagi bisa menahan mulutnya untuk terbuka lebar.

"Jadi yang lo omongin waktu itu bener, bik?" Arnav melihat kakaknya, mencari kepastian.

"Lo aja yang gak percaya!" Lova mendengus kuat. Tawa kecil terdengar dari Alder.

"Gue gila kali ngintilin Lova ke mana pun dia pergi," Satu fakta lagi yang baru Lova tau, "Sampe akhirnya gue gak tahan liat dia dasteran di pasar, kayak rasanya dia lagi ngebelanjain kebutuhan gue gitu. Jadi gue langsung samperin dan ngelamar. Meskipun gue tau banget kalo dia bakal nolak. Jelas karena dia kaget."

"Wuah! Lo jadi penguntit?" Evelyn tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Alder tertawa renyah sebelum akhirnya mengangguk.

"Setelah tau dia ngontrak di mana, gue jadi gak bisa nahan diri buat terus-terusan ngeliat dia. Gue pikir dia bakal kaget banget kalo seandainya tiba-tiba aja gue dateng. Tapi nyatanya, gue beneran buat dia kaget karena muncul di pasar."

Arnav, Evelyn dan Alder tertawa bersama. Sedang Lova, tiba-tiba saja wajahnya terasa panas karena Alder tidak sedikitpun menyembunyikan seberapa ia benar-benar mencintai Lova.

"Lo suka sama si bibik kenapa sih, Al?" Alder melirik jahil ke arah Arnav yang menunggu jawaban.

"Karena gue udah mencintai dia tanpa alasan. Cinta yang udah berkembang menjadi sayang. Kata Lova, sayang itu lebih luas jangkauannya di banding cinta. Karena sayang itu gak berbatas," Alder menoleh ke arah Lova yang bergeming, "Dan gue mencintai dia dengan rasa sayang yang gak berbatas itu."

12 [Sudah Pindah Ke Ican Novel Dan Kubaca]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang