4

3.6K 215 7
                                    

Prak!!

Terdenggar suara benda jatuh. Sri terkesiap, seketika ia langsung masuk ke dalam melihat si mbok. Terlihat mata si mbok berlinang air mata, mulutnya ia tutupi agar tak mengeluarkan suara isakan. "Ada apa, Mbok?" Sri mencoba meraih cangkir yang terjatuh.

"Kowe ojo kewanen! Ikut laki-laki yang belum mahrom." Si mbok berhasil bersuara di tengah isakannya yang tak sanggup ia tahan lagi. "Mbok, isin. Punya anak satu isih dewean, tapi urung mbojo."

Sri menatap nanar wajah si mbok, "Maafin, Sri. Mbok?"

Heri yang masih berdiri di depan rumah, ia pun mendengar semuanya. Hatinya sakit, mengetahui si mbok kekasihnya menginginkan anaknya segera menikah. Tapi apa? Ia hanya bisa memberi harapan, dan harapan. Pria itupun berlalu meninggalkan dua perempuan yang sedang hanyut dalam isak tangisnya.

***

"Mbok, Sri manut si mbok wae lah. Tapi, sedurunge ... Sri izin pamit?"

"Pamit?" Si mbok bingung melihat anaknya sudah berpakaian rapi. "Arep nang endi? Sore-sore," sambungnya lagi.

"Mau ke terminal, Mbok. Nganterin mas Heri, sekalian ...."

"Opo meneh to, Sri. Nemuin Heri lagi, Heri lagi," potong si mbok.

"Sri, janji. Iki sing terakhir," ucapnya meyakinkan si mbok. Akhirnya ia pun mendapat izin darinya.

"Ngati-ati. Eling, kowe ojo sampe melu Heri ke Jakarta. Minta dianter Madi wae." Perintah si mbok.

"Mbok," rengeknya menolak. Tapi yang ada ia mendapat pelototan si mbok, Sri gak berani melawan.

Sri pun berjalan menuju rumah Madi yang terdapat toko sembakonya itu. Dalam perjalanan Sri melihat rumah Heri, tampak ramai. Sepertinya sedang ada acara perpisahan antara orang tua dan anaknya, dan juga tetangga terdekat ikut melepas keberangkatan setiap orang pergi merantau. Warga Pratin memang selalu guyup rukun.

Tak lama Heri pun pergi berangkat diantar pakai motor tetangganya. Sri tak berani mendekat ke rumah Heri, mengingat larangan si mbok.

Sri pun sedikit berlari ke rumah Madi, ia takut tertinggal Heri sebelum memberikan pesan untuknya.

"Mba Minah, ehm ... anu ...," sesampainya di toko Madi ia gugup ketika disambut oleh kakaknya Madi.

"Madi? ngko sit tak panggil." Minah tau apa maksud Sri, yaitu mencari adiknya. Ia terkikik geli melihat wajah Sri, yang antara malu tapi mau.

Tak lama orang yang dicarinya pun keluar.

"Eh, Sri. Ada apa ya?" Madi menghampiri Sri yang sedang gelisah.

"Mas, Mas Madi. Sri nyuwun pangapunten sebelumnya, aku mau minta tolong anterin ke terminal."

"Terminal? Ngapain, Sri?"

Sri gugup dan jantungnya berulah ketika mendapat tatapan lembut dari duda di depannya itu. "Emm, Mas gak mau ya? Kalau aku minta dianterin."

"Mau, tapi jaminane apa?" Dalam hati Madi terkikik geli melihat raut wajahnya yang sangat menggemaskan, grogi. Ia pun mencoba menggodanya.

"Yo wis, aku tak ambil motor," sambungnya. Tak lama Madi pun siap dengan motor gedenya, Madi semakin mempesona saja ketika ia menaiki motornya yang terbilang mewah itu.

Madi menatap Sri, sepertinya kalau ia naik motor bakalan masuk angin. Ia pun mengambil sebuah jaket miliknya di dalam. "Sri, pake jaket dulu. Tar masuk angin lagi," ucap Madi sambil memakaikan jaketnya.

"Sri bisa nganggo dewe, Mas. Cepetan tar ketinggalan," ucap Sri yang melihat Madi nampak melamun memandangnya.

"Oh, iya."

Sri Manut Mbojo (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang