Happy New Year

14 1 0
                                    

Gelap. Tapi aku masih bisa melihat pemandangan yang ada di depanku.

Menatap hamparan rumput hijau yang terbentang luas dengan senyuman yang kata orang terlihat sangat bahagia. Istilahnya senyum yang tertarik hingga ke telinga. Istilah yang menggelikan, tapi tak masalah.

Angin malam menggelitik jari-jari kakiku, karena aku bertelanjang kaki. Oh, sejak kapan aku tak memakai alas kaki? Aku bahkan tidak sadar astaga, mungkin saking antusiasnya.

"Hei," aku menoleh saat seseorang memanggilku dengan lembut.

Senyumku semakin lebar saat melihatnya kini sudah duduk di sampingku. Bibirku tak akan sobek karena aku tersenyum terlalu lebar kan?

Lucu sekali jika tiba-tiba di koran muncul berita berjudul 'Bibir seorang gadis tak sengaja robek karena tersenyum terlalu lebar saat perayaan tahun baru'. Sangat tidak keren. Aku akan langsung membakar seluruh koran yang mencetak berita tersebut, tapi jika aku bisa, hehe.

Usapan halus di rambut panjangku yang tergerai membuatku refleks memejamkan mata. Nyaman dan menenangkan. Secara otomatis pula memori otakku membuka sebuah kotak yang sengaja kusimpan dengan rapi di sana. Di dalam kotak itu, tersimpan kenangan indahku selama setahun ini.

Mulai dari awal tahun saat aku pertama kali bertemu dengannya. Saat itu, aku dan Belle--sahabatku-- tengah mengantri tiket konser awal tahun.

Antrian mulai tak teratur dan tubuhku terdorong kedepan. Wajahku mendarat pada sesuatu yang lebar, keras dan hangat yang ternyata adalah punggung kokoh seseorang. Apa wajar jika melihat punggungnya saja aku jatuh cinta?

Pertemuan-pertemuan selanjutnya benar-benar klise, karena ternyata dia adalah seniorku di perguruan tinggi. Tentu saja aku langsung bergerak cepat, seperti mengikuti unit kegiatan mahasiswa yang diikutinya, misalnya.

Semuanya berjalan sesuai dengan yang kuharapkan. Kami menjadi dekat dan ternyata dia juga jatuh cinta padaku saat pandangan pertama. Dia bilang saat wajahku menabrak punggungnya, yang terus berputar di otaknya adalah sebuah pertanyaan yang tak berani ia utarakan padaku saat itu.

Tapi ia memberi tahuku saat kami telah resmi menjadi sepasang kekasih. Pertanyaannya membuatku kesal karena ternyata yang ingin dia tanyakan saat itu adalah 'Apa hidungmu baik-baik saja?'. Tentu saja aku kesal, hidungku kan memang mancung kedalam. Menyebalkan!

Hubungan kami juga berjalan lancar, hampir tidak pernah bertengkar. Itu karena dia yang memiliki sikap sangat dewasa. Dia tahu bagaimana cara meladeni sifat kekanakanku. Sangat boyfriend material sekali kan?

Dia membawa warna-warni baru kedalam hidupku yang tadinya hanya berwarna hitam dan putih, monokrom. Setiap perkataan dan perlakuannya padaku seperti sebuah kuas yang terus mewarnai kanvas kosong di hatiku. Aku bersyukur karena dia adalah pelukis yang melukiskan karyanya di hatiku dengan sangat indah.








Usapan di rambutku berhenti bertepatan dengan terdengarnya suara yang menggelegar di langit New York. Bukan sesuatu yang menakutkan. Itu sesuatu yang indah dan berwarna seperti hatiku. Sesuatu itu ditembakkan dari bawah dan saat sudah di atas, ia mekar dan berwarna. Warnanya menghiasi langit tahun baru dan membuatnya terlihat semakin cantik.

Namun setelah itu, warna-warni yang tadi menghiasi langit meredup dan hilang begitu saja seolah diterpa angin... atau ada yang menghapusnya?

Aku terkesiap saat angin kini terasa menusuk, tidak lagi menggelitik. Ugh, sangat dingin. Tapi aku ingin tetap di sini, bersama dengannya menatap langit tahun baru meskipun tak berwarna lagi.

Aku menoleh ke samping, menatapnya yang tengah menatap langit. Ia pernah bilang, ia sangat menyukai langit bagaimana pun keadaannya. Saat kutanya alasannya, ia mengangkat bahu seraya terkekeh.

Merasa di perhatikan, ia pun menoleh padaku lalu tersenyum. Senyumnya tak pernah berubah.

Oh, tentu saja! Semua senyumnya selalu kusimpan di kotak sehingga aku tau senyumnya selalu sama, menenangkan.












Tapi kini, aku merindukan senyum itu....


"Aurora,"

Aku mengerjap-ngerjapkan mata saat seseorang memanggilku dan menepuk bahuku pelan.

Aku mendongak untuk melihat siapa yang melakukannya dan setelah itu aku langsung mengalihkan pandanganku, menatap langit yang dihiasi kembang api.

Tanpa ku sadari, liquid yang paling ku benci sudah meluncur dengan deras dari kedua sudut mataku. Aku menepuk dada dengan harapan tangisku berhenti dan juga memori indah yang tersimpan di kotak, tidak akan menghilang.

Tiba-tiba tubuhku terasa melayang, Ben--yang tadi memanggil dan menepuk pelan pundakku-- ternyata menggendongku menuju mobil.

Aku memberontak, ingin tetap duduk di sini. Kenapa dia hanya menatapku? Apa dia tidak marah saat aku disentuh bahkan digendong oleh pria lain?




"SKY!"

"Aurora, dia sudah pergi."

DEG!

Tepat setelah Ben mengatakan itu, dia memudar lalu menghilang dan duniaku terasa berputar.

Hal terakhir yang kuingat adalah, kotak itu terbuka dan semua kenangan selama setahun ini berhamburan keluar begitu saja dan menyisakkan secarik kertas.

'The best thing I ever did, was that I met you' -Sky

"Sky, what are you doing in the sky?" gumamku dan setelah itu gelap menyerangku.




🌌🌌🌌🌌🌌

"Happy new year" ❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

U [you]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang