Mulai Dekat

6.7K 215 18
                                    

Semakin hari aku dan Doni semakin dekat, jika kalian tidak setuju itu urusan kalian aku tidak mau tahu. Jika ada yang mendukung silahkan aku sangat senang dan akan berterimakasih pada kalian.
Entah mengapa aku sangat senang jika bicara dengan Doni. Meskipun tidak pernah secara langsung hanya lewat sosial media seperti facebook atau yang lainnya. Coba bayangkan jika aku bicara secara langsung? Hukumannya tidak hanya berdiri di depan pesantren putra tapi juga disiram air kobokan.
Tapi aku sangat bersabar, bahkan aku menikmatinya. Sebenarnya yang aku lakukan ini salah, dan aku tahu ini haram. Tapi aku tidak sama dengan kalian yang sangat patuh pada peraturan agama. Ibadahku tidak harus sama dengan kalian bukan? Aku hanya manusia biasa. Tapi percayalah, meskipun begitu aku tetap sholat dan masih hafal rukun-rukun islam.
Yang bisa aku pikirkan sekarang hanyalah si Doni. Aku sangat berterimakasih pada abi dan uminya karena telah melahirkan Doni. Tidak lupa juga pada Allah subhaanahu wata’alaa yang sudah menciptakan Doni dan mengirimnya ke bumi. Sungguh aku sanagt senang tak terkira. Mungkinkah Doni juga merasakan hal yang sama? Ah, aku tidak tahu. Tapi aku harap iya. Jika kalian berpikir aku gila, ya aku memang gila bahkan sekarang aku senyum-senyum sendiri  nggak jelas. Tapi aku percaya, kalian pernah merasakannya.
Jam menunjukkan pukul 12 malam tapi mata belum bisa terpejam. Siapa lagi yang aku pikirkan kalau bukan Doni. Ah, rasanya aku mulai gila. Suasana pesantren sudah sepi. Mereka semua sudah tidur dari jam 11 malam tadi, setelah beberapa kegitan yang membuat kita semua lelah.
Lima hari berada di pesantren setelah pulang dari rumah kegiatan seperti biasa aku lakukan. Dari mulai sekolah, sholat jamaah, kerja bakti samapi ngaji kitab aku lakukan. Bahkan hukuman dari gus Raka itu tak kunjung selesai. nanti akan aku tanyakan sampai kapan kontraknya berakhir. Seandainya dulu aku beli materei dan tandatangan di atasnya jadi aku kan bisa tahu sampai kapan hukuman itu berakhir. Tapi ya sudahlah semuanya terlambat. Aku curiga jangan-jangan gus Raka ingin berlama-lama denganku. Bersamaan dengan itu mataku sudah terpejam dan bangun sekitar subuh karena harus jamaah. Jika tidak, tidak perlu aku jelaskan kalian sudah tahu hukuman bagi santri yang tidak ikut jamaah.
###
“May bentar lagi aku di besuk” kata Sinta tiba-tiba.
“Terus?”
“Kamu nggak mau kirim salam sama Doni?”
“Mauuuuu” kataku yang kegirangan
“Bilang ke Doni aku rindu”
“Ha ha ha, gila!” Sinta ketawa tapi aku manyun
“Biarin!”
“Emang kalian udah pacaran?”
“Belom sih” kataku seperti berharap
“Kamu suka Doni?”
“Alhamdulillah aku suka” kataku senyum
“Kalau Doni nggak suka, gimana?”
“Bilang ke dia aku mau bunuh diri”
“Ha ha ha” Sinta ketawa lagi aku kesel
“Tapi aku yakin kok, Doni juga suka sama kamu”
“Aamiin” kataku seraya mengusap muka dengan kedua tangan layaknya orang yang sedang mengamini sesuatu.
Aku berangkat sekolah bersama Sinta dan itu pasti. Dimana ada Sinta disitu ada Maya. Dimana ada gula pasti ada semut. Kalau semutnya nggak ada berarti dia sakit, kalau nggak berarti semutnya bepergian berkelana entah kemana sedang menjadi musafir. Sama sepertiku masih menjadi musafir cinta. Mencari kepastian dari Doni entah kapan ia akan mengatakannya. Aku tahu disini kesulitan hubungan bagi kami yaitu masalah komunikasi. Kalau aja kita di luar dari dulu mungkin Doni sudah menyatakannya. Kok aku jadi agresif gini, terserah kalian mau berpendapat apa tentangku karena ini adalah hakku dan aku masih remaja.
Sekarang hari Senin dan dimulai mata pelajaran Fisika. Jangan ditanya, kalau masalah pelajaran ini semua siswi tidak antusias sama sekali. Entah apa alasan mereka, mungkin kalian juga begitu? Aku kadang-kadang.
Bel berbunyi, bersamaan dengan itu bu Sari muncul dibalik pintu kelas. Dan sepertinya sudah siap memberikan mata pelajaran yang menurut siswi kelas XII IPA I mengerikan.
Mata pelajaran pertama sudah selesai dilanjutkan mata pelajaran berikutnya hingga bel berbunyi pertanda siswi di perbolehkan pulang ke pesantrennya.
Jam menunjukkan pukul 12.30 dan ini waktunya Sinta di besuk orang tuanya. Tapi sepertinya orang tua Sinta tak kunjung datang. Benar saja dari tadi Sinta guling-guling nggak jelas seperti ikan dimasak belum matang. Sinta bilang kali ini kedua orang tuanya barengan sama orang tua Doni besuknya. Menurutku wajar karena mereka sama-sama dari Bandung. Rasanya aku pengen ketemu orang tua Doni dan juga pengen bilang umi abi. He he he!
Setelah ada siaran di mikrofon bahwa orang tua Sinta sudah datang secepatnya iya bergegas dan menggunakan jilbabnya.
“Sin, jangan lupa?” kataku
“Apa, makanan?” katanya
“Bukaaann” jawabku seperti anak manja
“Terus?”
“Salamin ke Doni”
“Iya, rindu kan?”
“He he he iya sedikit tapi” kataku malu.
“Ih kamu mah kayak Milea aja”.
Akhirnya Sintapun berlalu dari hadapanku menemui kedua orang tunaya yang tentu sangat merindukan buah hati mereka. Aku sudah tidak sabar menunggu cerita dari Sinta. Sembari menunggu Sinta selesai di besuk aku menulis sebuah puisi yang ku peruntukkan pada Doni. Kalian tahu kan aku suka puisi? Jika kalian lupa, sekarang aku ingatkan.
Aku harap kalian suka dengan puisiku ini. Terkhusus untuk Doni semoga dia suka. Aku harap begitu. Pasti sekarang mereka lagi gurau, becanda bareng itu pasti. Aku tahu karena Sinta juga sama seperti Doni suka becanda maksudnya, kalau jenis kelamin mah beda. Aku jadi ingat pesan Doni, May kamu nggak usah mikirin aku disini aku baik-baik aja. Kita deket kok, cuma beda tempat, pesantrennya sama. Kalau mau bareng besok kita nikah. Ha ha ha.
Gila
Aku sekarang belum tidur, karena aku gila
Gila memikirkanmu, gila karena rindu akan bicaramu yang konyol
Padahal aku sudah mandi, tapi masih gila
Tak ada yang bisa menyembuhkanku
Kalau kamu ada mungkin aku sudah tidur
Dan disampingku pasti ada kamu
Jadi aku nggak perlu takut
Aku gila kan?
Maya,
###
Hampir dua jam Sinta tak kunjung datang. Aku jadi iri sama Sinta, dia enak bareng Doni ketawa-ketawa sedangkan aku disini meratapi nasib. Sesekali aku tak lupa mengucapkan rasa syukurku berkat ayah aku bisa ketemu Doni. Dan juga Randy, aku bersyukur kemarin dia sellingkuh karena akhirnya aku mulai dekat dengan Doni. Sebenarnya waktu Randy ketemu selingkuh di cafe itu, aku kaget bahkan sempat marah. Tahu sendirikan apa rekasiku waktu itu. Semua perempuan yang disakiti pasti akan melakukan hal yang sama denganku yaitu menampar. Menurut kalian aku trelalu berlebihan iya? Menurutku nggak sih, malah aku pengen makan dia waktu itu juga. Berhubung aku bukan keturunan Sumanto (pemakan mnausia) jadi aku nggak berani, apalagi ayah seorang polisi sudah pasti hukumanku tidak main-main. Okay, cukup sekian cerita tentang Randy karena aku sudah menghempasnya jauh-jauh.
“Mbak May, dipanggil gus Raka” kata salah santri dan aku tidak mengenalnya. Jangan di tanya, aku kaget benar-benar kaget. Ada apalagi dia memanggilku. Jangan bilang dia rindu karena sama sekali aku nggak!
“Yang benar?” tanyaku
“Benar mbak” jawab santri tadi dengan sedikit intonasi di tekan, mungkin agar aku percaya padanya
“Dimana?” tanyaku lagi
“Di ruangannya mbak”
“Oke, makasih ya” kataku yang berusaha tersenyum, meski sebenarnya aku sangat malas dengan gus Raka. Sebenarnya aku nunggu  kabar dari Sinta tentang Doni, kenapa malah Gus Raka yang Allah kirim.
“Iya mbak, sama-sama”
Pikiranku saat ini nggak karuan. Penuh dengan pertanyaan kenapa gus Raka manggil aku. Kalian tahu kan? Aku bukan khadamnya. Khadam itu seperti santri yang mengabdi pada kyai dan bu nyainya. Kalau aku manalah mau mengabdi sama gus Raka, kalau umi sama abuya nanti aku pikirkan lagi.
Dengan langkah yang gontai aku sangat malas sebenarnya bertemu gus Raka. Tapi karena aku sekarang masih bertitle sebagai santri jadi aku harus hormat padanya meskipun terpaksa.
“Assalaamualaikum” kataku dengan suara malas
“Masuk aja mbak, gus Raka kan?” tanya Dea yang sedang bersih-bersih di dapur. Nggak tahu kenapa Dea selalu ada kalau aku dipanggil gus Raka atau umi. Dulu aku nggak tau namanya tapi sekarang udah tahu karena kami sempat kenalan. Karena tak kenal maka tak sayang.
“Iya” kataku
“Gus Raka ada di dalam mbak” katanya
“Makasih”
“Sama-sama”
Akhirnya aku masuk dan ternyata gus Raka sudah stand by disana. Duduk di sofa dengan manisnya. Oh Tuhan gayanya. Kemudian aku menghampirinya dengan seolah-olah menampakkan raut muka yang antusias bertemu dengannnya.
“Hhmm, gus Raka manggil saya?” tanyaku untuk berusaha memulai pembicaraan dengan sok manis, padahal yang manis gula.
“Saya manggil santri yang namanya Maya Maharani Ulfa” katanya dengan intonasi sangat jelas. Hah, dia tahu nama lengkapku dari siapa? Oh, aku tahu dia pasti sering kepoin aku di sosial media. Gus Raka pasti jadi penggemar rahasiaku. Udah deh gus ngaku aja, ngapain ngumpet-ngumpet udah ketahuan.
“Saya Maya gus”
“Bukan kamu jin!” katanya. “Ini apaan sih, nggak jelas amat tiba-tiba bilang jin” kataku dalam hati. Oh aku tahu pasti dia mau becanda kan? Apaan sih garing banget.
“Gus Rxaka hantu” kataku. Entah kenapa aku sangat berani dan tanpa rasa malu sedikitpun. Jangan salah paham, disini aku yang tertindas. Kalian tahu kan, aku baru aja datang dan berusaha untuk berbicara sopan, eh malah dikatain jin. “Maaf, gus Raka ada perlu atau hanya ingin mengejek saya jin?” kataku yang berusaha mencairkan suasana, dan tidak mau berdebat dengannya.
“Kenapa kemarin pulang?”
“Karena kehendak Allah”
“Kamu sakit?”
“Kalau iya kenapa, gus Raka mau jenguk?” tanyaku yang masih dalam posisi berdiri sedangkan dia seperti Raja di atas singgasananya.
“Nggak, cuma mau bilang hukuman kamu ada bunganya”
“Maksudnya?” kataku yang nggak ngerti
“Kemarin kamu pulang, yang nyiapin tempat saya itu Sinta. Jadi kamu harus menggantinya” katanya yang lagi-lagi dengan intonasi yang agak tinggi dan jelas
“Oh, jadi gus Raka cuma mau menyampaikan itu?”
“Iya”
“Besok saya bayar”
“Bagus” katanya
“Ada lagi tuan?’ kataku dengan sengaja memmanggilnya sebutan tuan, aku  berusaha sabar. Padahal rasanya aku mau pukul kepalanya.
“Nggak ada”
“Saya permisi” kataku.
Sekrang yang aku inginkan hanya satu yaitu pergi dari hadapannya. Aku nggak mau darah tinggiku naik cuma gara-gara omongannya yang sangat arogan. Itu mneurutku, entah apa pendapat kalian aku nggak tahu.
Setelah itu aku langsung pergi dari hadapan Raka. Mungkin dia masih belajar untuk bagaimana cara berinteraksi dengan baik. Selama hidupnya aku nggak tahu dia tinggal dimana, apa di hutan atau malah menyendiri senang akan hidupnya. Tak pernah berinteraksi dengan manusia lainnya. Ya Allah, cepat panggil dia, maksudku cepat panggil dia agar kembali ke Jombang dan aku disini sangat senang, tenang dan damai.
Kenapa aku bisa lupa, aku kan sudah punya senjata yang pernah umi ceritakan. Tapi meskipun aku katakan, emang berpengaruh sama gus Raka? Kayaknya nggak deh. Jadi, lupakanlah itu nggak penting sama sekali. Sekarang fokus berita yang akan disampaikan Sinta dan itu live.
###
“Mayaaa, banguuuun” terdengar suara Sinta dan itu snagat jelas di telinga.
Maaf pemirsa aku ketiduran, itupun gara-gara Sinta yang kelamaan dan karena gus Raka yang nyebelin.
“Hmmm” jawabku dengan berdehem
“Ayo banguun” katanya sekali lagi yang berusaha untuk membangunkanku. “Ada Doni” katanya
“Hah, Doni dimana?” seketika aku langsung kaget dengan mata yang terbelalak.
“Di pesantren”
“Ah kamu, udah selesai di besuk?”
“Udah, nih dari Doni?”
“Apa?”
“Buka aja, belum pacaran aja udah main ngasih-nagsih” katanya
“He he he, biarin”
Setelah aku buka, aku kaget itu sebuah kertas dengan beberapa pertanyaan. Tapi aku belum sempat membaca semuanya, karena Doni bilang bacanya harus sesudah sholat tahajjud. Dan lagi pula aku masih harus meladeni Sinta berbicara, siapa lagi kalau bukan tentang Doniku sayang.  Doni memang benar-benar aneh, tapi aku suka.
“Kamu tahu nggak, waktu nulis ini dia ngerepotin banget”
“Maksudnya?” kataku yang ingin tahu. Sebenarnya aku belum baca suratnya, tapi karena Sinta masih cerita jadi aku memilih untuk mendengarkan meskipun aku udah nggak sabar mau baca.
“Dia banyak maunya, minta kertaslah, bulpoin warna, stipo. Pas udah nulis dia bilang katanya nggak bagus, kamu nggak bakalan suka.”
“Terus?”
“Ya aku ambil lagi”
“Ha ha ha, tapi kok aku nggak tahu”
“Kan kamu di panggil gus Raka”, mungkin Sinta tahu dari Rina karena saat itu Rina ada di kamar.
“Oh iya lupa”
“Udah makan?”
“Belum”
“Yuk makan” ajak Sinta
“Siap grak!”
###
Waktu terus saja bergerak, ia tak mau berhenti seperti perasaanku sekarang yang tak ingin berhenti memikirkan Doni. Sekarang sudah pukul 03.00 dini hari aku sudah melaksanakan sholat tahajjud. Sebenarnya aku jarang sih sholat tahajjud, tapi karena Doni yang minta maka aku usahain bangun tengah malam. Ini niatnya tidak baik kan? Percayalah aku masih remaja dan otakku masih labil. Suatu saat aku akan memperbaiki niatku ini. Kamu tahu, di pesantren ini tidak diwajibkan sholat tahajjud, mungkin karena aktivitas yang padat entah itu di pesantren ataupun di sekolah. Jadi umi dan abuya membiarkan kami untuk sholat tahajjud sendriri. Itu menjadi sebuah penghargaan yang sanagt mewah bagi kami umat santri.
Doni, 2018 Reception, pesantren Al Hikmah, Jakarta Selatan
Hai Maya, aku tahu setiap kali kamu tidur kamu selalu berpikir tentangku. Kamu nggak usah capek-capek mikirin aku, nanti kamu sakit. Mending kamu olahraga biar sehat agar tinggi badanmu bertambah he he he. Cukup aku yang selalu berpikir tentangmu. Maaf aku hanya bisa memberi ini, aku bukan tipe laki-laki yang selalu memberi hal yang mewah dan aku yakin kamu suka. Sementara itu, kamu harus jawab pertanyaanku dibawah ini:
Siapa nama Tuhanmu?
Nama Nabimu?
Kitabmu apa?
Rukun islam ada berapa?
Terus yang terakhir, kamu suka aku kan?
Maya kamu cantik, aku suka tapi aku lebih suka waktu sholat tahajjud.
Doni, aku tidak perlu barang yang mewah ini sudah cukup aku sangat suka. Saat aku membaca pertanyaan yang kamu ajukan aku tertawa tapi dalam hati dan Sinta nggak mungkin dengar. Aku juga menjawab pertanyaanmu tapi juga di dalam hati. Aku nggak mau mereka tahu dan cukup aku yang menikmati kebahagian ini.
Kamu bertanya siapa nama Tuhanku kan, Tuhanku Allah. Terus nama nabiku Nabi Muhammad.  Kitabku Alquran dan rukun islam ada lima. kamu tidak perlu bertanya tentang ini Doni, karena pertanyaan itu sangat mudah bagiku. Meskipun aku baru menjadi santri bukan berarti aku tidak pernah belajar ilmu agama. Tapi sebentar! Bukankah ini pertanyaan seseorag yang sudah mati kemudian akan di tanya malaikat munkar dan nakir? Ah, nggak tahulah yang penting sekarang aku senang.
Hahaha aku juga tahu inilah cara kamu untuk membuatku selalu senang dan kamu berhasil. Kamu tahu? Pertanyaan yang terakhir aku sangat, sangat senang. Kamu menanyakan apa aku suka kamu kan, jawabannya adalah iya Doni. Kadang aku juga bingung dan tidak bisa menjelaskan kenapa aku suka kamu. Kamu tahu? Banyak laki-laki yang menginginkanku, bukan maksudku sombong kenyataannya memnag begitu. Tapi aku lebih memilih kamu. Doni, kamu sederhana, dan saat kamu mengajakku berbicara rasanya aku tidak mau berhenti. Biarlah dunia ini hanya milikku dan kamu, agar aku bisa bersamamu. Yang pasti kita berdua masih menyentuh tanah.
Akhirnya dengan pikiran yang selalu terbayang olehnya, matakupun ikut terpejam, dan saat itulah aku berhenti memikirkan Doni, karena untuk sementara otakku juga sudah tidur. Kasihan seharian selalu tentang Doni.
###
“Nggak usah senyum–senyum sendiri” kata Sinta yang sudah siap berangkat sekolah
“Biarin, aku suka Doni” kataku penuh percaya diri seraya mebenarkan jilbab.
“Iya aku tahu”
“Kok?”
“Iya Doni cerita”
“Cerita apa?”
“Cerita kalau dia juga suka kamu”. “Kamu tahu nggak, Doni bilang apa waktu kita dibesuk?” kita maksudnya Sinta, dia dan Doni
“Bilang apa?” tanyaku penasaran
“Gini, Sin bilang ke Maya aku rindu, bilang juga dia harus bersabar kalau nggak nanti pas nikah aku belikan baksonya pak sabar”
“Ha ha ha” aku ketawa, Sinta biasa aja. “Terus ada lagi nggak?”
“Eemmm, ada” kata Sinta yang seperti berpikir
“Apa?” tanyaku
“Doni bilang gini waktu di besuk. Umi, Doni mau minta restu katanya”
“Maksudnya?” kataku karena aku memang nggak ngerti
“Iya minta restu mau nikahin kamu kata Doni” Sinta bercerita layaknya dia berperan sebagai Doni sekarang.
“Ha ha ha” aku ketawa lagi. “Terus terus apa kata umi Doni?”
“Doni langsung dipukul tapi uminya juga ketawa”
“Doni itu lucu ya?” tanyaku
“Banget, tapi kamu suka kan?”
“Banget” kataku meniru kata-kata Sinta. “Aku suka karena dia seperti Dilan, kamu tahukan aku suka Dilan?”
“Iya, tapi katanya Dilan versi pesantren”
Setelah itu, aku mulai berangan-angan tentang Doni. Ya, semua tentang Doni. Padahal aku mengenalnya belum lama lagi, baru kemarin pas aku nabrak dia bahkan aku menyalahkan Doni atas kejadian itu.
Doni aku pasti bersabar, kamu juga ya, nanti kita sama-sama makan baksonya pak Sabar. Meskipun aku belum pernah mencobanya, tapi aku tahu pak Sabar itu langganan kamu.
###
Jam menunjukkan pukul 18.00 dan kami semua sudah sholat berjamaah. Masalah aktivitas seperti biasanya ngaji alquran terus kitabnya gus Raka. Maaf, aku tidak pernah mengatakan ini kitab apa karena yang ada saat aku ngaji kita gus Raka, bukan tulisan arab yang tertera tapi nama Raka yang selalu muncul. Hingga akhirnya aku memanggil kitab itu dengan sebutan kitab gus Raka.
Aku bukannya nggak tahu, tapi karena ini sudah menjadi kebiasaanku. Kalian mau ngetes? Okay dengerin ya, tapi aku nggak tahu semuanya sih. Sekitar 2 sampai 3 kitablah yang aku tahu. Kitab Daqooiqul Akhyar, Arba’in nawawi, Tafsirul ahlam dan babul hadist. Untuk sementara itu aja.
Asal kalian tahu ya, sebenarnya aku masih belum terlalu lancar sih bacanya. Berkat Sinta aku sedikit bisa. Jadi aku sangat bersyukur Tuhan masih memberikan kesempatan Sinta untuk tinggal di bumi. Kalau nggak, dari siapa aku tahu tentang Doni.
###
Semua santri itu kalau sudah dengar bunyi bel mereka pasti langsung turun, meskipun ada beberapa yang masih mengabaikan. Lihat aja sekarang, mereka sangat antusias dan setia menunggu gus Raka. Kalian juga mau tahu kenapa selalu gus Raka yang mengajari kami? Yang pertama karena unstad Taufiq dan ustad Najib sedang umrah, sebenarnya ada alasan lain sih kenapa dia selalu ngajar. Kata Sinta untuk beberapa bulan kedepan dia dapet tugas dari pesantrennya untuk mengajar. Tapi kenapa harus di sini, kan masih banyak pesantren yang lain. Tapi ya udahlah itu bukan urusanku.
Raja Sulaiman telah tiba dan bersiap menduduki singgasananya. Siapa lagi kalau bukan gus Raka. Gamis hitam dan imamah yang sudah biasa dia pakai tidak membuatku terpengaruh, menurutku biasa-biasa aja sih. Semua pendukung Sinta pasti jingkrak-jingkrak nggak jelas.
Waktu gus Raka masuk, aku terkejut bukan main. Bahkan aku ketawa nggak jelas, tapi sedikit aku kecilin nanti rame terus hukuman nambah lagi. Nggak mau ah. Pasti kamu ingin tahu apa yang aku ketawain? Bukan bajunya yang kebalik tapi bajunya ada yang bolong. Sebentar aku belum selesai ketawa. Mungkin semua santri nggak ada yang sadar termasuk sinta yang dari tadi senyum-senyum sendiri.
Jreng, jreng, jreng!
Inilah trikku sekarang untuk menjatuhkan dia. Maaf untuk kali ini aku jahat. Yang sekarang ada di posisiku dukung aku sebanyak-banyaknya caranya doakan agar rencanaku sukses. Hatur nuhun.
Saat gus Raka menjelaskan aku mulai beraksi.
“Gus” kataku dengan mengacungkan tangan
“Saya belum kasih pertanyaan” katanya
“Saya nggak mau naya gus, cumaaaaa,?” aku menggantungkan kata-kataku
“Cuma apa?” tanya gsu Raka
“Maaf gus bajunya gus Raka ada yang koyak” kataku denngan bahasa melayu. Aku tahu gus Raka bingung termasuk santri yang lain bahkan Sinta sampai menatap ke arahku.
“May, kamu ngomong naon?”
“Sssstt diam” kataku pada Sinta. Aku tahu Sinta pasti tidak senang dengan ucapanku, bahkan sepertinya dia ingin membela gus Raka.
“Bajunya gus Raka sobek” kataku yang mentranslate
Seketika semua santri tertawa cekikikan tapi nggak begitu keras karena mereka menghargai gus Raka sekaligus mencari kebenaran apakah yang aku katakan benar atau hanya ingin mempermalukannya. Gus Rakapun berusaha mencari disebelah mana baju yang sobek. Dan aku yakin sekarang dia salting tingkat dewa.
“Beneran May, sebelah mana?” tanya Sinta serius
“Pundak” kataku
“Hah, iya benar, kasihan gus Raka” ucap Sinta
“Jahitin sana!” kataku pada Sinta
“Nanti kalau aku jadi istrinya”
“Aamiin” kataku mengaminkan.
Aku menahan tawa sampai perutku sakit apa yang dikatan Sinta tadi  sedangkan Sinta manyun seperti sangat iba pada gus Raka.
“Uskutnaaa!” teriak gus Raka. Entah apa yang dia bicarakan, tapi sepertinya itu bahasa arab. Semua santri diam seketika.
“May, dia ngomong apa?” tanyaku
“Bahasa arab”
“Artinya?”
“Diam”
“Oh”
“Dia marah?”
“Kayaknya sih iya, kamu sih” kata Sinta yang menyalahkan aku.
“Maya, tadi kamu ngomong apa?” tanya gus Raka tiba-tiba. Dari tampangnya dia berusaha untuk tenang. Tapi aku tahu dia pasti sangat malu. Rasakan pembalasanku!
“Bajunya sobek gus” kataku dengan pelan
“Nanti kamu jahitkan!” katanya.
“Kan saya bukan penjahit gus, saya santri”
“Bukan santri, tapi jin” katanya. sontak semua santri mnertawakanku. Oh aku tahu, dia berusaha untuk balas dendam. Dan kahirnya kami tidak jadi melanjutkan ngaji kitab melainkan saling debat. Setelah itu gus Raka langsung meninggalkan ruangan.
Aku sedkitit kesal dengan apa yang gus Raka katakan. Pasti kamu juga begitu, gimana rasanya kalau dibilang jin. Aku kan manusia. Dasar gus aneh!. Tapi alhamdulillah aku sedikit lega meskipun tidak babnyak tapi yang penting sudah membuat gus Raka jadi kikuk tadi di depan. Actingnya lumayanlah, berusaha untuk memperlihatkan bahwa dia tidak malu. Aslinya malu.
Kalian yang menganggapku santri kurang ajar silahkan, tapi percayalah suatu saat aku akan menjadi orang baik, rajin beribadah dan akan menghafal nama-nama nabi. Percayalah!
Sekarang aku hanya fokus pada pendekatanku dengan Doni, masalah gus Raka akan aku hempas jauh-jauh. Doni semoga kamu baik-baik saja, aku sudah menjawab semua pertanyaan darimu. Kamu harus tahu itu!
####
Assalaamualaikum semuaaa....
DDG sudah up ya ...
Di tunggu komen terbaik kalian
😊☺😘😘😘

DULU DIA GUSKU (Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang