Gus Raka Aneh

5.4K 219 45
                                    

Aku sampai di pesantren sekitar jam setengah dua belas malam. Kalau di luar kamar masih ada yang belum tidur, mereka ada yang berbicara dengan teman-temannya. Aku menaiki tangga dengan langkah yang sangat gontai. Disana semua santri sudah pada tidur, maksudku di kamar. Termasuk Sinta dia juga sudak bobok manja dengan novel diatas kepalanya. Iya itu novelku lagi ayat-ayat cinta 2.
Setelah sampai di pesantren aku langsung merebahkan badanku ke kasur, sungguh ini perjalanan yang sangat melelahkan. Tapi senang karena gus Raka sudah tidak ada lagi di tempat ini.
“May, kamu udah pulang?”
Aku kaget saat ada suara orang bicara. Suaranya sedikit parau pelan lagi. Tapi suara itu tidak asing bagiku, macam suara Sinta. Tapi dia bukannya tidur lantas siapa? Gumamku dalam hati. mataku sudah aku pejamkan erat-erat, nyatanya tidak kunjung terlelap. Bulu kudukku mulai berdiri, selimut aku tarik hingga menutupi kepala.
“May, kamu udah pulang?” tanyanya lagi. Ku coba memberanikan diri untuk menjawab meski sebenarnya aku takut. Sedikit ku buka selimutku.
“S-s-siapa?” tanyaku terbata-bata. Kakiku mulai gemetar.
“Sinta”
Langsung aku menghela napas dalam-dalam seraya membuka selimutku lebar-lebar. Kemudian menengok ke arah Sinta. Dan benar saja dia terbangun dari tidurnya.
“Loh bukannya kamu tadi tidur?” tanyaku pada Sinta dengan tetap mengintip ke bawah kasurnya.
“Iya, tapi bangun pas kamu naik ke kasur, kasur kamu rame” katanya dengan suara yang tidak parau lagi.
“He he he” jawabku senyum
“May, gus Raka baik-baik aja kan?” tanya Sinta yang terdengar seperti orang sedih.
“Iya” jawabku. “Nggak usah nangis, orang gus Raka baik-baik aja kok” kataku meledek.
“Kamu mah nggak ngerasain jadi aku, aku kehilangan banget sosok gus Raka” katanya
“Gus Raka kan masih mau balik, udah nggak usah lebay. Aku tidur dulu capek” kataku.
Akhirnya aku meninggalkan Sinta sendiri yang sempat terbagun dari tidurnya. Entah dia tidur lagi atau malah merenungi tentang gus Raka. Mataku mulai ku pejamkan, ku tarik kembali selimut. Oh iya aku lupa menanyakn tentang kabar Doni, semoga dia baik-baik saja. Aku mulai terkena penyakit rindu, tapi besoklah aku tanyakan Sinta. Sekarang tidur, selamat malam Doniku sayang hehehe.
###
Matahari sudah terbit. Aku tidak tahu tadi malam hujan atau tidak. Tapi yang pasti sekarang halaman pesantren terlihat basah. Aku menyadarinya setelah sholat subuh tadi.
“Hai Sinta cantik” sapaku pada Sinta yang sedari tadi hanya murung. Aku yakin dia memikirkan gus Raka.
“Udah dong sedihnya” kataku lagi
“Aku sedih bukannya apa” timpal Sinta yang duduk di kasurnya seperti orang yang punya banyak hutang.
“Terus?”
“Aku takut gus Raka disana kecantol santri putri”
“Ha ha ha” aku ketawa terbahak-bahaka sampai perutku sakit. Sedangkan Sinta tidak, dia tetap dengan wajah masamnya. Aku benar-benar nggak tega melihat dia, segitunya dia menjadi penggemar gus Raka yang setia. Dan lagi aku kasihan karena selama ini gus Raka tidak pernah membalasnya. Aku doakan gus Raka meleleh hatinya dan segera meminang Sinta aamiin, kalian harus mendukung Sinta.
“Kenapa ketawa?”
“Nggak papa, lucu. Eh iya Doni gimana kabarnya?” tanyaku girang dan langsung duduk disebelah Sinta. Awalnya aku duduk di sebelah kasur Intan yang berhadapan bersebelahan dengan kasur Sinta.
“Doni nitip ini” kata Sinta seraya mengeluarkan sebuah surat di lemarinya.
“Ye ye ye” kataku girang setelah setelah menerima surat itu. “Aku baca dulu ya”
“Jangan, dia mintanya baca waktu tahajjud” sanggah Sinta saat aku mulai membuka suratnya
Akhirnya aku meletakkan surat itu kedalam lemari. Ini yang aku tunggu bukan, surat dari Doni. Senangnya hatiku, hai dunia sampaikan pada Doni suratnya sudah aku pegang. Apalagi yang aku inginkan jika bukan untuk bersama dengannya. Kapan aku bisa berkumpul dengan Doni tanpa ada suatu halangan dan peraturan di pesantren ini. Rasanya tak sabar ingin cepat-cepat keluar dari pesantren. Tapi berarti aku bakalan pisah sama Sinta.
###
Assalamualaikum Maya Mahoni, apa kabar kamu sehat?
Masih makan nasi kan?
Kamu mau puisi nggak?
Aku kasih aja.

JIKA
Jika mungkin aku akan menjemputmu di pesantren,
Kau tanya untuk apa?
Untuk aku lamar dan kita menikah
Jika mungkin aku akan bunuh semua makhluk hidup yang ada di bumi
Kau pasti kaget kan, karena tak mau punya pasangan seorang pembunuh
Tapi kamu penasaran dan kau tanya kenapa?
Agar aku bisa hidup bersamamu, ya hanya berdua tidak ada orang lain yang menyukaimu
Jika mungkin aku mau jadi perempuan
Aku tahu, kau pasti tidak mau dan jijik. Aku juga
Kau tanya kenapa?
Agar aku selalu berada disampingmu bila di pesantren.
Jika mungkin sekarang juga kita bisa ke KUA
Aku tahu kau senyum dan mau. Tapi jangan kita sekolah dulu, tunggu aja!
Doni
Sekali lagi kamu membuatku tersenyum hampir seperti orang gila. Untung saja semua pada tidur. Tinggal aku seorang diri, menikmati kegilaanku pada Doni. Biarlah apa kata orang, yang penting aku bahagia. Diluar masih gerimis, satu tetes gerimis yang turun itu menjadi hitungan cintaku pada Doni. Kau tak bisa menghitungnya bukan? Ya sebanyak itulah aku mencintaimu Doni.
Doni aku harap suatu saat kita memang jodoh, jika itu terjadi betapa aku menjadi orang yang paling beruntung di dunia ini. Selalu bersamamu mendengarkan puisi-puisi konyolmu itu. Aku akan mendengarkan dan ketawa. Sungguh indah jika saat-saat itu benar terjadi. Tuhan, biarkan kami bersatu. Aamiin.
###
Satu tahun sudah aku berada di pesantren, ujian akhir nasional hampir di depan mata. Semua santri tengah bersiap-siap bukan lagi novel yang di tangan mereka, tapi buku detik-detik ujian nasional. Sintapun juga seperti itu, jika setiap hari novel dan cermin yang dia pegang tapi kali ini buku itu yang tak pernah lepas ditangan. Aku maklumi karena mereka menginginkan nilai yang bagus sesuai dengan kerja keras mereka.
satu tahun juga aku bersama Doni. Bersama, meskipun tidak seperti Dilan dan Milea yang setiap saat dijemput kemudian menaiki motor CBnya. Aku tidak, Doni selalu memberikanku sebuah surat yang menandakan bahwa dia baik-baik saja. Dan katanya juga cinta untukku semakin bertambah apalagi tahajjud. Aku senang dengan itu, bahkan sangat menikmatinya. Aku menikmati meskipun cintaku dan Doni terhalang oleh sebuah dinding pesantren, tapi aku disuruh sabar itu kata Doni. Dia bilang suatu saat kalau udah nikah mau makan baksonya pak Sabar. Kalian pikir hanya dengan surat itu hal yang sangat sederhana dan kuno. Tapi menurutku meskipun sederhana bagi santri yang kasmaran itu sudah sangat luar biasa bahagianya.
Satu tahun juga gus Raka tidak pernah kembali ke pesantren. Jika kau tahu keadaan Sinta sekarang, dia sangat terpuruk oleh karena ditinggalkan sosok yang ia kagumi. Sudah ku katakan padanya bahwa gus Raka tidak akan pernah memikirkannya, tapi sayang semua itu sia-sia dan tidak terpengaruh sama sekali.
Kalian juga pasti ingin tahu bagaimana perasaanku sekarang pasca juga ditinggalkan gus Raka. Jujur! Awalnya aku sangat senang, gembira tak terkira bahkan ingin teriak sekeras-kerasnya. Akan kukatakan bahwa di dunia ini khususnya di pesantren Al Hidayah orang yang membosankakn, sombong, muka datar tidak ada lagi disini. Tapi, satu tahun sudah berlalu sebentar lagi aku juga akan keluar dari pesantren. Sedikit aku merasa ada rasa rindu pada gus Raka. Jika gus Raka tahu akan hal ini pasti dia akan tertawa dan mengatakan apa yang pernah di ucapkan terjadi. Ya, aku sangat ingat waktu itu gus Raka bilang aku (gus Raka) akan betah disini dan kamu (Maya) nggak usaha rindu. Mungkin menurut kalian kata-kata itu biasa-biasa saja bukan, yaaaa aku juga merasa itu begitu. Sayang, lama-lama rasa rindu itu muncul. Jangan salah paham! Karena menurutku hal ini sangat wajar.
Sore ini aku hanya bisa duduk di depan kamar dengan kepala aku sandarkan pada pagar. Aku tadi habis makan nasi di kantin pesantren bersama Sinta, dia memilih tidur karena biasanya sekarang ngaji kitab gus Raka. Bukan gus Raka tapi ustad Taufiq, tahu sendiri kan kalau gus Raka udah nggak ada di pesantren dia hanya tinggal nama.
Semua santri melakukan aktivitas mereka masing-masing. Ada yang bercengkerama, belajar, baca novel dan lain sebagainya. Kalian harus tahu bahwa menjadi santri itu sangat menyenangkan. Kita akan tahu arti kebersamaan disini, tidak ada kata individualisme. Tapi sebenarnya tergantung dari manusianya sih. Jangan hanya membayangkan, tapi cobalah! Semua bisa dikatakan santri jika sikapnya seperti seorang santri. Itu aku baca di instagram guru mulya, kalau tidak percaya lihat saja!
“Eh tahu nggak gus Raka sudah dateng!” suara itu sangat jelas di telingaku. Aku tadinya yang sedang melamun langsung terjaga. Ya benar, suara itu berasal dari kamar sebelahku. Itu Rima dan Novi yang berbicara. Aku langsung menghampiri mereka yang terlihat sangat serius bicara.
“Ada apa?” tanyaku setelah sampai di depan kamar sayyidah Sofiyah tempat Rima dan Novi berada. Sebenarnya aku tadi dengar, tapi takut salah jadinya aku tanya lagi memastikan.
“Gus Raka dateng” timpal Rima yang menatap mataku.
“Yang benar?” tanyaku tidak percaya seraya menatap balik matanya
“Iya benar” tegas Rima dengan suara sedikit di tekan
“Ok makasih” kataku seraya meninggalkan mereka.
Langsung aku bergegas masuk ke kamar dan membangunkan Sinta. Aku sangat terkejut mendengar berita kedatangan gus Raka setelah satu tahun dia berada di Jombang, kini kembali lagi ke pesantren ini. Antara senang dan sedih aku rasakan. Senang karena gus Raka telah kembali sebab tadi sempat rindu tapi nggak banyak dan sedih karena sebentar lagi aku akan melihat wajahnya yang datar seperti tembok pesantren.
“Sin, Sinta banguun” kataku dengan menggerak-gerakkan badannya.
“Eeeeeemmm” jawab Sinta yang masih memejamkan matanya
“Gus Raka dateng” kataku. Sontak dia langsung membuka matanya dan bangun dari tempat tidurnya.
“Apa! yang benar?”
“Iya, tadi Rima sama Novi bilang”
“Kapan?” tanya Sinta yang masih berdiri sedangkan aku duduk di kasurnya
“Nggak tahu, tanya aj ke umi” kataku tersenyum
“Eh, yang nggak atuh” Yeaaayyyyy, akhirnya gus Raka kembali” kata Sinta girang
“Mbak Sinta mbak Maya gus Raka udah dateng” kata Intan yang baru masuk kamar.
“Udah tahu” jawabku dan Sinta bersamaan
“Kirain nggak tahu mbak” sahut Intan tersenyum
“Kapan?” tanya Sinta
“Katanya sih tadi mbak sekitar jam duaan”
“Oohhh, oke” timpal Sinta dengan wajah gembiranya
Aku akan berterimakasih pada Allah karena telah mengembalikan temanku seperti semula. Semenjak ditinggal gus Raka Sinta jadi jarang bergurau, dia sering merenung. Entah ini berlebihan atau tidak aku juga nggak tahu, tapi biarlah Sinta berkarya, jangan ganggu dia!
Sedangkan aku, aku biasa-biasa saja. Mau gus Raka datang atau nggak, tidak akan berpengaruh. Tadi aku bilang rindu itu hanya sebatas rindu biasa nggak lebih maksudnya rindu sebatas santri seperti santri yang lain, tidak termasuk Sinta. Seutuhnya rinduku hanya untuk Doni seorang titik!
###
Matahari sudah ditelan oleh malam. Bulan bilang katanya gantian sekarang aku tugasnya yang ada di langit menerangi malam. Bintang bertaburan diangkasa. Ah, aku jadi ingat Doni.
BINTANG
Bintang di langit banyak, tapi hanya satu yang ku suka
Iya bintang yang paling bersinar itu
Laki-laki di dunia ini banyak bukan?
Tapi hanya satu yang ku mau, ya Doni
Jika mungkin aku bisa mengambil bintang
Aku akan mengambilnya satu untuk Doni
Ah, mustahil!
Aku suka bintang, tapi lebih suka Doni.
Maya.
Jam menunjukkan pukul 18.30 malam. Aku sedang duduk di depan musholla sambil menulis puisi yang aku buat khusus untuk Doni. Sebenarnya sekarang aku tengah menunggu ustad Zaini ngaji al-quran sekarang waktunya tajwid jadi aku bawa buku tulis. Sinta halangan jadi aku sendiri. Tapi ustad Zaini tak kunjung datang, sesekali aku menatap langit menghela napas sedalam-dalamnya dan menghembuskan perlahan.
Aku terkejut saat aku melihat gus Raka tepat berada di kaca jendela. Kebetulan kaca itu berhadapan dengan kamar-kamar santri putri. Biasanya selalu tertutup oleh tirai. Tapi sekarang sedikit terbuka dan disana ada gus Raka berdiri menatap ke arahku. Kalian tahu itu kamar gus Ahmad kakak gus Raka. Kamar itu ada dilantai dua dan jarang dipakai karena gus Ahmad sering ke rumah istrinya. Langsung aku tundukkan kepala, tapi aku lihat lagi ke atas untuk memastikan benarkah gus Raka melihat ke arahku. Eng ing eng...! ternyata benar gus Raka melihat ke arahku. Sedikit aku kerutkan kedua alisku, melihat lagi itu benar atau tidak gus Raka.
Ada apa dengan gus Raka, kenapa menatapku seperti itu. Gus Raka aneh! Apa ada yang salah dengan pakaianku. Pakaianku nggak ada yang bolong kan? Terus jilbabku juga nggak kebalik. Tapi apa hubungannya.
Pikiran itu sekarang menghantuiku. Sebenarnya aku tidak mau ambil pusing. Asal kalian tahu ini tatapan gus Raka sangat beda tidak seperti biasanya. Ada dengan dia? Apa dia mau mneghukumku lagi? tapi tidak mungkin, aku yakin dia lupa. Bersamaan dengan itu ustad Zaini datang dan aku berpindah tempat menuju ke musholla. Ku lihat lagi ke atas ternyata gus Raka masih ada, aku harap aku mimpi dan itu hanya penampakan saja. Tapi tidak ini nyata aku sudah mencubit lenganku tadi. Rasanya sakit. Ah, ada dengan gus Raka, gus Raka aneh! Jangan ditanya aku salting atau tidak, aku sangat salting dan berharap semua orang tidak menertawaiku. Akhirnya aku cepat-cepat ke musholla dan menenangkan diri. Dasar Maya bodoh seharusnya kau tidak memperlihatkan ini!
Karena jam selalu berputar dan tidak mungkin berehenti, kalau berhenti berarti jam itu tidak ada beterai dan harus segera dibelikan di koperasi pondok. Setengah jam sudah aku mengaji dilanjutkan sholat isya’ karena kumandang azan sudah terdengar di masjid putra pusat.
###
“Mayaaaa, tunggu” teriak seseorang dari belakang saat aku menaiki tangga untuk pergi ke kamar. Aku menoleh dan ternyata itu mabk Aisyah.
“Iya mbak ada apa?”
“Nanti gus Raka mau ngajar?”
“Apa!” jawabku kaget, mbak Aisyah bingung karena aku bertindak tidak wajar. Bahkan mbak Aisya sempat menutup telinga karena teriakanku terlalu berisik.
“Kenapa Maya?” tanya mbak Aisyah yang melepaskan tutupan tangan di telinganya.
“He he he, nggak papa mbak saya kaget. Kan gus Raka baru pulang masak dia nggak capek” kataku cengengesan.
“Iya dia tadi bilang ke saya katanya tempat ngaji harus disiapkan”
“Oh, terus mbak?”
“Kamu disuruh menyiapkan tempatnya kata gus Raka”
“Hah, saya mbak?” tanyaku heran.
Memang di dunia ini tidak ada santri lagi apa. Kenapa harus aku yang menyiapkan. Kalau gini caranya aku menyesal karena sudah sempat rindu gus Raka, meskipun nggak banyak. Gus Raka nggak pernah peka, kenapa bukan Sinta aja yang menyiapkan. Bukankah dia akan senang dan jingkrak-jingkrak saking senangnya. Aku yakin itu yang akan dilakukan Sinta seperti halnya ketika aku mendapat surat dari Doni.
“Iya kamu Maya”
“Okay deh mbak” jawabku tidak ihklas
“May, jangan lupa siarkan di mik lagi”
“Okay mbak” kataku dengan wajah tak semangat.
Akhirnya aku kembali menaiki anak tangga yang akan membawaku ke kamar. Setelah tiba disana rupanya Sinta sudah cantik karena habis mandi. Bedaknya tebal macam Upiyak yang tak tun twang itu. Dia terlihat begitu bahagianya, kalian mesti tahu alasannya kan sebab gus Raka sudah datang. Jika dia tahu sekarang gus Raka mau ngajar pasti senangnya berlipat ganda.
“Hai Maya” sapa Sinta dengan senyum yang merona. “Kok cemberut?”
“Gus Raka sekarang mau ngajar”
“Hah! Yang benar?” tanya Sinta seraya menatapa mataku
“Iya” jawabku dengan intonasi menekan
“Alhamdulillah untung udah mandi” katanya. dia senang sedangkan aku nggak. “Ya udah ayo berangkat” ajak Sinta yang sudah siap.
“Bentar mau ambil kitab”
Setelah sampai di musholla aku langsung memegang mikrofon dan menyiarkan pada semua santri bahwasannya sekarang gus Raka mau mengajar. Betapa bangganya mereka hingga tak sampai lima menit aku menyampaikan semua pada turun dengan sangat antusias sekali. Semua penggemar berat gus Raka telah tiba di musholla. Ngaji gus Raka ini berlaku bagi semua santri tingakat berapapun.
Sedangkan aku menyuruh Sinta untuk menyiapkan tempat gus Raka. Aku tidak bilang ke Sinta kalau sebenarnya aku yang disuruh, biarlah sama saja toh gus Raka nggak bakalan tahu. Tak lama kemudian dia datang dan seperti biasa santri berebutan untuk membalikkan sandal gus Raka. Bukankah itu berlebihan?
“Assalaamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh”
“Waalaikumussalaam warahmatullaahi wabaraakatuh” jawab semua santri dengan semangat, aku nggak.
Kemudian gus Raka menjelaskan kitab yang dia pegang, sedangkan pikiranku melayang entah kemana. Tangan aku letakkan dibawah dagu sebagai penyangga. Sekitar setengah jam akhirnya gus Raka menyudahi materinya. Aku duduk seperti semula karena tanganku yang tadi digunakan sebagai penyangga sedang kesemutan. Jika kalian dapat melihat semua santri yang ada di musholla ini maka kalian akan berpikir bahwa mereka sedang gila dan harus di bawa ke rumah sakit jiwa.
Setelah gus Raka berlalu aku langsung membaringkan tubuhku di musholla dimana aku duduk tadi. Aku duduk di barisan paling depan bersama Sinta yang selalu memaksa. Awalnya aku nggak mau, tapi dia mengancam tidak mau lagi menyampaikan surat dari Doni ke aku. Karena tidak ada jalan lain, maka aku menuruti permintaannya.
Aku menarik sajadah yang tadi digunakan sebagai penutup meja gus Raka untuk dijadikan bantal. Aku menariknya keras-keras hingga sebuah kertas melayang mengenai wajahku.
“Sin apa ini?” tanyaku pada Sinta yang sedang asyik membaca novel yang dia bawa pas ngaji gus Raka.
“Kayak surat” tebak Sinta sambil memegang kertas itu. Lipatannya sangat rapi, dan aku juga pikir itu surat tapi nggak mungkin dari Doni kan.
“Makanya itu, surat apa ya?” tanyaku balik saat Sinta mengembalikan surat itu padaku.
“Mungkin punya santri lain kali, coba buka deh” suruh Sinta yang kini dia kembali membaca novel.
“Aku buka ya”
“Buka aja, siapa tahu ada namanya”
Akhirnya aku membuka surat itu dan terkejut bukan main. Disana tertulis namaku dan aku lihat dibawahnya lagi ada nama gus Raka. Jantungku seketika berdetak lebih cepat. Aku belum sempat membaca semua surat itu. Aku hanya mengikuti saran dari Sinta untuk melihat namanya siapa tahu punya santri lain. Ternyata ini untukku.
Apa maksud dari gus Raka memberikan surat ini. Kalian jangan tanya keadaanku sekarang seperti apa, jika bisa aku akan pingsan dan biarlah Sinta yang menggotongku.
“Punya siapa suratnya May?” tanya Sinta yang membuatku kaget
“Anu, eeee...ini, ini bukan surat cuma kertas biasa” kataku berbohong dengan suara terbata-bata dan langsung meletakkan surat itu kedalam kitabku. Mana mungkin aku katakan jika surat itu dari gus Raka, apa yang akan Sinta lakukan. Apalagi dia penggemar berat gus Raka.
“Ya udah ke kamar yuk” ajak Sinta.
Kemudian aku dan Sinta pergi ke kamar. Perasaanku terus melayang tantang surat dari gus Raka. Sebenarnya aku penasaran apa isi surat itu. Bagaimana ceritanya seorang gus mengirim surat pada santrinya. Bukankah ini tidak pernah terjadi di sepanjang sejarah. Jika di pesantren kalian ada, maka pesantrenku adalah pemecah rekor ke dua. Tepuk tangan untuk pesantren Al Hidayah!
Untung saja surat itu tadi melayang di mukaku. Bayangkan cobak, kalau seandainya surat itu jatuh ke tangan santri lain apa kata mereka. Seharusnya gus Raka kalau mau ngomong nggak usah pakai surat, kan bisa secara langsung.
###
Setelah semua kegiatan santri selesai aku langsung membaringkan tubuhku ke kasur, menurutku itu pilihan yang sangat tepat. Aku juga mencari cara agar bisa membaca surat dari gus Raka tanpa ada yang tahu siapapun itu.
Jam menunjukkan 23.15 semua santri masih belum ada yang tidur, tapi suasana di kamarku sudah sepi macam kuburan. Sedangkan di kamar lain masih terdengar suara-suara penghuni pesantren. Kemudian aku buka surat itu pelan-pelan, tapi sebelumnya aku sudah baca basmalah. Bukan apa, takutnya surat ini hanya tipuan.
Teruntuk Maya Maharani Ulfa
Assalaamualaikum,
May, saya tidak tahu apa yang saya rasakan saat ini dan saya juga tidak tahu kenapa Tuhan memberikan perasaan ini. Saya tahu kamu sudah milik seseorang dan kamu mencintainya. Baiklah saya tidak akan mengganggu. Hanya saja ingin saya katakan bahwa Tuhan telah menyelipkan namamu ke dalam hatiku. Maya demi Allah saya mencintaimu, tapi lupakanlah itu tidak penting, yang terpenting sekarang saya sudah lega karena bisa mengatakan meski tidak secara langsung akhirnya saya bisa tidur dengan nyenyak.
Wassalaam,
Raka
Maya apakah kau senang dengan surat itu? apakah kau bahagia? Jika iya lantas bagaimana dengan Doni saat ini. Ya Tuhan ada dengan gus Raka, benarkah dia mengatakan yang sesungguhnya atau hanya berpura-pura. Tapi sejak kapan dia menyukaiku, bukankah aku selalu membuatnya kesal. Kenapa dia tidak melihat Sinta yang begitu mengharapkannya. Jujur, aku memang senang bahkan terkejut tapi tidak terlalu banyak. Seketika pikiranku penuh dengan gus Raka.
Okay, untuk sekarang aku tidak bisa memejamkan mata. Aku tidak bisa tidur. Ya kalain benar, aku memikirkan tentang surat ini benar atau tidak yang gus Raka katakan, apakah sesuai dengan yang dia katakan di surat itu. Ah, rasanya aku sulit untuk mempercayainya. Satu pertanyaanku, sejak kapan gus Raka sudah menyimpan rasa itu? kenapa tidak dia katakan? Tapi meskipun dia jujur apa aku menerimanya. Tidak juga.
Apakah umi tahu segalanya? Apakah umi yang berusaha mendekatkanku pada gus Raka berarti itu caranya dia lewat umi? Pertanyaan itu membuat kepalaku mau pecah. Kenapa ini bisa terjadi, aku mencintai Doni sekarang. Apa aku bisa mencintai Doni selamanya, ataukah hatiku kemudian akan berpindah dan luluh pada gus Raka. Cinta macam apa ini? ah, sudahlah aku tidur saja. Ini sudah larut malam besok aku sekolah dan sebentar lagi aku ujian nasional. Eits, sebelum tidur aku katakan bahwa aku tidak mencintai gus Raka, tapi nggak tahu kalau nanti. Doakan saja aku perempuan yang setia. Ya, setia hanya pada Doni.
###
“Sin, eeeee...aku mau nanyak?” tanyaku saat ada di kelas duduk bersamanya. Kebetulan dia lagi sarapan tadi beli nasi di kantin pondok.
“Tanya apa?” Sinta balik nanya
“Kamu suka gus Raka?”
“Kok nanyak itu, kamu kan tahu jawabannya?”
“Jawab aja” kataku sambil melihat dia makan
“Aku? Ya sukalah siapa cobak yang nggak suka gus Raka” jawab Sinta seraya mengambil minumannya.
“Kamu suka sebagai penggemar atau gimana sih?” tanyaku lagi meyakinkan. Aku tahu, kalian tahu maksud aku menanyakan ini pada Sinta bukan? Percayalah aku tidak bermaksud apa-apa. hanya ingin tahu saja apakah Sinta benar-benar suka atau hanya sebagai penggemar saja. Itu aja.
“Eeeee, nggak tahu ya”
“Kok bingung?” tanyaku
“Kamu kenapa tanya gitu?”
“Pengen tahu aja, ayo dong jawab”
“Oke, sebenarnya aku suka gus Raka tapi sekedar penggemar nggak lebih. Tapi siapa sih yang nggak mau jadi pendamping gus Raka?”
“Kamu mau?”
“Ya maulah” jawabnya percaya diri
“Kalau gus Raka nggak mau?”
“Yaaa, aku bakalan santet dia”
“Ha ha ha” aku ketawa Sinta juga
“Sin, kalau seandainya gus Raka suka sama santri yang lain, kamu gimana?” tanyaku
“Aku bakalan bunuh santri itu. berani-beraninya dia merebut gus Raka”
“Hah, kamu yakin mau jadi seorang pembunuh, aku bilang ayah nih”
“He he he, ya nggaklah aku bohong” jawabnya cengengesan. Sinta sudah selesai makan, tapi aku masih saja mengintrogasinya.
“Kalau seandainya gus Raka sukanya ke aku gimana?” tanyaku yang kemudian mengeluarkan inti dari pembicaraanku.
“Aku bakalan putus sama kamu”
“Apa!” kataku kaget. “Emang aku cewek apaan”
“Ha ha ha, biasa aja kalik” katanya ketawa, aku nggak malah kaget.
“Gimana?”
“Gimana apanya?” tanya Sinta nggak ngerti
“Pertanyaanku tadi”
“Oh, itu kalau kamu gus Raka memang suka ke kamu, aku mah apa atuh” katanya dengan menyebut salah satu judul lagu milik Cita Citata.
“Loh bukannya itu judul lagu?” tanyaku tersenyum tipis.
“Kok tahu?”
“Ya tahulah, siapa yang nggak tahu lagu itu” kataku kesal dengan menyenggol tangannya tapi tetap tersenyum.
“Eh, ngomong-ngomong kamu aneh kenapa tiba-tiba nanyak kayak gitu maksudnya tentang gus Raka?” tanya Sinta yang kini mulai serius seraya membenarkan posisinya menghadap ke arahku.
“Hah, nggak. Nggak papa pengen tahu aja” jawabku agak gugup.
Untuk sekarang aku tidak ingin memberitahu Sinta. Biarlah aku mencari tahu kebenarannya. Toh ini belum tentu dari gus Raka, siapa tahu ada yang usil kan. Tapi akhir-akhir ini memang gus Raka rada aneh. Aku bilang mau cari kebenarannya, tapi bagaimana caranya? Ah, sudahlah itu pikirkan nanti saja.
“Kamu nggak nyimpen sesuatu kan?” tanya Sinta yang sepertinya tidak percaya. Tapi aku berusaha sebisa mungkin agar Sinta tidak curiga.
“Nggak ada”
“Oh, ya udah” kataku menutup pembicaraan.
Karena guru sudah datang. Kebetulan hari ini jadwal ustad Abdul bahasa arab. Pelajaran dimulai seperti biasanya, meskipun sebenarnya aku agak malas dengan pelajaran ini. Padahal pak Abdul ini sangat baik, sabar lagi. Dia nggak pernah marah walau ditinggal tidur oleh siswinya. Sebenarnya aku juga kadang tidur waktu pelajaran pak Abdul. Sayangnya pak Abdul hanya bilang, yang ngantuk silahkan tidur bapak ngerti kok katanya. Siapapun yang mendengarkan pertanyaan itu, tentu saja mereka akan memilih tidur. Aku yakin kalian yang jadi santri juga seperti itu. Hanya pak Abdul seorang yang mengerti siswinya, beliau sangat peka karena di pesnatren tidur wajib diatas jam 10.
Berl berbunyi kemuadian dilanjutkan pelajaran selanjutnya. Hingga bel berdering pertanda pelajaran sekolah usai. Aku dan Sinta sudah tidak sabar ingin cepat-cepat sampai ke pesantren.
Sekarang pikiranku tidak terlalu berat seperti tadi malam. Memikirkan surat dari gus Raka itu. Tapi, entah kenapa rasa ingin tahu itu selalu muncul. Ya, ingin tahu sejak kapan gus Raka mulai suka itu saja. Semoga Allah memberikan petunjuk.
Setelah sampai di pesantren aku memilih untuk mandi dan mencuci baju, karena cucianku seabrek aku langsung menuju kamar mandi. Alhamdulillah kamar mandi selalu ramai dan sabar adalah jalan satu-satunya. Sambil menunggu nomor urut antrian aku merenung itulah kebiasaanku. Seharusnya kebiasaan ini aku hilangkan. Aku takut kemudian jin masuk dan dia tidak mau keluar. Na’udzubillah!
Akhirnya sekarang tibalah giliranku untuk memasuki kamar mandi. Sekitar lima belas menit aku selesai dan kini badanku segar kembali. Jam menunjukkan angka 16.50 sore aku lebih memilih tidur meskipun waktu magrib hampir tiba. Aku sudah merapikan kasur dan siap untuk berangkat ke alam mimpi. Kalau bisa mimpi Doni. Sedangkan Sinta sudah tidur dari tadi, aku ajak mandi tapi dia nggak mau. Santri yang lain tengah asyik dengan aktivitas mereka. Tapi kebanyakan dari mereka tidur-tiduran termasuk di kamarku. Entah kenapa aku jadi rindu Doni sekarang, sebenarnya aku sangat dekat bukan? Tapi seperti jauh. apakah Doni juga sama. Aku harap seperti itu.
###

Assalaamualaikum semuaaa...
akhirnya ya akak bisa up....sorry kalau kelamaan, sorry juga akak sering php kalian hehee...

so....akak tunggu komen dari kalian ya???😊😘😘😘

kalau banyak typo tolong dimaklumi, memang orangnya sekarang terkena penyakit malas 😀

"Libatkan Allah dalam segala hal"

DULU DIA GUSKU (Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang