BABY

19.2K 1.3K 23
                                    

Welcome back🙌
Yey🙌

Kinanthi sedang asyik menikmati pijatan demi pijatan di kaki kanan dan kirinya sambil sesekali menyesap peach tea favoritnya. Hidupnya memang terlihat begitu indah dan sempurna.

Sedang Widuri sedang fokus dengan tayangan drama korea yang ia putar melalui televisi.

Sesekali terdengar omelan wanita paruh baya yang 'baper' akan jalan tokoh dalam drama tersebut. Bahkan tak jarang Widuri sampai meremas bantal yang sofa yang ada dipangkuannya, ruang tamu megah itu benar-benar riuh oleh suara Widuri sendiri.

"Nggak ada akhlak emang itu suaminya! Udah tau punya istri cakep, pinter, dokter pula kok malah selingkuh!" maki Widuri membuat dua orang wanita yang memijat dirinya dan Kinan tak kuasa menahan tawa.

Kinanthi berdecak pelan "Bu, itu kan cuma drama. Ibu dibohongi kok mau aja."

Widuri tak menanggapi ocehan putri tunggalnya itu, ia tak peduli. Pokoknya saat ini ia sedang emosi tingkat kelurahan. Kalau perlu tingkat dewa!

"Assalamualaikum" Pandji melangkah mendekati istri dan ibu mertuanya sambil mengucap salam.

"Walaikumsalam, cah bagus, menantu ibu" jawab Widuri dengan senyuman hangat menyambut menantunya, ia memencet tombol pause pada remot dan menatap menantunya yang berjalan dari arah pintu utama.

Sedangkan Kinanthi, wanitab itu hanya fokus dengan game di ponselnya, tanpa ada minat menyambut suaminya.

Pandji pun meraih tangan Ibu mertuanya dan menciumnya dengan takdzim, lalu mendudukan dirinya di sofa single di samping sofa panjang tempat Widuri dan Kinanthi duduk.

"Sur, Mir, kembalilah kedapur, bantu yang lain memasak, dan bawakan teh tubruk kesukaan menantu saya." titah Widuri pada kedua maidnya yang sedang memijat kaki Kinanthi. Dan mereka pun mengangguk patuh.

"Pripun kabaripun Bu?" (Bagaimana kabarnya Bu)" tanya Pandji pada Widuri.

"Sehat le, tapi seperti kamu liat, Bu'e kesepian, dirumah sebesar ini cuma sama rewang (Maid) saja." ujar Widuri sedih, membuat Kinanthi memutar bola matanya malas. Bagaimana mungkin kesepian, bahkan ibunya bisa hebih sendiri hanya dengan menonton drama korea.

"Ibuk mau po, tinggal sama Kinanthi dan Pandji?" tanya Kinanthi yang masih fokus pada ponsel pintarnya, sedikit banyak Kinanthi tetap kasihan pada ibunya.

"Ndak, cuma dirumah ini Ibuk bisa ngrasa deket sama Almarhum Bapakmu." jawab Widuri sambil menerawang jauh, mengingat masa-masa dirinya bersama Almarhum suaminya, duduk berdua di gazebo taman sambil menikmati seduhan the di dalam poci tanah liat yang kini ia pajang di kamarnya.

Sejenak hening.

"Jadi gimana,progam kehamilan Kinanthi? Ibu rasa-rasanya sudah terlalu tua untuk mengurus bisnis Almarhum Bapakmu, keluarga kita butuh penerus Nan, lagi pula kamu pasti juga butuh penerus untuk bisnismu to?" Ucap Widuri panjang lebar. Ya, diusianya yang sudah senja, wanita itu masih aktif mengurus perusahaan suaminya, dengan sedikit batuan Kinanthi. Karena kinanthi sendiri pun sibuk dengan bisnisnya. Ia tak bisa egois.

Kinanthi dan Pandji hanya saling menatap, tanpa berniat menjawab pertanyaan Widuri, yang sebenarnya merupakan alasan mereka menikah.

'Gimana gue mau melendung? Tidur aja punggung-punggunan.' batin Kinanthi malas sambl melirik Pandji sekilas.

"Pasti Bu, segera." jawab Pandji mantab.

Senyum Widuri merekah. "Malam ini nginep disini aja yo, temeni Ibuk." pinta Widuri yang hanya dijawab anggukan oleh anak dan menantunya.

"Pandji istirahat dulu sana le dikamar." Titah Widuri diangguki Pandji.

"Nan, suamimu baru pulang kerja itu loh, mbok ya di pijitin." Ujar Widuri pada Kinanthi yang kembali sibuk dengan gamenya, wanita itu bear-benar sedang kecanduan dengan game masak-masakan yang baru kemarin ia unduh.

Kinanthi tak berekasi, dan artinya ia tidak mau dipaksa. Ya, Widuri cukup paham bahwa putrinya memang keras kepala.

Malam menjelang


Setelah makan malam selesai, Widuri menyuruh anak dan menantunya beristirahat di kamar Kinanthi.

"Ndji, apa aku bayi tabung aja ya?" tanya Kinanthi memecah keheningan diantara mereka.

Pandji pun meletakan tumpukan kertas milik para mahasiswanya yang sejak tadi ia coret-coret.

"Kenapa harus bayi tabung? Kamu meragukan ku?" tanya Pandji sambil menatap tajam Kinanthi yang bahkan mengatakan hal itu tanpa beban.

"Atau kamu enggak mau melalui "prosesnya" bersamaku?" Tanya Pandji lagi.

Kinanthi mendadak gugup, "bu-bukan gitu.." lirih Kinanthi.

Pandji memandang Kinanthi heran, kenapa wanita yang biasanya keras kepala dan sengak mendadak gugup hanya karena pertanyaan seperti itu? Macam anak perawan saja. Pikir Pandji. Ia pun tersenyum tipis memikirkan kelakuan aneh istrinya ini.

Kinanthi melihat perubahan mimik wajah Pandji merasa jengkel sendiri.
"Apa? Kenapa senyum-senyum? Lucu? Denger ya, aku mau progran bayi tabung karena aku nggak mau bercinta sama kamu! toh lagi pula aku tak benar-benar yakin kamu bisa menghamili ku dengan sekali bercinta! Aku nggak mau kita harus bercinta terus-terusan!" Menjijikan." cecar Kinanthi dengan nada sangat kasar. Dan tentu saja itu menyentil ego Pandji sebagai laki-laki.

Pandji menatap datar ke arah Kinanthi, awalnya Kinanthi biasa saja, namun lama kelamaan ia seakan sadar, ucapannya tadi mungkin melukai perasaan Pandji. Terbesit keinginan untuk minta maaf, namun lagi-lagi egonya meruntuhkan niat baik hatinya.

Tak tahan dengan tatapan mata Pandji yang seakan menancap dalam di hatinya, Kinanthi menolehkan kepalanya, dan memposisikan dirinya tidur membelakangi Pandji.

Saat hendak menutup matanya tiba seseorang menarik bahunya, hingga posisinya menjadi telentang. Siapa lagi pelakunya, sudah dapat dipastikan itu adalah Pandji.

Pandji memgurung Kinanthi dibawahnya.

"Apa-apaan kamu Ndji?" tanya Kinanthi takut-takut.

"Kamu meragukanku bukan, mari kita coba dulu. bukankah akan terasa nikmat untukmu?" Ucap Pandji dengan memasang smirk yang membuat Kinanthi makin takut.

"Jangan coba-coba kamu Ndji! Aku bisa teriak!" gertak Kinanthi sambil berusaha mendorong dada Pandji, namun sia-sia. Tenaganya tak sebanding dengan Pandji.

Pandji hanya tersenyum mengejek. "Jangan bertingkah seolah kamu adalah gadis perawan, lagi pula jika kamu berteriak justru orang-orang disini akan menertawakanmu."

Kinanthi benar-benar asing dengan sosok Pandji yang ada di hadapanya saat ini.

Entah hilang kemana Pandji yang sabar dan halus tutur katanya.

Kinanthi benar-benar takut saat ini.

Tiba-tiba Pandji memperpendek jarak diantara mereka, bibirnya pun menyapu lembut bibir Kinanthi.

Lama kelamaan ciuman itu semakin dalam, tak dapat dipungkiri, Kinanthi kini hanyut dalam ciuman Pandji.

Pandji yang awalnya hanya ingin memberi pelajaran pada Kinanthi justru terbawa permainannya sendiri.

Ia menarik ikatan jubah tidur Kinanthi, terpampang lah tubuh indah Kinanthi yang hanya berbalut tanktop satin berwarna putih menerawang memperlihatkan dadanya yang dibalut bra merah senada dengan cd nya.

Sejenak Pandji mengagumi keindahan dihadapanya. dan ia pun membenamkan wajahnya di leher jenjang Kinanthi, menikmati aroma vanila yang menguar dari tubuh Kinanthi, sambil sesekali memberikan kecupan-kecupan ringan.

Desahan Kinanthi tak terkontrol lagi kala kecupan itu berubah menjadi hisapan dan gigitan-gigitan kecil, dan tangan Pandji yang entah sejak kapan sudah masuk ke dalam tanktopnya dan mengelus-elus perut rata Kinanthi.

Widow's Husband [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang