5

3.6K 223 12
                                    

Kau bagaikan sutradara, sandiwara cinta. Akulah pemerannya dalam kisah nyata. seperti lagu itulah yang menggambarkan isi hati Heri, berperan dalam sebuah cinta, manjadi peran yang tersakiti. Ia meremas sebuah foto dirinya dengan kekasihnya.

Sri akan menikah dengan Madi, kabar itu sudah tersebar hingga terdengar telinga pria yang bekerja sebagai kuli bangunan itu. Kabarnya pernikahannya akan dilangsungkan dengan sangat meriah.

Memang ia hanya laki-laki biasa yang tak bergelimang harta, tapi sungguh, rasa cinta pada gadis desa itu sangatlah besar.

"Nak, Bapak sama si mbok gak berani, ngelamar Sri. Isin, karo pak Karto," ucap bapak Heri, saat ia meminta melamarkan Sri untuknya, kala ia pulang kemarin.

Karto adalah orang tua Madi. Sedangkan orang tua Heri yang mengetahui anak Karto juga suka dengan Sri, nyalinya menciut, malu. Karena tidak jarang kalau kebutuhan dapurnya kurang, ia selalu utang ke warungnya Madi anaknya Karto.

Sungguh sangat menyedihkan kala Heri tahu apa penyebab orang tuanya berhenti mendukung kisah cintanya. Namun ia masih punya harapan, yaitu kepercayaannya Sri pada dirinya, untuk setia. Namun kini kesetiaan itu sirna, Sri akhirnya menerima Madi menjadi suaminya.

Heri tak menyalahkan Sri, ia menyalahkan dirinya sendiri yang tak mampu membawa kekasihnya ke pelaminan secepatnya. Membangun kisah cinta abadi seperti mimpinya mereka berdua dulu.

Tubuhnya melemas, tak mampu melanjutkan pekerjaannya. Ia pun izin pulang ke kontrakannya.

***

Sri sedang melakukan ritual demi ritual sesi pernikahan adat jawa. Sesekali senyum mengembang ia lemparkan pada para tamu undangan, menyembunyikan kerisauan dalam hati. Bukan tak suka dengan pernikahannya, tapi ia masih memikirkan perasaannya Heri. Secara tidak langsung ia telah berhkianat padanya.

Alunan musik gending jawa mengiringi setiap peragaan sepasang pengantin dalam melakukan ritual sembah sungkem. Tampak bahagia menghiasi wajah si mbok, akhirnya anak permpuan satu-satunya menikah.

Kedua pengantin masih di pelaminan berfoto-foto dengan sanak saudara dari mempelai pria dan wanita. Tak lama Madi bangkit beranjak ke panggung orgen yang disewanya untuk menghibur tamu undangan.

Menatap indahnya senyuman diwajahmu
Membuat ku terdiam dan terpaku
Mengerti akan hadirnya cinta terindah
Saat kau peluk mesra tubuhku

Banyak kata
Yang tak mampu kuungkapkan
Kepada dirimu

Aku ingin engkau slalu
Hadir dan temani aku
Disetiap langkah
Yang meyakiniku
Kau tercipta untukku
Sepanjang hidupku

Aku ingin engkau slalu
Hadir dan temani aku
Disetiap langkah
Yang meyakiniku
Kau tercipta untukku
Meski waktu akan mampu
Memanggil seluruh ragaku
Ku ingin kau tau
Kuslalu milikmu
Yang mencintaimu
Sepanjang hidupku

Aku ingin engkau slalu
Hadir dan temani aku
Disetiap langkah
Yang meyakiniku
Kau tercipta untukku
Meski waktu akan mampu
Memanggil seluruh ragaku
Ku ingin kau tau
Kuslalu milikmu
Yang mencintaimu

Madi menyanyikan sebuah lagu, yang ia persembahkan pada Sri permaisuri hatinya, yang akan selalu menemani hari-harinya mulai sekarang. Sri tampak menunduk malu, tak dipungkiri ia pun merasa bahagia atas perlakuan Madi padanya.

Madi sungguh tulus mencintainya. Ia pun turun dari panggung, menghampiri istrinya yang menundukan kepalanya. Ketika sampai di hadapan Sri, Madi bersimpuh di sepan Sri dengan membawa sebuket bunga yang tadi ia ambil di panggung sebagai hiasan.

Madi menatap wajah istrinya yang malu-malu. "Sri, terima kasih. Kamu sudah mau menikah denganku," ucapnya sambil memberikan bunga.

"Ko, kembang ...," ucap Sri terpotong.

"Ojo de delok kembange, iki mung go pemanis. Yakinlah, Sri. Aku ra bakal gawe loro atimu."

Sri terharu, air matanya ikut mengiringi kebahagiaannya. Bahagia, akhirnya bisa mewujudkan impian si mbok. Dan menikah dengan pria yang baik dengan tulus mencintainya.

Banyak para tamu yang tak menyia-nyiaka moment tadi, mereka mengabadikan ke telepon dengan memfotonya.

***

Hujan turun begitu derasnya, membuat udara desa Pratin itu terasa dingin, cocok buat pengantin baru. Tapi sayang, malam ini Madi belum bisa melepas hasratnya yang sudah lama tertunda semenjak perpisahannya dengan mantan istrinya dulu.

Karena Sri sedang berhalangan, hal ini bagi gadis yang baru beberapa jam menyandang sebagai istri itu, sangat menguntungkan. Karena ia belum siap melakukannya.

"Mas, tak gawekno wedang jahe, ya. Ben anget," ucap Sri menawarkannya.

"Suwon, Sri. Tapi apa kamu gak cape?" tanya Madi yang tak tega melihat istrinya terlihat lelah, akibat acara tadi siang.

"Gak, Mas. Tunggu ya, aku tak gawekno sit." Sri beranjak ke dapur. Alhamdulillah, ternyata si mbok sudah membuat wedang jahe duluan.

"Ngapa, Sri? Meng dapur," kata si mbok yang sedang menuang wedang jahenya.

"Arep gawekno wadang jahe go mas Madi," jawab Sri.

Si mbok memberikan cangkir yang berisi wadang jahe itu. "Iki, Mbok wis gawe. Sana kasih mas-mu."

"Suwon, Mbok." Sri membawa masuk cangkir berisi wedang itu ke kamar.

"Nih, Mas. Wedange de ombe," ucap Sri sambil mengulurkan cangkir pada suaminya.

"Makasih ya, Sayang," ucap Madi dengan senyum manisnya. Sri yang mendengarnya jadi tersipu, pipinya merona. Madi yang melihatnya jadi berkali-kali lipat gemasnya, sayang, sungguh sayang, yang ia inginkan belum bisa terwujud.

"Sri, kalau dah ngantuk tidur aja dulu." Madi menepuk-nepuk ranjang yang ia duduki, agar Sri mendekat tidur di ranjang.

"Maaf ya, Mas. Sri belum bisa ...."

"Tenang aja, tapi Mas bisa melakukan yang lain, 'kan?" Madi menaik-naikan alisnya.

"Yang lain, yang lain apa?" Sri sungguh bingung apa maksud suaminya itu.

Madi bangkit menghampiri Sri yang masih berdiri di tepi ranjang. Cup! Sebuah kecupan ia daratkan di kening istrinya. "Ini yang mas maksud. Boleh 'kan?"

"Bo-boleh, Mas." Sri kikuk mendapat perlakuan manis dari suaminya. Sri akhirnya berani menaiki ranjangnya dan tidur di sebelah Madi. Pria itu tertidur dengan tangan memeluk istrinya.

Sedangkan Sri masih terjaga, ia merasakan deru suara dengkuran suaminya. Sungguh tak disangkanya, ia menikah dengan pria yang sedang memeluknya sekarang.

***

Bulan sudah berganti. Esok hari Madi akan memboyong istrinya ke kota, di mana ia membuka usaha toko matrialnya. Madi memang sudah memiliki rumah di sana, namun lama tak ia tinggali semenjak berpisah dengan Mirah, mantannya. Akhirnya ia sengaja tinggal di rumah orang tuanya, yang ditinggali kakanya juga, dan membuka usaha warung di sana. Tapi tak disangka, Madi malah menemukan penyembuh luka itu, Sri.

"Wis, gak ono sing ketinggal, Sayang," ucap Madi sambil memeluk istrinya dari belakang, yang sedang mengemas barang-barangnya.

"Apalagi, ya?" Sri mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuknya, berpikir.

"Wis, sesuk aja lanjutnya," ucap Madi.

"Mas?"

"Hem," jawab suaminya.

"Awas, tangane, ah."

"Emang ra oleh?"

"Geli, tau." Madi malah mengelitik perut istrinya. Sedangkan Sri mencoba melapaskan diri, hingga akhirnya mereka berdua kejar-kejaran di kamar.

"Hap! Ketangkap. Mlayu terus," ucap Madi lalu mengangkat tubuh istrinya dibopong ke perpaduan. Dan untuk ke sekian kalinya mereka melakukan manisnya cinta dalam pernikahan malam ini.

Sri Manut Mbojo (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang