Empat.

47 3 0
                                    

Seminggu kemudian...

Tak ada kabar tersiar darimu lewat pesan di ponselku. Rindu dering ponsel saat datangnya notifikasi darimu. Centang abu-abu dan biru selalu tak berakhir dengan sebuah balasan darimu. Bagiku, kau balas saja aku sudah senang. Meskipun balasanmu terlihat tidak masuk akal, atau malah terkesan tidak tertarik untuk melanjutkan sebuah obrolan. Tak masalah jika itu memang pilihanmu. Aku hanya bisa memilih, tanpa bisa mengetahui apa yang ada dihatimu saat ini. Siapapun berhak untuk mencintaimu, begitupun dia. Dia yang kau sebut temanmu, terlihat mesra di mode boomerang instastorymu. Penolakan demi penolakan darimu pun kuterima dengan pikiran positif. Padahal apa susahnya mengiyakan sebuah ajakan keluar jalan-jalan ataupun sekedar makan malam bersama?. Tapi kau tak pernah sekalipun menolak ajakannya. Kau selalu terlihat mesra dengannya, sedangkan aku? aku hanya bisa melihat dari layar ponsel. Kau kini terlihat semu bagiku. Hanya sebuah wajah dunia maya dan bukan lagi nyata. Kenapa kau dulu datang saat kau sedih? Mengapa kau singgah bila tak sungguh? Mengapa kau memberi harapan, bila akhirnya kau mematahkannya? Semua yang kuletakkan, kau rusakkan. Betapa bodohnya aku waktu itu, yang hanya kau jadikan sebagai pelarianmu dari semua rasa sakitmu.

Sudahlah, kau tak lagi sama setelah mengenalnya....

"Harapan; kau diberikannya sayap, lalu kau dipatahkan."

LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang