Bagian 2

45 2 0
                                    

Naik kelas 2.
.
Aku dan yupan masih berpacaran layaknya satu tahun berjalan.
Ia sosok yg pekerja keras, perlahan mengumpulkan pundi-pundi hasil kerja sepulang sekolah tadi untuk membeli kan sepeda motor. Lambat laun keinginan nya terwujud.
.
.
Semakin hari semakin ku sangat menyayanginya. Mengingat bagaimana ia bisa bersekolah sembari bekerja banting tulang untuk ia sendiri.
Sebenarnya jika di katakan berasal dari keluarga yg berkecupan,  iya dia berasal dari keluarga yg berkecukupan, namun ia punya prinsip terhadap dirinya sendiri yg menjadikan ia sesemangat itu menjalani semua aktivitasnya.

.
Kami yg memang satu sekolahan namun tidak pernah satu kelas, yaa karna guru-guru di sana tau kalau kami berpacaran makanya kami tidak pernah satu kelas..
.
Semakin jauh lagi hari berganti, iya yg selalu antar jemput aku setiap hari untuk pergi dan pulang sekolah pun sudah sangat dekat dengan ayah ibu ku,  ya begitu pun aku.
Walau hanya beberapa kali bertemu dengan ibu dan kakaknya namun aku di terima dengan baik di keluarga itu.
.
Lagi lagi rasa sayang itu semakin dalam.
Berharap jika nanti masa depan ku terus bersamanya. Betapa bahagianya aku bisa melalui susah senang bersama-sama "ujar dalam pikiran ku".
.
.
Yaa, saat itu yg ada di pikiran ku hanyalah bagaimana aku bisa mempertahankan hubungan kami sampai maut yg memisahkan nanti.
.
Namun dalam hubungan mana mungkin tak pernah ada masalah.
Kami yg awalnya baik-baik saja, lalu bertengkar akibat sebuah telepon singkat di ponsel nya yg terus berdering sepulang sekolah itu.
Tak sengaja ku angkat telepon yg tak bernama itu, ku dengar suara perempuan dan ku tanya ada keperluan apa.
Dengan cengenges perempuan itu hanya bertanya "mana calon pacarnya,  kamu mending putusin dia aja,  kamu gak pantes buat dia".
Sontak ku marah dan menutupkan telepon itu. Tanpa berpikir panjang dan bicara panjang sesampai dirumah tanpa berpamitan ku langsung memberikan ponsel miliknya ke tangan nya dan langsung masuk menuju dalam rumah.
.
Dengan wajah tercengang ia pun heran ada apa dengan ku, tadi baik-baik saja sekarang kok malah marah.
. Pulanglah ia dengan sepeda motornya di sertai dengan teriakan "fitri aku pulang dulu, assalamualaikum".
Tanpa menjawab, ku bergegas masuk ke kamar.
.
Hari itu tak ada pesan yg ku kirimkan kepada nya, ponsel ku pun sengaja ku matikan agar dia gak bisa ngehubungin aku waktu itu.
Malam hari tiba.
Ku aktifkan kembali ponsel ku.
Tak selang 5 menit, banyak pesan singkat yg masuk. Ku buka tenyata dari kekasih ku itu.
Ia bertanya sewajarnya ada apa dengan ku hari ini.
Hampir 50 pesan isinya bertanya mengapa??.
Tak satu pun ku balas pesan singkatnya.
.
.
Keesokan harinya, ia datang kerumah seperti biasa menjemput ku.
Tapi hari itu ku putuskan untuk pergi menggunakan angkot, tanpa menunggu ia menjemput.
Sesampai di sekolah, ia terus mencari ku. Aku yg selalu memperhatikan posisi kemana ia akan berjalan, dengan sontak aku selalu menghindar.
Hingga sepulang sekolah pun tiba.
Aku yg sengaja pulang belakangan agar gak ketemu dia, malah berbanding terbalik.
Dia menunggu ku di depan pintu gerbang. Ternyata ia sudah menunggu sejak bel belum berbunyi agar aku tidak kabur lagi..
.
.
Dengan wajah kusut ku berusaha melewati nya, namun ia talik tangan ku dan berusaha menatap mata ku dan bertanya "ada apa, tak biasanya kau seperti ini pada ku. Kalau ada masalah tolong bicarakan jangan diam seperti ini, aku gak suka".
Berulang kali ia bertanya dengan kalimat yg sama, karena ku terlalu bosan dengan pertanyaan nya dengan nada datar ku jawab "kemarin ada perempuan yg menelpon ku mengaku kalau kamu adalah calon pacarnya, dan aku gak pantes jadi pacar kamu".
Dengan tersenyum ia mendengar ucapan ku "ohh jadi maksud kamu nomor yg ini kemari menelpon ku itu" dengan menunjukkan ponsel dan nomor itu.

Iya hanya tertawa seolah lucu.
Saat itu semakin memuncak kemarahan ku.
Perlahan ia jelaskan "yang, itu perempuan bernama sari, ia memang sering menelpon ku, tapi setelah ku tau maksud dan tujuannya aku tak pernah lagi mengangkat teleponnya, aku tak suka dia, dia bukan tipe aku, dia gadis nakal".
Masih tak percaya terlintas di paras kusut ku.
Kembali ia jelaskan dengan nada datarnya "baiklah kalau kamu tidak percaya silahkan kamu yg pegang ponsel ku terserah kamu mau sampai kapan, tak apa aku tidak mengabari mu, karna percaya ku lebih besar dari cemburu ku".

Allah lebih menyayangi Nya dari pada akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang