Semenjak kedatangan mantan suaminya, Sri merasa takut. Takut akan Madi suaminya akan jatuh cinta lagi dengan Mirah, melihat dari penampilannya yang terlihat lebih modern, lebih bagus dari segi pakaian. Sri sangatlah jauh berbeda, hal itu membuat nyalinya menciut merasa tak pantas bersanding dengan Madi.
"Dek, melamun? Melamunin Mas, ya?" Madi mencoba menggoda istrinya yang sedari tadi terlihat melamun.
"Dek, Mas dah pulang ko didiemin." Sambungnya. Ia heran, ada apa dengan Sri?
Madi menaruh tasnya, ia baru saja pulang dari toko matrialnya, yang terletak dekat pasar. "Dek!" Kali ini Madi memanggilnya lebih kencang, hingga sang istri tersadar dari lamunan.
"Eh, Mas. Udah pulang." Sri terlihat gugup, matanya terlihat sembab.
"Kowe tes nangis, Dek?" tanya Madi panik.
"Enggak. eh, Mas mau mandi air anget apa ...."
"Jangan mengalihkan pembicaraan." Madi memotong ucapan istrinya.
"Iya, aku abis nangis. Kangen si mbok." Kilahnya sambil menunduk malu. Padahal bukan itu yang menyebabkan air matanya banjir hampir seharian.
Pasalnya semenjak Madi pergi ke toko tadi pagi, Mirah datang. Sok berkuasa. "Kamu itu siapa? Berani ngelarang aku. Ini juga 'kan rumahku dulu, dan sekarang ... ya masih rumahku," ucap Mirah ketika Sri mencoba melarangnya masuk.
"Aku pisah sama Madi, tapi belum ada yang namanya bagi harta gono-gini. Sepertinya mas Madi memang sengaja gak bagiin, biar aku yang minta duluan. Kamu tahu apa maksudnya, Sri? Ha, iya. Kamu mana tahu, kalau Madi itu sebenernya masih sayang sama aku. Makanya dia gak mau bagiin harta, biar aku balik lagi. Kemarin itu dia cuma pura-pura marah sama aku, buktinya aku sekarang bisa di sini, berani ke sini ya karena udah dapet izin dari mas Madi." Bohongnya lagi Mirah pada Sri.
Matanya mengedar ke seluruh ruangan, berjalan seperti artis papan atas dengan pongahnya ia menyentuh meja mengecek tingkat kebersihannya. "Dulu, ni rumah gak sampai kotor begini. Kamu jadi orang males, ya." Celetuk Mirah, kemudian ia mencoba memasuki kamar.
"Mbak Mirah, jangan masuk kamar, Mbak." Sri menghalangi pintu yang hendak dibuka oleh Mirah.
"Ooh, kenapa gak boleh? Pasti kotor ya kamarnya?" Mirah malah mencemooh.
Banyak kejadian yang membuat hati dan pikiran Sri lelah. Entah kenapa Mirah tahu kalau Madi siang gak pulang. Perempuan mantan suaminya itu terus menanyakan hal-hal yang membuat Sri menciut, seolah-seolah Sri tak sebanding dengannya yang lebih pantas bersanding dengan Madi.
"Dek, ada apa? Cerita sama Mas," ucap Madi membuyarkan pikiran Sri yang masih kalut.
Sri menggeleng, tak mungkin jujur pada suaminya. Ia takut kalau apa yang dikatakan Mirah tadi pagi itu benar adanya. "Kangen si mbok, Mas. Udah Mas mandi dulu," ucapnya sambil merapikan tas yang tadi Madi taruh di meja.
***
Hawa dingin terasa menusuk hingga ke tulang, karena hujan begitu deras malam ini. Madi masih bingung dengan sikap istrinya, yang berubah menjadi lebih pendiam. Tadi ia sempat meminta haknya sebagai suami, tapi ditolaknya.
Ah, kayanya ada yang gak beres! Batin Madi menerawang.
Pagi tiba. Madi bangun melihat jam sudah menunjukan pukul 7:30, ia merasa aneh lagi, kenapa gak dibangunkan oleh istrinya.
"Dek." Madi menghampiri Sri di dapur. Dilihatnya istrinya sedang berkutat dengan peralatan dapur, membuat nasi goreng. Madi tersenyum, ia pun mendekat dan memeluk pinggang rampingnya.
"Eh, Mas. Wis tangi?" tanyanya.
"Nek kangen si mbok, sesuk Mas bisa anterin ke sana. Kalau hari ini Mas gak bisa, soalnya lagi nunggu pasir datang dari penambangnya, katanya mau dateng hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sri Manut Mbojo (TAMAT)
General Fictionsri bingung antara mau mengikuti kemauan si mbok. apa milih pergi dengan kekasihnya.