4. Awalnya

849 22 1
                                    

Jika semua doa didengar oleh Dia
Aku ingin berdoa untuk tidak terlahir dibumi ini. Mau kah Dia?

Selamat membaca
Vote dan komentar 🙏

"SATYAA" Teriakan menggema dari seorang gadis pengguna trotoar jalan cukup menarik perhatian beberapa . Tidak sampai disitu, gadis tersebut berlari kearah lelaki yang saat ini sedang duduk dalam diamnya.

Ingin mendekap erat sang pria, namun yang dilakukan nya berhenti 3 langkah dari sang pria dengan tubuh gemetar.

"Satya" kali ini nada tersebut berubah rendah dan rapuh.

Satya mengangkat kepala nya dan terkejut akan adanya Shea dengan kondisi yang sama seperti nya.

Berantakan

"Kamu kenapa she?" Bisik Satya hampir tak terdengar. Melihat respon itu Shea lalu berlari mendekat dan memeluk erat pria berkaos putih bercampur darah tersebut.

Shea menangis meraung raung, didekapnya erat pria tersebut, pria yang sudah 10 tahun ini menjadi poros hidupnya.

Semakin sesak pelukan itu terasa oleh Shea, diliriknya pisau yang sejak tadi ada di genggaman Satya kian lama kian mendekat ke arahnya.

Dipalingkannya wajah kearah Satya dan terlihat wajah datar yang sedari tadi menghiasi sudah berganti dengan senyum yang sulit dijelaskan.

"Satya please" gelengan Shea kentara dengan tangan yang semakin mencekram bahu pria dihadapannya.

"SATYAAA"

"Sshhh. Aku disini she, Satya disini" didekapnya wanita yang baru saja berperang melawan alam bawah sadarnya itu lagi dan lagi.

"Udah sshh" sama seperti malam malam lalu, Shea akan terus menangis sambil mengucapkan kata 'takut' seperti mengadu padanya.

Diambilnya obat di nakas dekat ranjang, dan air putih yang memang selalu tersedia diatas sana
"Minum dulu she" ucap Satya menyodorkan 3 butir pil yang langsung diteguk Shea sampai habis.

Kurang lebih 10 menit sudah Satya mengelus elus manja rambut Shea yang sedari tadi nangis sambil ndusel ndusel di tengkuknya.
Untung iman Satya kuat

"She" panggilnya pada shea walau tangannya sedari tadi tak henti mengusap Surai panjang milik Shea.

"Hmm" balas Shea tak terganggu dengan jarak mereka yang hanya sejengkal.

"Besok kita temui mba Irma ya" jujur saja Satya sangat tak ingin bilang seperti itu, karena menemui Shea dengan dokter irma sama saja mengikutsertakan dirinya untuk di periksa lebih jauh. Bahkan mungkin bisa menyebabkan dirinya dipaksa untuk berpisah dengan sheanya.

Namun tak ada yang bisa dilakukan saat ini. Kondisi Shea yang semakin parah dari sebelumnya, memang penyakit post traumatic stress disorder yang dimiliki Shea tidak terlalu bahaya jika dibanding kan dengan penyakitnya, tapi beberapa waktu ini Shea sudah mengalami kemajuan. Satya hanya tak ingin wanita itu Kembali seperti waktu itu .

"Tapi besok kita kan jaga cafe, mbak Dian besok ambil cuti, lagian kemarin kita baru ketemu mba kan" mendengar itu diacaknya Surai Shea yang memang sudah daritadi berantakan.

"Cafe kan bisa kita tutup, tutup satu hari ga buat miskin kok she" shea merasa sangat hangat dan nyaman seperti ini, walau tanpa ada senyum dari Satya, begini sudah sempurna.

"Yaudah rapiin lagi rambut akunya"

Setelah selesai merapikan rambut Shea, dikecupnya puncak kepala itu "tidur ya" ucapnya yang dibalas kecupan singkat di keningnya dan suara Shea "have a nice dream satya"

SheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang