3. WHAT'S WRONG WITH ME??

52.1K 1.6K 11
                                    

Happy reading
Don't forget to vote ⭐
______________

Setelah bertemu dengan Arlan, Adel segera menghubungi Ayahnya dengan tersenyum cerah yang terpatri jelas di wajahnya. Setelah sambungan ketiga barulah diangkat oleh Ayahnya.

"Ya, sweetheart." Sahut Ayahnya di sebrang sana.

"Ayah, aku sudah menemui Arlan sesuai permintaanmu." Ujar Adel dengan menahan senyumannya.

"Jadi kau sudah mengetahui namanya. Kalau begitu bagaimana pendapatmu?" Tanya Ayahnya dengan kekehan di akhir katanya.

"Aku akan mengatakannya nanti malam. See you, Ayah." Jawab Adel. Setelah itu barulah ia memutuskan sambungannya dan melangkah pergi dari kafetaria itu dengan senyuman bahagia yang terpatri jelas di wajahnya.
______________

Sesampainya di rumah ia segera memasuki kamarnya dan merebahkan badannya ke kasur kesayangannya. Ia mengambil ponselnya yang ia letakkan tadi di atas nakas.

Ia menggeser layar ponsel itu untuk membuka kunci. Setelah itu ia mencari galeri dan kembali melihat rupa pria yang akan menjadi calon suaminya itu. Bahkan ia tak sadar sekarang tengah mengusap wajah lelaki itu lewat layar ponselnya.

"Kau tampan. Dan kau milikku." Gumamnya.

Ia terlarut dengan suasana senangnya hingga terlelap untuk tidur.

Ia bahagia.
_______________

Malamnya..

Kediaman keluarga Adel tengah menikmati makan malam di ruang makannya dengan nikmat dan hikmat. Sesekali diselingi percakapan ringan untuk mengusir kesunyian.

"Jadi, apa jawaban yang ingin kau katakan pada ayah tadi?" Tanya Adrian setelah membersihkan mulutnya dengan tisu.

Adel yang baru teringat langsung menghentikan makannya dan menatap Ayahnya dengan senyuman yang tercetak jelas.

"Aku menerimanya." Kata itu terluncur mulus tanpa keraguan dari mulut Adel.

Adrian tersenyum dengan jawaban anaknya. Sudah di duganya. Anaknya dan ia itu memiliki selera yang uniknya hampir sama.

"Apa maksudmu, Adel? Kau menerima lelaki tembok itu?" Tanya Resti yang sekarang menyebut Arlan dengan 'lelaki tembok'.

Adel dan Adrian tersenyum kala mendengar julukan yang tertuju pada Arlan itu.

"Ya, aku menerimanya, Ibu." Jawab Adel yakin.

"T..tapi kenapa?" Tanya Resti tak percaya.

"Entahlah, aku tertarik dengannya. Dia memiliki aura yang membuatku tertarik untuk mendekatinya." Aku Adel jujur. Itu yang ia rasakan pertama kali bertemu dengan Arlan. Lelaki itu tak banyak bicara dan tatapannya selalu menyiratkan sesuatu yang sangat membuat Adel tertarik sekaligus tertantang untuk mendekati lelaki tembok itu.

"Ibu masih tidak bisa menerimanya, Adel." Keluh Resti.

"Bukan tidak bisa, Bu. Tapi, belum." Tekan Adel lembut.

"Sudahlah, Res. Aku tak mungkin memberikan satu-satunya anak perempuan kita ke pria yang salah. Arlan itu memang dasarnya seperti itu." Bujuk Adrian untuk meluluhkan hati istrinya. Entah mengapa, Resti sekarang begitu kukuh dengan pendapatnya. Biasanya ia paling malas beradu argumen.

"Baiklah. Aku akan mencoba menerima anak itu." Balas Resti dengan nada yang masih terdengar kesal.

"Jika begitu, Ayah akan mengatur pertemuan kita untuk membicarakan perjodohan ini dengan calon mertuamu." Ucap Adrian dengan tegas dan juga tersirat kebahagiaan.

Adel yang mendengar kata 'calon mertuamu' itu langsung merona. Ia tak percaya bahwa ia akan memiliki mertua sebentar lagi. Namun, sekelebat film yang memperlihatkan bahwa kebanyakan mertua yang banyak tidak menyukai menantunya. Terlebih lagi, bagi menantu yang tak bisa melayani suaminya. Melayani yang dimaksud adalah seperti memasak dan lain-lain. Adel akui, bahwa dirinya sampai sekarang memang belum begitu mengerti dengan dunia pendapuran. Tapi, dengan begini ia akan belajar.

"Ayah, Ibu, Aku mau ke atas dulu." Pamit Adel dan segera berlalu ketika mendapat persetujuan orang tuanya.

Sesampainya di kamar ia segera membantingkan badan ke kasur empuknya dan menyembunyikan wajahnya di bantal. Ia menahan suara teriakannya di dalam bantal itu.

"Ya tuhan, mengapa dengan jantungku? Apa memang benar aku terlalu tertarik pada pria itu?" Gumam Adel sambil memegang dada kirinya untuk merasakan detakan jantungnya yang hebat.

'Kau sungguh membuat duniaku jungkir balik, Arlan'--batin Adel dengan senyuman.

Ia ingin memejamkan matanya untuk larut ke dalam tidurnya. Tapi tak bisa. Ia sangat sulit bahkan untuk memejamkan matanya.

Ada apa ini?

Setelah mendengarkan alunan musik klasik barulah ia merasakan ngantuk dan memejamkan matanya untuk menuju alam mimpinya.

_______________

Jangan Lupa vote dan komentar jangan menjadi silent readers

15 desember 2018

[BG1]ADELIARLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang