Jalan yang kulewati dulu.
Entah kemana.
Hilang lenyap, apakah ditelan bumi?
Alasku bahkan berdebu.
Dimanakah dirimu?Dengan payah kukayuh sepeda tuaku.
Meniti jembatan tua.
Rasanya ingin mati saja.
Tapi kuurungkan, kamu akan murka.
Terasa peluhku menetes, kuingat hujan kemarin.
"Jangan hujan-hujan, bisa sakit." Itu katamu dahulu.
Sakitnya memang menusuk.Apakah aku tidak waras?
Itu kataku pada dunia.
Sepertinya iya.
Aku merindukanmu.
Tertanda, anakmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Ilustrasi
PuisiKumpulan kata yang mungkin berharga. Kadang ada hal yang tidak bisa kita ungkapkan secara lisan hingga menjadi beban, jadi kutuliskan menjadi sebuah kalimat. Zillgu_c, Tahlis