1

87 3 1
                                    

Pranggggg.........

Aku memecahkan piring yang ada di tanganku.
Niatku ingin membantu mama yang sedang memasak, tapi aku malah membuatnya marah.

"Ya ampun Nayla kamu ini apa-apaan sih?" bentak mama.

"Maaf ma, ga sengaja. Itu tadi licin banget." ucapku menunduk. Jujur, aku tidak biasa dengan bentakan. Seumur hidupku, aku tak pernah dibentak oleh ibu.

"Alesan aja kamu, udah sana ujung-ujungnya saya juga yang beresin." ketus mama.

"Biar Nay aja yang beresin."ucapku berjongkok ingin membersihkan pecahan-pecahan piring itu.

"UDAH GAUSAH, KAMU NGERTI GA SIH?"
seketika air mataku lolos begitu saja, aku bangkit dan berlari ke kamar.
Sakit. Sangat sakit.

Tok.. tok.. tok..

"Dek...." ucap kak Farhan mengetuk pintu kamar. Ia adalah anak dari mama dan sekarang usianya 21 tahun, berati lebih tua 4 tahun dariku.

Aku sudah menganggap kak Farhan sebagai kakak kandungku karena memang ia begitu baik dan sangat perhatian. Mungkin Kak Farhan tipe orang yang sangat penyayang.

"Masuk."jawabku dengan suara bergetar.

"Makan yuk." ucap kak Farhan.

Ah yang benar saja kakakku ini, aku sedang menangis masih sempat-sempatnya mengajakku makan? Ya pasti gak nafsu dong kak.

Aku hanya menggelengkan kepalaku.

"Makan diluar, dek. Sekalian anter ke toko buku yah." ucapnya memelas.

Aku menimbang-nimbang ajakannya.
"Ah, kelamaan mikir kamu. Cepet siap-siap! Kakak tunggu diluar. Ok? 5 menit." Ia pun keluar dan menutup pintu kamarku.

"Sudah" ucapku. Ternyata kak farhan menunggu diluar kamar. Bukan diluar rumah. Syukurlah jadi aku tak perlu repot-repot izin ke mama.

"Ok, yuk."

"Tapi kak, mama kan udah masak. Ga enak kalo kita malah makan diluar."

"Gakpapa, kakak udah bilang ke mama tadi. Kamu gak perlu hawatir. Lagian mama masak udang kan? Kamu mau hmm?" tanya kak Farhan dan langsung saja aku menggelengkan kepalaku.

Dia terkekeh pelan.
Kami pun melenggang pergi...

"Mau makan apa Nay?"tanyanya memecah keheningan tapi ia tetap fokus mengemudi tentunya.

"Apa aja deh kak."
Ia mengangguk-anggukan kepalanya.

Farhan, ia memang bukan kakak kandung Nayla. Namun, ia sudah menganggap Nayla sebagai adik kandungnya sendiri. Ia tahu kebiasaan, hal yang tak disukai, atau ya bisa dibilang sudah mengetahui tentang Nayla.

Ia tahu itu semua dari ayah Nayla yang kini juga menjadi ayahnya.
Ia mengerti Nayla tak suka dengan sikap mama. Ia selalu saja menangis dan terlihat sedih. Maka, Farhan selalu berusaha untuk menghibur adiknya itu.

***
"Assalamu'alaikum ma, yah." ucap kami dan mencium punggung tangan mereka. Ayah dan mama sedang bersantai di ruang tv.

"Wa'alaikumsalam." jawab mereka berbarengan.

"Darimana kamu Nay?" tanya ayah.

"Nay abis nganter kak Farhan beli buku, Yah." ayah hanya menganggukan kepalanya.

"Yasudah, Nay ke kamar ya."

"Iya sayang." jawab ayah.
Dan mama? Ia tetap fokus pada tv.

Aku hanya menghela nafas.

Kak Farhan pun terlihat sedang memperhatikanku, dan tersenyum padaku. Akupun membalas senyumnya. Ia mencoba menguatkanku.

Ya, aku mengerti kak.
Aku kuat kok.
Aku mencoba mengerti sifat mama. Batinku.

Rindu IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang