/10.05.18/ ○ 13:05

8.7K 1.1K 74
                                    

Headnote : Ini revisi bukan dabel up *peace*
●——————————————●





¦shortie¦



"Argh. Apes banget sih gue."

Didi mencak-mencak. Nyaris menendang tempat sampah di dekatnya.

Hari ini tanggal merah. Harusnya ia bisa menghabiskan waktu di rumah. Tidur sepanjang hari seperti nyaris mati suri. Namun si ketua somplak yang belakangan ini gila galau—ya, si Yerikho Gunardi itu—tiba-tiba membuat program individual berkedok tujuan bersama dengan tagar #LepasKejombloanmu #MariMoveOndariKehidupanLama.

Cih.

Yang butuh move on kan cuma dia.


Riko dengan bangsatnya memaksa seluruh anggota Heksagon untuk berpartisipasi dalam pertemuan dengan cewek yang seminggu belakangan dikenalnya lewat aplikasi kencan.

Cewek ini membuat kesepakatan dengan Riko bahwa ia akan membawa empat orang temannya—

"—dan vice versa."

"Bapak lu vice versa."

"Lo yakin dia—maksud gue, mereka—memang cewek SMA dan bukan tante-tante yang ... you-know-lah?"

"Yakin, elah."

"Kalau pun tante-tante sih dia nggak keberatan juga."

"Pinter lo, Zefanj."

"Edan."

Riko hanya tertawa setan waktu itu.

Dan sebenarnya, anggota Heksagon cukup tertarik dengan rencana itu. Termasuk Didi.

Sampai kemudian Didi menemukan dirinya dipasangkan dengan cewek pendek, loli, imut-imut, yang sayangnya kecil-kecil cabai rawit. Pedas sampai ke tulang-tulang.

"Parah. Gila tuh cewek. Kalo nggak suka kan nggak harus ngata-ngatain juga." Didi menirukan suara si cewek, "Udah gue pendek, dia pendek juga. Bisa-bisa anak gue jadi liliput. Cih. Memangnya siapa yang mau buat anak sama dia."

Zefan yang baru keluar dari minimarket menahan diri supaya tidak ngakak saat mendengar gerutuan Didi yang sedang duduk di ujung teras minimarket.

Zefan menghampiri Didi dan duduk di sampingnya. "Maklumin aja, Di. Orangnya memang rada frontal dan nggak bisa baca sikon."

"Nggak akan bisa gue maklumin, Zef. Lagian udah tau dia lebih bantet dari gue, masih aja punya muka buat bilangin gitu. Dasar cebol sarap. Ternyata masih banyak koleksi orang gila di kerak bumi."

Kebanyakan bergaul dengan Zefan membuat Didi ketularan sifat sarkastis tetangganya itu.

"Tsk, nggak usah terlalu dipikirin. Lupain aja elah." Zefan menyodorkan salah satu es krim yang baru saja dibelinya. "Nih, makan. Biar dingin tuh otak."

Didi mendengus menerimanya. "Lo yang seratus tujuh puluh lima sentimeter nggak akan mungkin ngerti perasaan gue. Seenaknya aja lo nyuruh gue lupain."

Didi mengoyak kertas pembungkus es krim. Dahinya mengerut saat memperhatikan es krim yang dimakan Zefan.

"Punya lo Cornetto Oreo. Gue lo kasih Black and White gocengan, bazeng."

Zefan terkekeh. "Mending dikasih."


"Pedekate nggak usah lebay. Kasih dia Cornetto."

"Diam lo, Gar."

Tegar baru menyusul keluar dari minimarket bersama Ron dan langsung mesem-mesem sinting melihat Zefan dan Didi makan es krim. "Mana buat gue?"

"Ketinggalan di cooler."

"Asu lo Zef."

Sementara Ron dengan sok peduli mengecek keadaan mental Didi. "Lo fine kan, Di? Masih babak belur gara-gara tuh cewek?"

"Nggak usah berlagak lo, bangke. Mentang-mentang salah satu cewek tadi secara ajaib tertarik sama lo."

"Ada jampi-jampi yang salah sasaran paling," tambah Zefan.

"Well, kalo lo marah, lampiaskanlah pada ketua kita yang terhormat yang masih milih-milih kondom di dalam," ucap Tegar setengah tertawa.

Didi menyipit dongkol pada Brio Satya warna merah di parkiran. Kalau saja ia tidak nebeng mobil itu untuk pulang ke rumah, ia pasti sudah membocorkan bannya sejak tadi.

A/n : Tegar bohong ya. Riko nggak lagi milih-milih kondom.

Nah kan, kurang baik apa lagi gue sama lo Rik, sampe gue mau ngasih klarifikasi kayak gini.

SnackingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang