5. Shea

594 12 4
                                    

Jika ingin tenang saja sesulit ini, bagaimana mungkin aku meminta kebahagiaan pada semesta?

Sudah terhitung 5 bulan semenjak Shea resmi menjadi siswi dari sekolah berbasis internasional, SMA Bakti Kusuma. Tak ada yang benar benar menarik.

Shea tetaplah Shea, seorang gadis tanpa ekspresi dan emosi. Mimik wajah, intonasi dan artikulasinya sedatar jalan yang selalu diperbarui 3bulan sekali demi mendapat kantong yang lebih tebal.

Sama seperti saat dia masih mengenakan rok biru ataupun rok merah. Dia tetaplah gadis penyendiri yang tak peduli lingkungan dan teman.

Berteman itu meribetkan.

Sedari lama, Shea tak tertarik untuk memiliki ataupun sekedar mengenal seorang baru. Dunianya hanya berporos pada Satya, sang penenang dengan segala aksi diluar pemikiran remaja.

Namun di SMA ini, shea sedikit bersyukur. Tidak ada yang membulinya ataupun mengusik ketenangannya secara terang terangan seperti dulu. Kalau dibicarakan dari belakang, ya mana peduli lagi Shiea akan hal itu. Diganggu saja sebenarnya shea sudah terbiasa. Tapi ya kalau berhubungan dengan kejadian dimasalalu, masih Shea ingat dan rasakan perihnya walaupun sudah terkikis oleh waktu.

Shea tetap tidak menyukainya.

Shea tidak menyukai semesta yang tidak adil pada kebahagiaan yang hanya dirasakan beberapa orang sekitarnya tanpa mencantumkan nama Shea Admira. Itu juga menjadi alasan mengapa dia tak mau mengenal orang baru. Menurutnya mereka hanya menambah luka ketika mengingat perbedaan sosial yang begitu senjang.

Shea tidak menyukai hujan yang selalu datang dan menjadi saksi saat saat dia melewati masa yang paling kelam. Katanya jika seseorang sedih dan hujan turun membasahi bumi, mengartikan semesta ikut merasakan kesedihan dan ingin berbagi. Namun mereka salah, mereka semua salah.

Atau mungkin semesta juga tidak adil dalam membagi dampak dari turunnya hujan?

Hujan yang Shea alami ialah hujan yang sangat jahat. Tak berpihak padanya juga kesedihannya. Hujan turun untuk mengejek bahwa air yang dimilikinya jauh lebih berkuasa daripada air mata yang dimiliki Shea, dapat membuatnya jatuh dan tak bisa bangkit. Suaranya yang lebih besar dari tangis dan teriakan Shea tentu berkuasa meredam segala suara disekitarnya, dapat meredam teriakan minta tolong dari gadis berusia 8tahun itu. Seolah tak mau kalah, dikeluarkan nya petir dengan segala kejahatan yang dimilikinya. Dengan petirnya, Shea melihat semesta menghancur-remukkan badan seorang anak lelaki berumur kisaran 12 - 15 tahunan. Lelaki bercelana biru yang berniat menolongnya 5 tahun lalu.

Shea yang tak pernah peduli pada sekitar menjadikannya tak mengetahui nama sang Abang kelas yang telah berusaha membantunya namun naas diamuk oleh hujan, menyebabkan ia tak bisa mencaritahu lebih siapa dan bagaimana keadaan sang seorang baru setelah dibawa lari dengan ambulance pemerintah.

Shea juga tetap tidak menyukai gelap dan ruangan sempit. Beberapa kali, dikurung disana menyebabkan Shea merasakan segala yang berkaitan dengan ruang sempit dan gelap justru menghampirinya tanpa mau menunggu kilasan memorinya hilang untuk satu persatu kejadian.

Bayangkan saja bagaimana perasaanmu saat beberapa kejadian yang sangat tak menyenangkan hati terasa seolah kembali terjadi lagi diwaktu yang bersamaan?

Sudah dibilang Shea tak banyak berubah. Kondisinya yang cenderung datar dan tanpa ekspresi hanyalah alibi belaka. Dia terlalu kaku dan mungkin takut? Mengingat segala yang telah dialaminya sungguh diluar dari batas kemampuannya.

Jika dia dibolehkan mempunyai suara, Shea ingin maju dan menjawab setiap orang yang berkata Tuhan memberi masalah tidak akan melebihi batas kekuatan kita ataupun kata Dibalik segala percobaan pasti ada rencana yang indah seperti pelangi sehabis hujan. Tahu apa mereka selain omongan.

Kata-katanya seperti orang yang bijak dan sangat kuat dalam menjalani masalah, padahal ditolak saja nangis kejer, diputusin bunuh diri, gimana lagi kalau dia mengalami segala yang Shea alami saat ini?. Tapi bicaranya Rencana Tuhan pasti lebih indah dari yang kita bayangkan. Rasanya ingin Shea cabik cabik mulut itu.

Tapi Shea harus tetap memakai topeng. Melawan orang yang hanya bisa berbicara tanpa perbuatan itu adalah hal sangat rendah. Dan dia bisa direndahkan juga karena itu. Walaupun Shea tinggal di negara demokrasi yang katanya bebas mengeluarkan suara dan pendapatnya. Namun siapa sangka, perbedaan pendapat itu pernah hampir merenggut nyawanya. Dulu sekali, saat ia berusaha berbaur dan melupakan segala masa lalu.

Sebanyak Dia jatuh, sebanyak itu pula dia ingin bangkit. Namun, sebanyak itu pula semesta membolak-balikan keadaan.

Segala yang terjadi berbanding terbalik dengan yang diinginkan. Ekspetasi dan realitas hidup Shea tak pernah selaras dalam satu sajak.

"Mintalah maka akan diberi kepadamu."

Kalimat itu terngiang dalam ingatannya sesaat setelah bangun tidur dan sesaat setelah ia kembali takut.

Dia, anak berusia 8 tahun yang sudah mengalami banyak hal pahit dalam hidupnya masih memegang teguh perkataan seorang ahli agama yang pernah didengarnya entah kapan.

Shea terus berdoa. Shea terus memohon.

Dia memohon untuk Tuhan menjumpainya dengan seorang teman yang menjadi penolongnya saat dia disiksa di markas mereka. Tak banyak yang Shea harap, dia hanya berharap memiliki seorang teman sejati.

Atau paling tidak Tuhan menjumpakannya dengan seorang teman baru yang baik. Yang mampu menolongnya ditengah kejamnya dunia.

Tapi yang ada, dihari ulang tahunnya ke8 itu, disaat dia hanya membeli sebungkus roti 88 dan berusaha tersenyum sambil berdoa dalam hati, dia diseret paksa oleh para preman.

Rotinya jatuh, lilinnya juga. Dia sedang ada di bawah kolong tempat anak jalanan lain berkumpul berniat tidur mengingat jam sudah menunjukkan pukul 3 dinihari.

Tapi tak ada yang berani menolongnya, bahkan beberapa tidak perduli dan kembali mengambil posisi ingin tidur setelah melihat sebentar. Melihat seorang anak yang tubuhnya dipenuhi luka bakar diseret paksa preman beserta beberapa anak lain.

Shea yang sudah tak punya kuasa untuk memberontak akhirnya diam dan pasrah. Dia berharap ini adalah sebuah kejutan di hari ulang tahunnya. Dia berusaha berpikir bahwa semua baik baik saja.

Tapi dia dan beberapa anak disana diseret kedalam sebuah mobil.

Sangat banyak yang terjadi dalam mobil itu. Namun satu yang Shea ingat.

Mereka berniat menjual Shea untuk diambil organ tubuhnya.

Kesenjangan antara ekspetasi dan realitas itu menjadikan Shea tak mau berharap apapun. Sekalipun pada Tuhan yang menciptakan semesta dan dirinya dengan segala ketolak belakangan.

Setelah lama berjuang dan mendapat tambahan luka pada tiap inchi tubuhnya. Shea berhasil diselamatkan polisi. Seharusnya Shea bersyukur, dia tidak jadi mati pada saat itu.

Pada saat dia melihat dengan mata nya sendiri bagaimana para penjahat itu mengambil organ tubuh seorang anak yang sudah mereka bekap mati.

Seharusnya Shea juga bersyukur saat sang penjahat bebas dan mengincar dirinya, tetapi digagalkan Tuhan sehingga ia dapat hidup dengan bebas.

Seharusnya

Kata penegas yang bersifat memaksa.

Jika dilihat dari satu sisi, dia memang haruslah bersyukur. Karena sudah beberapa kali selamat dari jurang kematian. Ataupun dia harus bersyukur karena selalu diberi pertolongan yang mungkin datang nya dari Tuhan.

Tapi jika dilihat dari sisi lain, dari sisi Shea yang sejak kecil mengalami hal hal pahit. Diculik, disiksa, dibekap, dilecehkan. Apakah pantas bagi Shea untuk bersyukur?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang