24-Bohong

16.3K 1.1K 27
                                    

Rain - 24

Bohong

"Lo tau gue gak suka lo bohong, kan? Tapi gak papa,  gue lebih gak suka kalo lo nangis."

🍁🍁🍁🍁🍁


"Hari ini ada kelas PMR, kan?"
Iris menoleh dengan kening agak mengeryit.

"Kok tau?" tanyanya.

Gadis rambut dikucir kuda itu membawa buku di tangannya. Anatomi. Itu buku kesukaannya.

Rain tersenyum lebar. "Tau lah. Tadi diumumin pake toa sekolah. Semua orang juga tau." jawabnya jujur.

Iris langsung berpaling, ada desahan kecil. Pikirannya mulai mengelunjak lagi, kirain Rain sudah hapal semua jadwalnya seperti biasa.

Rain melirik Iris sekilas, dia terkekeh tanpa suara. Rain tau pikirannya.

"Kalo gitu gue pergi dulu, yah." pamit Rain saat mereka hampir sampai di kelas PMR.

"Eh, Rain?" Iris berbalik dan memanggil. Rain pun sama.

"Kenapa?" Dia menaikkan sebelah alisnya.

"Hem … mau pulang?" tanya Iris agak ragu.

"Enggak." jawabnya singkat.

"Terus? Mau ngungguin gue, yah?"

Iris langsung berdehem pelan. Sepertinya dia masih terbiasa dengan kepedeannya karena Rain terus memperlakukannya seperti puteri.

Rain menertawakan Iris, "Ngapain gue nungguin lo? Emang lo siapa?"

Iris mencebik. "Yah kan, biasanya kayak gitu," gumamnya kecil.

"Gue ada latihan band. Lama. Jadi kali ini lo yang harus nungguin gue, kalo mau pulang bareng. Sekian." katanya lalu berbalik lagi.

"Dih, aneh."

Tapi justru karena keanehan dan kepedeannya, Iris bisa tersenyum.
Hujannya sudah kembali, sebagai pelangi, Iris merasa akan hidup lagi. Perasaan dan harinya yang berwarna.

Baru saja senyum itu berkunjung menghiasi wajah cantiknya, saat ia berbalik seakan senyumnya ditarik paksa dari Iris sebagai peminjamnya.

3 orang cewek keluar dari dalam kelas, bersandar di depan pintu dan tersenyum miring menatapnya sinis.

"Pertama Elthan, dilindungi 4 pengawal populer dan sekarang murid baru yang ganteng?"

"Eh, beneran kayaknya lo gak salah nyari mangsa, deh. Kenapa gak dari kemaren-kemaren sih lo dapet yang kayak ginian? Bagus banget tau. Tampang biasa aja, sok berani, sok cantik dan ... gatel?"

Dia berbicara pada seseorang yang baru saja datang. Kakak kelas itu lagi. Dia menunduk, saat Iris menatapnya, dia berusaha menghindari.

"Kalau gini kan gue gak perlu merasa bersalah. Alias, ini pekerjaan mulia untuk membasmi bibit-bibit cabe di sekolah ini."

Kalau Iris bisa jujur, senyum cewek itu tampak sangat-sangat menyebalkan dengan tampang sok hebat.

Iris mencoba melewati mereka, namun di cegah. "Eitsss, mau kemana?" Dia didorong keluar.

"Maaf kak, aku mau masuk." kata Iris mencoba menghindari mereka.

"Masuk? Boleh sih, tapi kakak kelas lo lagi haus,  nih. Bisakan sebagai adek kelas yang baik beliin kita minuman?"

Mereka tersenyum miring saat Iris menatap mereka.

"Maaf, tapi kakak punya kaki, kan? Kenapa gak beli sendiri aja?" balas Iris.


Ke-sok-beraniaannya muncul lagi.
Abigail mendongak dan menggeleng, itu kata-kata yang seharusnya tidak dia ucapkan.

"Apa kata lo?" Jesica maju selangkah dan raut mukanya sudah berubah.

"Jesica," Baru saja Iris mau membuka mulut, Abi langsung memotong.

"Biar gue aja yang beli. Kebetulan gue juga mau ke kantin." katanya.

Iris menatap Abi dan cewek itu seperti memberi kode agar Iris jangan melawan.

"Kenapa lo ikut campur, sih." sinis Sarah.

"Jangan-jangan lo mau belain dia, yah?" tambah Novita memanas-manasi.

Tentu Jesica spontan memikirkan yang sama. Dia menatap tak suka pada Abi. Tampak dia ingin melindungi Iris dan ia tidak suka urusannya dicampuri.

"Kayaknya gue udah terlalu baik, yah, sama lo. Terlalu banyak bicara." katanya pada Abi. Lalu memberi kode pada Sarah dan Novita untuk menyingkirkannya.

Dia ditarik dan dibawa ke dalam kelas. Iris kebingungan. "Kak, kakak itu mau diapain?" Iris mulai panik.

"Diapain apa maksud lo? Udah pasti dia harus bayar apa yang baru aja lo lakuin. Jangan salahin gue kalo sesuatu terjadi sama dia, karena lo yang ngelakuin itu semua." Bahu Iris didorong dengan terlunjuknya dan dia ditatap tajam.

"Dengar, gue paling gak suka dilawan. Dan apa? 'kakak punya kaki, kan?'."

Dia berdecih mengerikan. "Kalo lo terpilih jadi mangsa gue, artinya lo yang jadi kaki gue, paham?!"

"Gue paling benci sama orang yang banyak bicara," Dia menjepit pipi Iris dengan keras sampai kepalanya mendongak. Tak pernah Iris lihat tatapan yang semengerikan itu.

Di dalam mereka kelihatan sedang mengerjai kakak kelas tadi, mencoret-coret wajahnya sementara salah satu dari mereka terus memegangi dan menarik rambutnya.

Apa mereka sudah gila?

Rain [Completed]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang