Sebatang Cokelat Pelepas Rindu

71 4 0
                                    

Kekasih Bayangan

Kulihat malam ini dia terbaring lemah di ranjang sambil mendekap sebuah pigura. Netra indahnya berhias bekas linangan air mata. Hampir seharian menangis tergugu di sana.

Aku menghela napas berat, memejamkan mata sebentar. Lalu melangkah mendekat. Duduk di samping tubuh kurus ini. Perlahan mengulurkan tangan menyentuh pipi halusnya.

"Maaf ...."

Dia menggeliat, seolah terusik dengan sentuhanku.

"Emm ... dingin," ucapnya lirih, tanpa membuka mata.

Pelan kunaikkan selimut hingga batas dada. Agar dia tak kedinginan lagi.

"Tak ada yang bisa kulakukan saat ini, tapi percayalah, Key. Aku akan tetap menjagamu, hingga nanti ...."

Keysha, gadis ceria berparas ayu, lemah lembut, dan pintar itu selalu mengalihkan duniaku.

Namun, satu bulan terakhir ini, aku tak lagi melihat senyumnya. Tak ada tawa dari bibir manis itu. Keceriaan yang dulu ada seolah menguar bersama udara. Nyawanya seakan terhempas terjun bebas dari atas tebing.

Tersirat jelas di wajahnya kesedihan itu. Kehilangan mendalam. Menahan lara yang dia rasa.

Pagi. Netranya mengerjap pelan kala kusibakkan gorden ini. Sinar mentari menyusup dari luar jendela kaca.

"Selamat pagi, Sayang," ucapku setengah berbisik di telinganya.

"Hmm ... pagi juga, kamu ...?" Sedikit terkaget saat melihatku.

Aku tersenyum sambil membelai lembut rambut panjangnya. Dia masih diam, seolah tak percaya aku di sampingnya.

"Jangan menangis lagi, ya." Aku meraih jemarinya lalu menggenggam erat.

*

Jam menunjukkan pukul 10.10 Key bersiap untuk pergi. Dia mengenakan dress hitam sebatas lutut. Renda berwarna putih menghias di bagian bawah dress dan lengan tulip itu membuatnya terlihat sangat cantik. Meski wajahnya masih terlihat pucat.

Menaiki taxi online yang telah dipesannya beberapa waktu lalu. Meluncur membelah jalan, membaur dengan kemacetan yang menjadi pemandangan setiap hari.

Dia duduk di kursi penumpang bersamaku. Gadis dengan mata sayu di sampingku ini terlihat sedikit bosan. Beberapa kali mengembuskan napas berat. Lalu pandangannya menekuri jalanan dari jendela taxi. Jarak yang biasanya bisa ditempuh tiga puluh menit, kini menjadi satu jam akibat macet.

Sampailah di cafe. Aku dan Keysha segera masuk. Menemui seseorang yang telah duduk di sana. Wajahnya tampan khas orang kaya. Namanya Angga. Aku kenal betul siapa dia.

"Hai," ucapnya.

Key hanya menjawabnya dengan anggukan. Lalu kami duduk di hadapan Angga.

"Macet, ya?" tanyanya.

"Iya," jawab Key singkat.

"Tunggu ya, aku sudah memesan minum untukmu."

"Langsung aja, kamu mau ngomong apa?"

Angga meraih jemari Key. Aku diam, memperhatikan mereka. Ingin rasanya tangan itu kutepis dari jemari Key.

"Key, aku tahu kamu masih sangat kehilangan, tapi ini sudah satu bulan sejak saat itu. Apa kamu akan terus seperti ini?"

Terlihat Key hanya diam, menunduk. Aku tahu perasaannya saat ini. Pasti sangat bimbang. Ada perasaan bersalah dalam diri ini.

Key mengangkat kepala, lalu menoleh ke arahku. Detik kemudian menarik tangan dari genggaman Angga.

Cerita Tentang ...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang